Selasa, 22 Desember 2015
Jumat, 04 Desember 2015
Apakah Indulgensi dan Sakramen Tobat Tidak Dapat Menghapuskan Hukuman Dosa?
Dalam “Kamus Liturgi sederhana” diberikan definisi indulgensi (hlm 90-91), yaitu “Penghapusan hukuman yang dapat diterima oleh orang yang dosanya sudah diampuni. Orang yang sudah diampuni dosanya masih harus menjalani hukuman karena dosa itu. Hukuman inilah yang dihapus oleh indulgensi.” Apakah ini berarti bahwa Sakramen Rekonsiliasi hanya memberikan pengampunan dosa, tetapi tidak menghapuskan hukuman dosa? Apakah selama hidup ini kita boleh melakukan indulgensi saja terus-menerus tanpa menerima Sakramen Rekonsiliasi agar hukuman dosa kita terus dikurangi?
Erna Mariantika, Malang
Pertama, perlu dimengerti terlebih dahulu ajaran Gereja tentang dosa, bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Akibat pertama menghilangkan persekutuan dengan Allah dan dengan Gereja. Akibat pertama ini bisa disebut sebagai hukuman dosa atau “siksa dosa abadi”. Akibat kedua ialah keterlekatan pendosa kepada objek dosa dan kerusakan rohani dalam diri pendosa. Akibat kedua ini berkaitan dengan sikap batin seseorang dan biasa disebut “siksa dosa sementara” (KGK 1472).
Definisi indulgensi tersebut tidak membedakan kedua akibat dosa sehingga timbul kesan yang salah bahwa dalam Sakramen Rekonsiliasi, hanya diberikan pengampunan dosa dan tidak diberikan penghapusan hukuman dosa. Ajaran Gereja yang benar ialah bahwa Sakramen Rekonsiliasi memberikan penghapusan atas dosa dan hukuman dosa, yaitu “siksa dosa abadi”. Yang tidak dihapus oleh Sakramen Rekonsiliasi ialah “siksa dosa sementara” yaitu dampak dosa berkaitan dengan keterlekatan kepada objek dosa dan kerusakan kepada sikap batin dalam diri pendosa.
Kedua, dengan demikian penghapusan dosa dan hukuman dosa (siksa dosa abadi) dilakukan melalui Sakramen Rekonsiliasi, sedangkan indulgensi hanya menghapus “siksa dosa sementara”. Maka, adalah sikap yang salah jika hanya melakukan indulgensi tanpa menerima Sakramen Rekonsiliasi. Dalam hal pengampunan, yang pokok tetap Sakramen Rekonsiliasi, praktik indulgensi adalah pelengkap.
Apakah kita bisa mendoakan seorang yang masih hidup agar mendapatkan indulgensi?
KHK Kan 994: “Setiap orang beriman dapat memperoleh indulgensi, entah sebagian entah penuh, bagi diri sendiri atau menerapkannya sebagai permohonan bagi orang-orang yang telah meninggal.” Ketentuan Hukum Gereja ini mengajarkan bahwa indulgensi bisa diterapkan bagi diri sendiri, tetapi tidak bisa diterapkan bagi orang lain yang masih hidup. Mereka yang masih hidup harus mengusahakan indulgensi sendiri. Keterlekatan kepada objek dosa dan kerusakan rohani dalam diri seseorang hanya bisa diperbaiki dengan keikutsertaan bebas dari orang yang bersangkutan.
Indulgensi bisa diterapkan juga bagi orang lain, jika orang itu sudah meninggal dunia, yaitu jiwa-jiwa di Api Penyucian, agar mereka dapat melepaskan keterlekatan kepada objek dosa dan memperbaiki sikap batin yang rusak, sehingga bisa cepat masuk surga. Indulgensi akan memulihkan sebagian atau seluruh dari keterlekatan atau kerusakan sikap batin yang rusak itu.
Apakah indulgensi bisa dikirimkan untuk semua arwah?
Indulgensi berkaitan harta kekayaan Gereja dan wewenang Gereja menerapkan kepada para anggota. Maka, ketentuan Hukum Gereja berkata, “Agar seseorang dapat memperoleh indulgensi haruslah ia sudah dibaptis, tidak diekskomunikasi, dalam keadaan rahmat sekurang-kurangnya pada akhir perbuatan yang diperintahkan.” (KHK Kan 996 # 1). “Sedang agar seseorang yang mampu sungguh-sungguh memperolehnya haruslah ia sekurang-kurangnya bermaksud memperolehnya serta melaksanakan perbuatan-perbuatan yang disajikan, pada waktu yang ditentukan dan dengan cara yang semestinya, menurut garis petunjuk pemberian itu.” (KHK Kan 996 # 2). Dua ketentuan Hukum Gereja ini mengatur bahwa hanya mereka yang sudah dibaptis bisa menerima pengurangan “siksa dosa sementara” melalui indulgensi.
Penulis : Petrus Maria Handoko CM
Sumber : hidupkatolik.com, Rabu, 2 Desember 2015 15:10 WIB.