Jumat, 21 Desember 2012

Apa itu Stigmata ?

 

Stigmata (stigma tunggal) adalah tanda tubuh, luka, atau sensasi rasa sakit yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang.Termasuk dalam tanda sengsara ini adalah luka-luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka di kepala akibat mahkota duri, dan luka bilur-bilur penderaan di sekujur tubuh, teristimewa di punggung.


Istilah ini berasal dari garis pada akhir Santo Paulus 's Surat kepada jemaat Galatia di mana ia berkata, "Saya pada tubuhku tanda-tanda Yesus." Stigmata adalah jamak dari kata Yunani stigma στίγμα, yang berarti tanda, tato , atau merek seperti yang mungkin telah digunakan untuk identifikasi hewan atau budak . Sebuah bantalan Stigmata individu disebut sebagai stigmatis atau stigmatist a.

Selama lebih dari lima puluh tahun Padre Pio dari Pietrelcina dari Ordo Kapusin Friar Kecil melaporkan stigmata yang diteliti oleh beberapa dokter abad ke-20, yang merdeka dari Gereja tidak diketahui. Pengamatan dilaporkan dijelaskan dan luka tidak pernah menjadi terinfeksi.

Persentase yang tinggi (mungkin lebih dari 80%) dari semua stigmatis adalah perempuan. Dalam Stigmata nya: Suatu Fenomena Abad Pertengahan di Zaman Modern, Edward Harrison menunjukkan bahwa tidak ada mekanisme tunggal dimana tanda-tanda stigmata diproduksi.

Seorang stigmatis, yaitu orang yang menderita akibat stigmata, dapat memiliki satu, atau beberapa, atau bahkan semua tanda sengsara itu. Stigmata dapat kelihatan, dapat pula tidak kelihatan; dapat permanen, dapat pula sementara waktu saja. 
Stigmatis Terkemuka
  1. Santo Paulus Rasul
  2. Blessed Lucia Brocadelli  dari Narni
  3. Saint Catherine dari Ricci
  4. Saint Catherine dari Siena
  5. Blessed Anne Catherine Emmerich
  6. Saint Francesco dari Assisi
  7. Saint Gemma Galgani
  8. Saint Veronica Giuliani
  9. Saint John of God
  10. Saint Faustina Kowalska
  11. Saint Marie Inkarnasi
  12. Marie Rose Ferron
  13. Marcelline Pauper , anggota Suster Cinta Kasih dari Nevers
  14. Marthe Robin
  15. Therese Neumann
  16. Saint Padre Pio dari Pietrelcina
  17. Saint Rita dari Cascia
  18. Zlatko Sudac
  19. Natuzza Evolo

Sebagian orang yang tidak percaya, akan menghubungkan tanda luka-luka yang demikian, yang muncul atas diri seseorang, dengan suatu penyakit atau bahkan dengan suatu kondisi psikologis tanpa memikirkan gagasan adikodrati. Tentu saja, Gereja juga pertama-tama berusaha memastikan bahwa luka-luka tersebut bukan berasal dari sebab-sebab alamiah, dan mencari bukti adikodrati guna membuktikan bahwa stigmata tersebut sungguh merupakan suatu tanda dari Tuhan. Gereja juga hendak memastikan bahwa stigmata tersebut bukanlah suatu tanda dari setan guna membangkitkan suatu kegemparan rohani yang menyesatkan orang banyak. Oleh sebab itu, karena stigmata merupakan suatu tanda persatuan dengan Tuhan kita yang tersalib, seorang yang benar-benar stigmatis haruslah hidup dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan dengan gagah berani, tabah dalam menanggung penderitaan baik fisik maupun jiwa, dan hampir senantiasa mencapai tingkat persatuan ekstasis dengan-Nya dalam doa.

Tanda luka-luka dari stigmata yang benar itu sendiri juga berbeda dari luka-luka yang timbul akibat penyakit: 
  1. Stigmata yang benar, sesuai dengan luka-luka Tuhan kita, sedangkan luka-luka yang timbul akibat penyakit akan muncul secara acak pada tubuh.  
  2. Stigmata yang benar, mencucurkan darah teristimewa pada hari-hari di mana dikenangkan Sengsara Yesus (misalnya pada hari Jumat dan Jumat Agung), sementara luka-luka yang timbul akibat penyakit tidak demikian. 
  3. Stigmata yang benar, memancarkan darah yang bersih serta murni, sedangkan yang timbul akibat penyakit memancarkan darah yang disertai nanah. 
  4. Darah yang memancar dari stigmata yang benar, sekali waktu dapat terpancar dalam jumlah besar tanpa mencelakakan sang stigmatis, sedangkan yang berasal dari penyakit akan melemahkan orang secara serius hingga diperlukan transfusi darah. 
  5. Stigmata yang benar, tak dapat disembuhkan baik melalui medis ataupun perawatan lainnya, sedangkan yang timbul akibat penyakit dapat disembuhkan. 
  6. Yang terakhir, stigmata yang benar, muncul secara tiba-tiba, sedangkan yang timbul akibat penyakit muncul perlahan-lahan seturut periode waktu dan dapat dihubungkan dengan penyebab psikologis dan fisik yang utama.
  7. Para stigmatis yang benar, mengalami keterkejutan atas munculnya stigmata. Tanda ini bukanlah sesuatu yang mereka “mohon dalam doa”. Terlebih lagi, dalam kerendahan hati, seringkali mereka berusaha menyembunyikannya agar tak menarik perhatian orang terhadap dirinya.

St Fransiskus Assisi
(1181 - 1226)

Stigmatis pertama “yang dinyatakan sah” adalah St Fransiskus dari Assisi (1181 - 1226). Pada bulan Agustus tahun 1224, ia dan beberapa biarawan Fransiskan lainnya mengadakan perjalanan ke Mount Alvernia di Umbria, dekat Assisi, untuk berdoa. Di sana, St Fransiskus memohon untuk diperkenankan ikut ambil bagian dalam sengsara Kristus. Pada Pesta Salib Suci, 14 September 1224, St Fransiskus mendapat penglihatan: ia dipeluk oleh Yesus yang tersalib. Sengsara dari Jumat Agung yang pertama tercurah atas dirinya, dan ia menerima stigmata. St Fransiskus berusaha menyembunyikan tanda karunia ilahi ini dari yang lainnya, dengan membalut kedua tangannya dengan jubahnya dan mengenakan sepatu serta kaus kaki (yang tidak biasa ia lakukan). Lama-kelamaan, rekan-rekan biarawan memperhatikan perubahan dalam cara berpakaian St Fransiskus dan juga sengsara fisiknya, maka terungkaplah rahasia stigmatanya. 
Pada akhirnya, atas nasehat para rekan biarawan, St Fransiskus mulai membiarkan stigmatanya terlihat orang lain. St Fransiskus mengatakan, “Tak suatupun yang memberiku penghiburan begitu besar selain dari merenungkan hidup dan sengsara Tuhan kita. Andai aku hidup hingga akhir jaman, aku tak akan membutuhkan buku lain.” Sudah tentu, kasih St Fransiskus kepada Tuhan kita yang tersalib, yang diungkapkannya melalui perhatiannya kepada mereka yang malang dan menderita, mendatangkan karunia stigmata baginya.


St Katarina dari Sienna 
(1347-1380)

St Katarina dari Sienna (1347-1380), yang dianugerahi pengalaman-pengalaman mistik dan penglihatan-penglihatan sejak ia masih berusia enam tahun, juga dianugerahi stigmata. Pada bulan Februari 1375, ketika mengunjungi Pisa, ia ikut ambil bagian dalam Misa di Gereja St Kristina. Setelah menyambut Komuni Kudus, ia tenggelam dalam meditasi mendalam, sementara matanya menatap lekat pada salib. 
Sekonyong-konyong, dari salib datanglah lima berkas sinar berwarna merah darah yang menembusi kedua tangan, kaki dan lambungnya, mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa hebat hingga ia jatuh tak sadarkan diri. St Katarina dari Sienna menerima stigmata, yang hanya tampak olehnya saja, hingga sesudah akhir hayatnya.
 
Santa Gemma Galgani adalah seorang anak yatim. Usianya 23 tahun dan berhasrat menjadi biarawati. Namun kehendak alam tidak mengijinkan dirinya menggenakan jubah putih itu. Dia menderita penyakitTBC tulang belakang. Dia menerima nasibnya dengan pasrah dan akhirnya bekerja sebagai pembantu rumaha tangga. Tapi Gemma tidak lupa pada cita-citanya. Dia tetap rajin berdoa dan sangat taat kepada Tuhannya. Suatu hari ketika sedang berdoa menjelang hari peringatan penyaliban Yesus Kristus, Gemma mengalami sebuah penglihatan yang mengubah jalan hidupnya. Keesokan harinya, saat membuka pintu kamar Gemma, ibunya menjerit ketakutan. Tangan dan pungung Gemma dipenuhi tanda seperti bilur-bilur luka dan pakainnya basah oleh darah. Inilah gejala awal dimulainya Stigmata.

Stigmata selalu terjadi pada hari Kamis dan menghilang dengan sendirinya keesokan harinya. Luka stigmata biasanya menutup pada hari Jumat dengan meninggalkan bekas berwarna keputih putihan.

Teresa Neumann, seorang Bavaria yang miskin menderita sakit yang tidak bisa disembuhkan. Dia mengalami Stigmata di tahun 1926. Luka-luka muncul di daerah tangan, lambung, dan dahinya. Bobot badannya turun drastis. Sejumlah dokter yang memeriksanya heran melihat kenyataan itu. Dunia kedokteran lebih dikejutkan lagi dengan fakta aneh pada diri Theresia. Meskipun wanita itu tidak mengeluarkan sekresi (keringat, air seni, feces dsb.) dan sistim pencernaan nya rusak, dia bisa berumur panjang.



Cloretta Robinson seorang bocah seumur 10 tahun, mengalami Stigmata pada tahun 1972. Dia mampu hidup selama 19 hari setelah kejadian itu. Kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan, sebab dia warga kulit hitam non Katholik yang mengalami Stigmata. Ada kasus lain yang tentang seseorang yang menangis darah yang dianggap sebagai tanda stigmata sesungguhnya.


St Padre Pio dari Pietrelcina (1887-1968)

Mungkin stigmatis yang paling termasyhur adalah St Padre Pio. Ia dilahirkan pada tahun 1887, dianugerahi penglihatan-penglihatan sejak umurnya masih lima tahun, dan sejak usia dini telah memutuskan untuk mengabdikan hidupnya bagi Tuhan. Padre Pio masuk biara Kapusin Fransiskan pada tahun 1903 dan ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1910. Katanya, “Aku terbakar habis oleh kasih kepada Tuhan dan oleh kasih kepada sesamaku.”              

Pada tanggal 5 Agustus 1918, Padre Pio mendapat penglihatan di mana ia merasa dirinya ditikam dengan sebilah tombak; sesudahnya luka akibat tikaman tombak itu tinggal pada tubuhnya. Kemudian, pada tanggal 20 September 1918, saat ia memanjatkan syukur sesudah perayaan Misa, ia juga menerima luka-luka Tuhan kita di kedua kaki dan tangannya. Setiap hari, Padre Pio kehilangan sekitar satu cangkir darah; luka-luka itu tidak pernah menutup ataupun bertambah parah. Pula, bukannya bau darah, melainkan bau harum yang semerbak terpancar dari luka-lukanya.

Sepanjang hidupnya, Padre Pio memahami benar kedahsyatan sengsara Juruselamat kita akibat tangan-tangan mereka yang berada di dalam maupun di luar Gereja, juga akibat setan. Walau demikian, Padre Pio mengatakan, “Aku ini hanyalah suatu alat dalam tangan Tuhan. Aku berguna hanya jika dikendalikan oleh Penggerak Ilahi.” Stigmata tinggal dalam tubuh Padre Pio hingga akhir hayatnya. Paus Paulus VI berkata tentangnya, “Lihat, betapa masyhurnya dia, betapa seluruh dunia berkumpul sekelilingnya! Tetapi mengapa? Apakah mungkin karena ia seorang filsuf? Karena ia bijak? Karena ia cakap dalam pelayanan? Karena ia mempersembahkan Misa dengan rendah hati, mendengarkan pengakuan dosa dari fajar hingga gelap dan - tak mudah mengatakannya - ia adalah dia yang menyandang luka-luka Tuhan kita.”

Tak banyak dari antara para kudus yang dianugerahi stigmata; dan mereka yang dianugerahinya, seperti St Fransiskus, St Katarina dan St Padre Pio, memahami secara mendalam sengsara Tuhan kita. Sementara stigmata mungkin membangkitkan rasa takjub kita, tanda itu sendiri dan mereka yang menderitanya hendaknya menjadi inspirasi bagi kita dalam mengejar persatuan yang lebih mesra dengan Tuhan kita, teristimewa dengan sering menerima Sakramen Tobat dan menyambut Ekaristi Kudus.

Penelitian ilmiah stigmata

Beberapa penelitian modern telah menunjukkan stigmata adalah dari histeris asal, atau terkait dengan gangguan identitas disosiatif, terutama hubungan antara diet dengan penyempitan diri kelaparan , keadaan mental disosiatif dan melukai diri sendiri , dalam konteks keyakinan agama . Anorexia nervosa sering menampilkan kasus mutilasi diri yang mirip dengan stigmata sebagai bagian dari, ritual gangguan obsesif kompulsif . Sebuah hubungan antara kelaparan dan self-mutilasi telah dilaporkan di antara tawanan perang dan selama kelaparan .  Sebuah studi psikoanalisis stigmatis Therese Neumann telah menyarankan bahwa stigmata itu dihasilkan dari stres pasca-trauma gejala dinyatakan dalam ketidaksadaran mutilasi diri melalui autosuggestibility normal.

Dalam Stigmata nya: Suatu Fenomena Abad Pertengahan di Zaman Modern, Edward Harrison menunjukkan bahwa tidak ada mekanisme tunggal dimana tanda-tanda stigmata diproduksi. Harrison tidak menemukan bukti dari studi kasus kontemporer yang tanda yang supranatural dalam asal. Dia menyimpulkan, bagaimanapun, bahwa tanda asal alam tidak perlu menjadi hoax. Beberapa stigmatis yang ditandai sendiri dalam upaya untuk menderita bersama Kristus sebagai bentuk kesalehan. Lain ditandai sendiri sengaja dan tanda mereka tercatat sebagai stigmata oleh saksi. Seringkali tanda dari manusia menghasilkan respon religius yang mendalam dan tulus. Harrison juga mencatat bahwa rasio laki-perempuan stigmatis, yang selama berabad-abad telah dari urutan 7 sampai 1, telah berubah selama 100 tahun terakhir dengan rasio 5:4. Penampilan stigmata sering bertepatan dengan waktu ketika isu otoritas tampak besar di Gereja. Apa yang penting mengenai stigmatis tidak bahwa mereka terutama pria, tetapi bahwa mereka adalah non-ditahbiskan. Setelah stigmata memberi mereka akses langsung ke tubuh Kristus tanpa memerlukan izin dari Gereja melalui Ekaristi . Hanya pada abad terakhir telah imam telah stigma.

Dari catatan penyakit fisik St Fransiskus dan gejala, Dr Edward Hartung menyimpulkan pada 1935 bahwa ia tahu apa masalah kesehatan melanda orang suci. Hartung percaya bahwa ia memiliki penyakit mata yang dikenal sebagai trachoma , tetapi juga memiliki malaria quartan . Malaria quartan menginfeksi hati , limpa , dan lambung , menyebabkan rasa sakit korban intens. Salah satu komplikasi dari malaria quartan kadang-kadang terlihat sekitar waktu Francis dikenal sebagai purpura , perdarahan ungu darah ke kulit. Purpuras biasanya terjadi secara simetris , sehingga setiap tangan dan kaki akan terpengaruh sama. Jika ini adalah kasus Santo Fransiskus, ia akan telah menderita oleh ekimosis, purpura yang sangat besar. Bintik-bintik ungu darah mungkin telah tertusuk sementara di padang gurun dan karena itu muncul sebagai luka terbuka seperti itu dari Kristus.  
Sumber : 
  1. http://en.wikipedia.org/wiki/Stigmata, 16 December 2012 at 07:38.
  2. http://yesaya.indocell.net/, Romo William P. Saunders
  3. http://forum.viva.co.id/iptek/640241-fenomena-stigmata.html,  19 Desember 2012, 01:32 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar