Minggu, 16 Juni 2013

Allah Tritunggal Mahakudus.


Mengapa wahyu tentang Allah Tritunggal baru diberikan dalam Perjanjian Baru, dan bukan dalam Perjanjian Lama? Apakah benar kalau dikatakan bahwa Allah Bapa berkarya pada Perjanjian Lama, Allah Putra pada Perjanjian Baru sampai Kenaikan Tuhan ke Surga, dan kemudian Allah Roh Kudus mulai Pentakosta? Apakah Saksi Yehovah mengakui Allah Tritunggal?

Ani Sugiharto, Yogyakarta


Pertama, sulit memastikan alasan Allah bahwa wahyu tentang Allah Tritunggal Mahakudus baru diberikan pada Perjanjian Baru dan tidak pada Perjanjian Lama. Yang bisa kita lakukan ialah mencari alasan yang secara teologis dipandang paling pantas menjadi alasan Allah. Beberapa ahli mengatakan, dalam Perjanjian Lama, Allah ingin memantapkan ajaran tentang monoteisme. Di sekitar Israel, ada banyak suku yang mengakui banyak dewa (politeisme), sehingga Israel belum siap menerima wahyu tentang Allah Tritunggal Mahakudus. Sesudah Israel dengan mantap mengakui monoteisme, maka Israel siap menerima wahyu tentang Tritunggal.

Memang dalam Perjanjian Lama, wahyu tentang Allah Tritunggal Mahakudus hanyalah ditandakan secara sangat samar. Baru dalam Perjanjian Baru, Yesus memberikan pengajaran yang jelas tentang Allah Tritunggal Mahakudus. Meskipun demikian, harus dikatakan bahwa rumusan tentang Allah Tritunggal adalah kesimpulan Gereja. Bahkan kata “Tritunggal” itu juga tidak ditemukan dalam Kitab Suci, tetapi merupakan ciptaan Gereja. Hal ini bisa dibenarkan, karena Allah menghendaki manusia secara aktif mengerti dan merumuskan misteri iman diri Allah. Gereja tidak merekayasa, tetapi hanya menyimpulkan dan merumuskan ajaran Yesus: “Aku dan Bapa adalah satu.” (Yoh 10:30) Keyakinan bahwa Roh Kudus adalah pribadi juga bukanlah rekayasa Gereja, tapi sudah nampak dalam Perjanjian Baru. St Petrus berkata: “Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus ... Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah.” (Kis 5:3-4).


Kedua, misteri Allah Tritunggal bisa dikatakan sebagai misteri kegiatan internal Allah, yaitu kegiatan Allah dalam dirinya sendiri, di mana setiap Pribadi mempunyai andil-Nya yang khas. Karya keluar diri Allah, misalnya penciptaan dan semua relasinya dengan makhluk ciptaan, pemeliharaan dan pewahyuan, serta pengudusan, adalah karya bersama dari ketiga Pribadi. Misalnya, keputusan ilahi untuk mengutus seorang Penebus ke dalam dunia, pembentukan kodrat insani dari Kristus dalam rahim Maria, penyatuan kodrat insani dengan Allah Putra dalam kesatuan pribadi, keputusan untuk menerima kurban salib sebagai penebusan atas dosa manusia. Semua tindakan ini adalah tindakan Allah, sebagai Allah, dan dilakukan secara bersama.

Jadi, tindakan Allah dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan sesudah Pentakosta, adalah tindakan Allah secara bersama. Tetapi di lain pihak, tindakan Kristus sebagai manusia, yaitu tindakantindakan yang dilakukan oleh kodrat insani-Nya, adalah tindakan Kristus sendiri. Tetapi juga terbuka penerapan secara khas, misalnya kita berkata bahwa karena Bapa adalah kepala seluruh Tritunggal, maka Bapa adalah Pelaku Penciptaan. Tentang Roh Kudus, karena Dia adalah Kasih Ilahi, maka Roh Kudus adalah Pelaku Pengudusan. Inilah yang disebut “apropriasi”.

Apropriasi adalah merujukkan sebuah karya, nama atau predikat kepada salah satu Pribadi Ilahi seolah-olah hal itu hanya dilakukan Pribadi itu sendiri, meskipun sebenarnya hal itu adalah milik atau dilakukan bersama oleh ketiga Pribadi Ilahi. Hal ini kita lakukan sesuai dengan ajaran Kitab Suci atau Kristus sendiri. Apropriasi membantu kita mengerti relasi timbal-balik dari ketiga pribadi dan membantu kita untuk memberikan penghormatan dan kasih yang seharusnya.


Ketiga, sekte Saksi Yehovah tidak mengakui misteri Allah Tritunggal Mahakudus dan menyatakan bahwa ajaran tentang Tritunggal adalah rekayasa Gereja pada abad keempat. Kristus itu bukan Allah, tapi hanyalah Utusan ilahi. Demikian pula Roh Kudus bukanlah pribadi ketiga, tapi hanyalah kekuatan dari kegiatan Allah. Menurut mereka, hanya Yahwe satu-satunya Allah.

Penulis : Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
Sumber : http://www.hidupkatolik.com/, Kamis, 13 Juni 2013 15:08 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar