Jumat, 28 Februari 2014

Benarkah Kisah Penciptaan = Dongeng ?


Jika teori evolusi tidak ditolak Gereja (HIDUP No 39, 29 September 2013), lalu apakah kisah penciptaan (Kej 1 dan 2) hanya menjadi dongeng untuk anak-anak saja? Bukankah tidak benar bahwa Allah menciptakan manusia dari tanah liat? Apa arti manusia diciptakan dari tanah liat?
Alexandra Ignatia Jasnagora, Pontianak


  • Pertama, dalam uraian tentang Allah dan teori evolusi yang dirujuk di atas, dengan jelas dinyatakan bahwa teori evolusi tidak meniadakan kisah penciptaan, tetapi kedua hal tersebut bisa disatukan. Teori evolusi menjawab pertanyaan tentang bagaimana (how), sedangkan kisah penciptaan menjawab pertanyaan tentang siapa, apa, dan mengapa (who, what, why). Karena itu, butir-butir pengajaran iman yang disampaikan kisah penciptaan tetap harus diperhitungkan dan bukan hanya untuk konsumsi anak-anak. Mari kita menimba lebih lanjut butir-butir iman dari kisah penciptaan.

  • Kedua, penciptaan manusia dari debu tanah oleh Allah (Kej 2:7) hendak mengajarkan sebuah hikmah yang mendalam, yaitu semua manusia adalah hasil karya khusus tangan Allah. Allah bertindak seperti tukang periuk (bdk Yer 18:1-6; Rom 9:20-21) yang membentuk dari tanah liat. Kata Ibrani adam berarti manusia, dan kata adamah berarti tanah. Adam (manusia) adalah yang berasal dari adamah (tanah). Manusia tidak sama dengan binatang, karena tiap manusia dipikirkan secara khusus oleh Allah. Allah tidak membuat manusia dengan cetakan secara massal, tetapi untuk masing-masing manusia, Allah mempunyai rencana yang khusus dan khas. Tanah liat juga menunjukkan kemudah pecahan (Inggris: fragility) atau manusia yang mudah jatuh ke dalam dosa. Manusia adalah bejana tanah liat yang mudah pecah, tidak mempunyai kekuatan sendiri dalam dirinya. Tanah liat juga menunjukkan kesamaan manusia dengan ciptaan-ciptaan lain. Pohon-pohon ditumbuhkan dari tanah dan binatang dibentuk dari tanah (Kej 2:9). Semua ciptaan ini dibuat dari tanah dan pada akhirnya akan kembali menjadi debu tanah, sama seperti manusia (Kej 3:19). Ini berarti, manusia itu fana, seperti ciptaan yang lain.

  • Ketiga, ungkapan Tuhan Allah “menghembuskan nafas hidup” (Kej 2:7), mengajarkan butir iman bahwa Allah-lah yang memberi hidup kepada manusia dengan memberikan Roh-Nya kepada manusia. Dalam diri manusia, ada kehadiran percikan khusus dari hidup yang berasal dari Allah. Dengan demikian ditegaskan bahwa asal-usul hidup manusia bukan hasil reaksi dari alam semesta, tetapi dari Allah. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa hidup manusia bergantung pada Allah. Jadi, manusia adalah, di satu pihak makhluk yang fana sama seperti ciptaan yang lain, di lain pihak, dalam diri manusia juga ada roh yang menghidupkan, yang kekal karena berasal dari Allah dan membedakan manusia dari ciptaan yang lain. Karena itu manusia adalah superior, misterius, kudus, dan makhluk yang lebih agung dibandingkan ciptaan yang lain. Rasul Paulus mengungkapkan kemudahpecahan manusia dan ketergantungan manusia pada Allah itu secara indah, “tetapi harta itu kita punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.” (2 Kor 4:7).

  • Keempat, Allah menciptakan segala binatang, tetapi memberikan kuasa kepada manusia untuk memberi nama (Kej 2:19-20). “Memberi nama” secara biblis berarti mempunyai kuasa atas atau memiliki hal yang diberi nama. Seperti jika seorang bapak memberi nama pada anaknya, maka bapak itu mempunyai kuasa atas dan memiliki anak itu. Pemberian nama pada binatang menunjukkan kuasa manusia atas binatang. Karena diciptakan sebagai citra Allah, manusia tidak hanya menguasai binatang-binatang, tetapi seluruh alam semesta (Kej 1:28). Roh Sang Pencipta yang memampukan manusia menjadi “allah kecil” atas alam semesta. Manusia adalah citra Allah.

Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
Sumber: http://www.hidupkatolik.com/Kamis, 6 Februari 2014 16:01 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar