Selasa, 28 April 2015

Yesus Wafat di Salib atau di Tiang?


Ada sebagian orang percaya bahwa Yesus disalib di tiang dan bukan dipaku di tiang berbentuk salib. Sebenarnya fakta bahwa Yesus benar- benar disalibkan [artinya dipaku di tiang berbentuk salib] sesungguhnya tertulis dalam Kitab Suci, dan dapat dipelajari dari fakta- fakta sejarah.

1. Dari Kitab Suci:

Yesus berkata: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” (Mat 20:18-19)

“Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya. Kemudian mereka membawa Dia ke luar untuk disalibkan. Ketika mereka berjalan ke luar kota, mereka berjumpa dengan seorang dari Kirene yang bernama Simon. Orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus.” (Mat 27:31-32, lih. Mrk 15:20-21, Luk 23:26)

“Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya.” (Matius 27:38, lih. Mrk 15:27-28)

Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya, (Luk 23:33, lih. Yoh 19:18)

“Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.” (Mat 27:42)

Sementara mereka berdiri termangu-mangu karena hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian yang berkilau-kilauan. Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi kedua orang itu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga.” (Luk 24:4-7)


2. Dari tulisan Bapa Gereja

a. St. Ignatius dari Antiokhia (35-117)

“Aku memuliakan Yesus Kristus, Tuhan yang telah melimpahi kamu dengan kebijaksanaan sedemikian….  Tentang Tuhan kita, kamu telah sepenuhnya yakin bahwa Ia adalah keturunan Daud menurut kemanusiaan-Nya, dan Sang Putera Allah menurut kehendak dan kuasa-Nya; bahwa Ia  sungguh lahir dari seorang Perawan dan dibaptis oleh Yohanes agar segala pelaksanaan hukum dapat digenapi oleh-Nya (Mat 3:15); bahwa di dalam tubuh-Nya Ia sungguh-sungguh dipakukan di kayu salib demi kita, di bawah pemerintahan Pontius Pilatus dan Herodes, sang tetrakh, yang dari kisah Sengsara-Nya itu kita adalah buahnya, sehingga melalui kebangkitan-Nya, Ia dapat membangkitkan untuk sepanjang segala abad, sebuah standar bagi para orang kudus dan umat beriman di dalam satu tubuh Gereja-Nya, baik itu di kalangan orang Yahudi ataupun non- Yahudi.” (St. Ignatius of Antioch, Letter to the Smyrnaeans, Ch. 1)

b. St. Yustinus Martir (100-165)

“Jika, dengan demikian Bapa menghendaki agar Kristus mengambil bagi-Nya kutuk atas seluruh umat manusia, dengan memahami bahwa, setelah Ia disalibkan dan wafat, Ia akan membangkitkan Dia, mengapa kamu mempertanyakan tentang-Nya, yang taat untuk menderita semuanya ini menurut kehendak Bapa, seolah Ia dikutuk, dan bukannya malah menangisi dirimu sendiri?….” (St. Justin Martyr, Dialogue with Trypho, ch. 95)


3. Dari fakta sejarah

a. Sejarah mencatat bahwa penyaliban merupakan salah satu cara hukuman mati yang dilakukan di Persia, Seleusia, Carthage dan Roma sekitar abad 6 BC sampai abad 4 AD.

Tahun 337 hukuman penyaliban ini dihapuskan oleh Kaisar Konstantin di Roma. Memang istilah ‘crucifixion‘ dapat mengacu kepada hukuman siksaan di tiang ataupun pada pohon, namun juga dapat berarti pemakuan pada kombinasi palang kayu tiang terdiri dari tiang vertikal dan horizontal. Jika palang horizontal digunakan maka narapidana tersebut dipaksa untuk memanggulnya di bahunya, yang kemungkinan sudah luka- luka karena cambukan, ke tempat penyaliban. Sedangkan tiang vertikalnya umumnya sudah ada di tempat penyaliban. Kitab Suci mengatakan, bahwa setelah didera/ dihajar (lih. Luk 23:16) Yesus dibawa keluar untuk disalibkan, dan kemudian Simon dari Kirene dipaksa untuk membantu memikul salib Kristus (lih. Mrk 15: 21, Luk 23:16). Maka kita ketahui di sini bahwa Yesus disalibkan dengan pada tiang dengan palang mendatar/ horizontal, sebab palang inilah yang dipikul-Nya dan oleh Simon yang kemudian membantu-Nya.


b. Josephus (37-100), seorang sejarahwan Yahudi pada abad awal menuliskan beberapa cara penyiksaan dan posisi penyaliban pada sekitar keruntuhan Yerusalem di abad pertama.


Terdapat banyak cara penyaliban, namun yang umum adalah dengan palang salib horisontal tepat di di atas tiang sehingga membentuk huruf “T” atau palang tersebut diletakkan sedikit ke bawah seperti yang umum dikenal oleh kita umat Kristiani sebagai salib Kristus.

Josephus menuliskan demikian:
“SEKARANG, SEKITAR WAKTU INI, YESUS, SEORANG YANG BIJAK, KALAU ITU BENAR/ LAWFUL MEMANGGILNYA SEBAGAI MANUSIA; SEBAB IA ADALAH SEORANG PEMBUAT MUKJIZAT, SEORANG GURU BAGI ORANG- ORANG YANG MENERIMA KEBENARAN DENGAN SUKA CITA. IA MENARIK KEPADANYA BANYAK ORANG YAHUDI MAUPUN NON- YAHUDI. IA ADALAH KRISTUS. DAN KETIKA PILATUS, ATAS DORONGAN PARA PEMIMPIN DI ANTARA KITA, TELAH MENGHUKUMNYA KE SALIB, MEREKA YANG MENGASIHINYA TIDAK MENINGGALKAN DIA; SEBAB IA MENAMPAKKAN DIRI KEPADA MEREKA PADA HARI KETIGA; SEPERTI DINUBUATKAN OLEH PARA NABI TENTANG HAL INI DAN SEPULUH RIBU HAL AJAIB LAINNYA TENTANG DIA. DAN SUKU KRISTEN, YANG MENGAMBIL NAMA DARINYA, TIDAK PUNAH SAMPAI HARI INI…” (JOSEPHUS, ANTIQUITIES OF THE JEWS, XVIII, 3:8-10)

Tulisan- tulisan pertama yang menjabarkan tentang penyaliban Yesus tidak secara khusus menyebutkan bentuk salib-Nya, tetapi tulisan-tulisan sekitar tahun 100 menyebutkan salib Kristus tersebut berbentuk T (huruf Tunani ‘tau’, seperti dituliskan dalam Surat Barnabas bab 9) atau komposisi palang vertikal dan horizontal, dengan sedikit tonjolan di atas- nya (lih. Irenaeus (130-202) Adversus Haereses II, xxiv,4). Ini cocok dengan penjabaran Mat 27:37, yang menuliskan bahwa di atas kepala Yesus, terpasang tulisan, “Inilah Yesus Raja orang Yahudi”.


c. Penemuan terkini tentang penyaliban adalah melalui penemuan arkeologis dari penggalian tahun 1968 di sekitar arah timur laut Yerusalem.

Ditemukan sebuah sisa- sisa jenazah seorang laki- laki, yang diidentifikasikan sebagai Yohan Ben Ha’galgol, yang meninggal tahun 70 AD. Analisa yang dilakukan oleh Hadassah Medical School, menyatakan bahwa luka-luka di tubuhnya seuai dengan yang dikisahkan sebagai luka- luka pada penyaliban Kristus. Penemuan lainnya adalah yang juga berasal dari abad pertama, dengan penemuan tulang kaki dengan paku, yang ditemukan di Yerusalem, yang kini disimpan oleh Israel Antiquities Authority di Israel Museum, juga menggambarkan luka- luka di kaki akibat penyaliban.


d. Bukti dari Kain kafan Turin (The Shroud of Turin), yang selengkapnya dapat dibaca di situs ini, silakan klik.

Pihak Vatikan memang belum mengeluarkan pernyataan resmi tentang keotentikan kain kafan Turin ini, namun dari data- data yang dapat kita baca mengenai penyelidikan sains tentang kain ini, semakin menunjukkan bukti yang cukup kuat bahwa kain ini bukan merupakan produk forgery/ pemalsuan dari abad pertengahan.

Dari informasi yang dapat kita baca di link di atas, kain kafan Turin diyakini sebagai kain yang membungkus jenazah Yesus pada saat Ia dikuburkan. Menurut fakta sejarah, kain ini pertama ditemukan di dinding kota Edessa (antara tahun 525-544) ketika kota itu diserang pasukan Persia. Sebelum kejadian itu tidaklah diketahui dengan pasti kisah dari kain Turin ini. Menurut sejarahwan Ian Wilson, yang mempelajari tradisi dan tulisan- tulisan pada abad awal, kemungkinan murid Yesus yang bernama Addai [Yudas Thaddeus] membawa kain kafan ini dari Yerusalem ke Edessa atas permintaan Raja Akbar V, yang pada saat itu sakit keras. Namun kemudian cucu dari Raja Akbar V tersebut menyerang umat Kristen, sehingga kain tersebut hilang ataupun disembunyikan. Kisah tentang Raja Akbar V ini dimuat dalam catatan sejarah Eusebius. Selanjutnya, berabad kemudian kain kafan ini ditemukan kembali oleh seorang prajurit Perancis, Geoffrey de Charny (1349), yang diperolehnya dari Konstantinopel.

Sejarah menunjukkan bahwa telah diadakan berkali- kali pemeriksaan akan keotentikan kain kafan dan gambar yang tercetak pada kain tersebut, yang padanya ‘tercetak’ gambar tubuh seorang laki- laki dengan luka- luka penyaliban. Jadi terdapat dua jenis gambar pada kain itu, yaitu bercak darah yang disebabkan oleh luka- luka; dan gambar rupa manusia yang bukan disebabkan oleh bercak darah. Asal gambar ini tidak dapat dijelaskan menurut para ahli yang telah meneliti kain kafan tersebut. Yang jelas, gambar itu bukan hasil pencetakan/ lukisan, dan bukan pula berasal dari darah atau karena persentuhan dengan tubuh manusia. (lih. Ray Rogers, Comments on the Book, The Resurrection of the Shroud by Mark Antonacci, 2001, p.4)


Melalui gambar tersebut, terdapat bukti luka- luka sebagai berikut:
  •  Luka cambukan, sebanyak 120 buah (menurut Giulio Ricci 220 buah). Walaupun batas pencambukan menurut hukum Yahudi adalah 40, namun kemungkinan prajurit Romawi tidak mengikuti aturan ini, atau cambukannya terdiri dari tiga cabang sehingga semuanya berjumlah 120 cambukan.
  • Luka pada mahkota duri di kepala
  • Luka bekas paku di tangan dan kaki.
  • Memar di muka, fraktur di hidung, luka besar di pipi kanan, luka di bawah mata kanan sehingga membuat mata kanan menutup, darah dari kedua lubang hidung, dan pipi sebelah kiri.
  • Luka besar di bahu, akibat memikul salib. Ini cocok dengan deskripsi bahwa Yesus memikul palang salib horizontal di bahu-Nya ke Golgota, walau di tengah jalan Simon dari Kirene dipaksa oleh para serdadu untuk membantu-Nya.
  • Tidak ada tulang-Nya yang dipatahkan. Luka paku 7 inci terlihat pada kakinya.
  • Luka pada lambungnya, karena tikaman.


3. Kesimpulannya: dari ayat- ayat Kitab Suci maupun fakta sejarah, kita ketahui bahwa Yesus disalibkan di tiang yang terdiri dari palang vertikal dan horisontal (bentuk salib), jadi bukan ‘hanya’ pada tiang/ pohon vertikal.

Demikianlah sekilas yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan anda. Suatu saat nanti mungkin Katolisitas akan menuliskan tentang hasil penelitian Kain kafan Turin ini secara lebih mendetail. Memang di saat yang lalu ada laporan yang bernada skeptikal tentang kain ini, namun berdasarkan penelitian terakhir, cukup banyak ditemukan bukti- bukti yang mendukung keotentikan kain ini, setidaknya mematahkan argumen bahwa gambar pada kain ini hanya karya artis pada jaman Abad Pertengahan.

Catatan:
Informasi tentang Kain Kafan Turin, disarikan dari:
  • Dr. Leoncio A Garza-Valdes, The DNA pf God? Newly Discovered Secrets of the Shrouds of Turin, (New York: Berkley Books, 1999)
  • C. Bernard Ruffin, The Shrouds of Turin, Our Sunday Visitor Publishing, Huntington, Ind. 1999, pp- 26-27.
  • Dr. Frederick T. Zugibe, The Cross and the Shroud, (Minnesota, Paragon House: 1981)

Penulis : Ingrid Listiati

Comment: 
Tanya :
Kevin N Oct 17, 2012 at 10:36 am

Shalom Tha,
Yang dapat kami katakan adalah aliran Saksi Yehuwa mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Kristiani, karena mereka tidak percaya bahwa Kristus adalah Tuhan. Namun demikian, Saksi Yehuwa bukan gereja setan, karena biar bagaimanapun pusat ibadah mereka bukan setan. Simbol mereka adalah menara pelihat (watchtower), dan mereka menentang simbol salib, karena menurut mereka Yesus tidak wafat di salib. 

Di artikel ini Anda menunjukkan ayat-ayat yang menyatakan bahwa Yesus mati di Salib. Saya pribadi percaya bahwa Yesus mati pada Salib. Dan tidak ada masalah ketika ada ayat yang menyatakan bahwa Yesus mati di salib. Namun bedanya kita adalah, kalau saya: Salib yang dimaksud bentuknya satu kayu, kalau Anda adalah: 2 kayu yang disilangkan dengan sudut tertentu.

Salib dengan 1 kayu

Salib dengan 2 kayu

Kalau Anda menyebutkan sejarah salib yang memakai 2 kayu, sayapun sebenarnya punya rujukan yang menyatakan bahwa salib itu hanya satu kayu. Namun terlepas dari kontroversi sejarah tentang bentuk salib, apakah 1 kayu atau 2 kayu, mari kita melihat bukti nya dari Alkitab bahwa Yesus mati pada sebuah kayu.

Di Galatia 3:13 Rasul Paulus mengatakan,
  • TB Gal 3:13 Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!”
  • BIS Gal 3:13 Tetapi Kristus membebaskan kita dari kutukan hukum agama. Ia melakukan itu dengan membiarkan diri-Nya terkutuk karena kita. Sebab di dalam Alkitab tertulis, “Terkutuklah orang yang mati digantung di tiang kayu.”
  • KJV Gal 3:13 Christ hath redeemed us from the curse of the law, being made a curse for us: for it is written, Cursed is every one that hangeth on a tree:
  • KJV+ Gal 3:13 ChristG5547 hath redeemedG1805 usG2248 fromG1537 theG3588 curseG2671 of theG3588 law,G3551 being madeG1096 a curseG2671 forG5228 us:G2257 forG1063 it is written,G1125 CursedG1944 is every oneG3956 that hangethG2910 onG1909 a tree:G3586
  • Terjemahan Baru (TB) mengatakan Yesus digantung pada kayu salib, sedangkan BIS menerjemahkan di tiang kayu, yang selaras dengan terjemahan KJV.
  • Mari kita melihat bahwa kata “salib” yang dimaksud adalah satu tiang bukan dua kayu yang disilangkan.
  • Di Galatia 3:13 sebenarnya paulus sedang mengutip Ulangan 21:22, 23
  • TB Deu 21:22 “Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang,
  • TB Deu 21:23 maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.”

Nah dengan membandingkan Gal 3:13 dan Ulangan 21:22, 23 akan diketahui :
  1. Yesus adalah orang Yahudi, maka penghukuman kematiannya pun dilakukan dengan cara orang Yahudi. Ingat bahwa Pilatus menyerahkan Yesus kepada orang-orang Yahudi, artinya Pilatus sudah lepas tangan. Jadi Yesus di ‘eksekusi’ bukan menurut cara Romawi tapi cara Yahudi.
  2. di Galatia 3:13 Yesus menjadi kutuk, nah orang yang terkutuk di Ulangan 21:22, 23 matinya pada sebuah tiang.

Saya rasa penjelasan dari Gal 3:13 dan Ulangan 21:22, 23 menjadi bukti yang tidak dapat disangkal dari Alkitab tentang bentuk “salib” yang adalah sebuah tiang bukan dua tiang.


Jawab :
Ingrid Listiati Nov 1, 2012 at 2:43 pm

Shalom Kevin N,
Sebenarnya bukti sejarah secara konsisten menunjukkan bahwa Yesus wafat di kayu salib, yang terdiri dari tiang vertikal dan horizontal, sehingga ini sejalan dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Seseorang yang disalibkan memang dapat juga dikatakan bahwa ia “digantung” di tiang, sebab dengan disalibkan, orang itu otomatis juga tergantung di tiang salib. Tetapi orang yang digantung di tiang, belum tentu dapat diartikan bahwa ia disalibkan, sebab kata tiang tidak langsung mengartikan bahwa itu adalah tiang salib.

Apakah yang terjadi pada Yesus, disalibkan atau digantung? 
Sebagaimana telah disebutkan di atas, baik ayat-ayat Kitab Suci, maupun bukti catatan sejarah di abad- abad awal mengatakan bahwa Kristus disalibkan bukan ‘hanya’ digantung di tiang. 

Orang-orang yang mengatakan bahwa Yesus “hanya” digantung di tiang, dan tidak disalibkan dengan palang horizontal, memilih ayat Gal 3:13 dan Ul 21:22 sebagai dasarnya, namun argumen ini tidak kuat, karena membatasi pemahaman hanya pada arti literal kedua ayat tersebut, tetapi mengabaikan ayat-ayat lainnya, tulisan Bapa Gereja, bukti sejarah dan bukti arkeologis yang ada, yang mendukung bahwa Yesus memang disalibkan (lih. Mat 20:18-19; 27:31-32,38,42 lih. Mrk 15:20-21, 27-28; Luk 23:26,33, 24:4-7). 


Padahal sebagaimana telah disebut di atas, istilah ‘digantung pada tiang’ (κρεμάννυμι/ kremánnumi) memang tetap dapat menyampaikan keadaan Yesus yang disalibkan (sebab orang yang disalib itu memang tergantung di tiang salib), namun istilah yang lebih tepat untuk menggambarkan hukuman mati yang dilaksanakan terhadap Yesus adalah istilah ‘disalibkan’ (σταυρόω/ stauróō); yang artinya adalah dipaku pada tiang salib (nailed to the cross/ crucified). Dan salib yang dimaksud di sini adalah tiang dengan palang mendatar, sebagaimana kita ketahui konteksnya dari ayat-ayat Kitab Suci maupun bukti sejarah lainnya. 

Jangan dilupakan bahwa Kitab Mazmur telah menubuatkan kematian Yesus, yang menyebutkan, “…. mereka menusuk tangan dan kakiku” (Mzm 22: 17) dan ayat ini tergenapi dengan kematian Yesus yang dipaku pada kayu salib. Sedangkan jika Yesus hanya digantung pada tiang pohon, tentunya ayat nubuatan ini menjadi tidak tergenapi. Atau, nampaknya orang yang bepandangan demikian harus membuktikan terlebih dahulu adakah tulisan abad awal ataupun bukti sejarah yang menyatakan bahwa ada hukuman mati pada masa itu, di mana yang terhukum digantung di atas tiang vertikal saja, namun dengan tangan dan kakinya yang ditusuk dengan paku terlebih dahulu.

Nah, mungkin kita bertanya, kalau begitu, mengapa jika jelas Yesus disalibkan, tetapi di kedua ayat itu (Gal 3:13, Ul 21:22) dikatakan “digantung di tiang”? Untuk hal ini, perlu kita membaca dan menafsirkan Kitab Suci dengan cara yang sama seperti para Bapa Gereja membacanya, yaitu dengan memperhitungkan makna alegoris. Sebab sesungguhnya “digantung di tiang” kalau dilihat dari kata aslinya adalah “hanged on the tree” sehingga kalau mau diterjemahkan secara bebas harusnya “digantung di pohon”. 

Mengapa “pohon” disebut di sini, apa pentingnya? 
Para Bapa Gereja mengartikan bahwa “pohon” di sini adalah untuk menyatakan kontras antara Adam dengan Kristus sebagai Adam yang baru (lih. Rom 5:12-21). 

Dalam khotbahnya, St. Melito dari Sardis (wafat 180) mengisahkan tentang perkataan Yesus kepada Adam ketika Ia turun ke tempat penantian:
“Aku memerintahkan kepadamu: Bangunlah, kamu yang tertidur, Aku tidak membuat engkau dipenjara di dunia bagian bawah. Bangkitlah dari kematian; Aku adalah kehidupan bagi orang mati. Bangunlah, O manusia, hasil karya tangan-Ku…. Aku Sang Pencipta mengambil rupa tubuhmu; menjadi seorang hamba, untuk kamu, Aku yang ada di atas langit turun ke bumi dan di bawah bumi, untuk kamu, manusia, Aku menjadi manusia tanpa bantuan, bebas dari antara orang mati, untuk kamu yang meninggalkan taman [firdaus], Aku telah diserahkan kepada orang-orang Yahudi dan disalibkan di sebuah taman.

Lihatlah ludah di wajah-Ku, yang Kuterima karena kamu, agar dapat mengembalikan kamu kepada penghembusan ilahi yang pertama kali di saat Penciptaan. Lihatlah cambukan di pipi-Ku, yang Kuterima agar dapat membentukmu kembali dari bentukmu yang telah koyak, kembali kepada gambaran-Ku sendiri. Lihat cambukan di punggung-Ku, yang Kuterima agar dapat mengurai beban dosa-dosamu yang terletak di punggungmu. Lihatlah tangan-tangan-Ku yang terpaku pada pohon untuk maksud yang baik, demi kamu, yang telah merentangkan tanganmu kepada pohon untuk maksud yang jahat….” (St. Melito of Sardis, On the Pasch 102)

Demikianlah, ada banyak istilah dalam Kitab Suci yang ditulis bukan hanya mempunyai makna literal, tetapi mempunyai makna simbolis/ alegoris yang menyampaikan makna yang mendalam, terutama jika menyangkut suatu gambaran yang sama-sama disebut dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Adanya kesamaan istilah ini adalah untuk menjelaskan makna gambaran yang samar-samar dalam Perjanjian Lama kepada penggenapannya dalam Perjanjian Baru. Bahwa dikatakan di sana “digantung di pohon”/ hanged on the tree, maksudnya adalah agar kita melihat bahwa manusia jatuh dalam dosa setelah merentangkan tangan ke “pohon” pengetahuan, namun manusia memperoleh pengampunan dosanya melalui pengorbanan Kristus, yang merentangkan tangan-Nya di “pohon” kayu salib.

Maka fakta bahwa di ayat Gal 3:13 dan Ul 21:22 disebut kata “hanged on the tree“, tidak langsung membatalkan begitu banyaknya ayat dan fakta sejarah yang menyatakan bahwa Yesus sungguh wafat dengan disalibkan (di kayu berbentuk salib). 

Hal penyaliban Yesus dicatat dalam sejarah oleh para ahli sejarah di abad-abad awal, dan ini lebih kuat kebenarannya daripada anggapan orang yang terpisah jauh berabad-abad sesudahnya di abad 19 dan 20 yang menafsirkan ayat Gal 3:13 dan Ul 21:22 dengan melepaskannya dari konteks dan mengabaikan ayat-ayat yang lain mapupun fakta sejarah, lalu mengambil kesimpulan bahwa Yesus wafat dengan digantung di tiang dan bukan disalibkan, atau mengartikan salib sebagai hanya tiang vertikal. Ini adalah pandangan orang yang menutup mata terhadap kebenaran fakta sejarah. 

Ibaratnya, jika terjadi suatu musibah kecelakaan, manakah yang lebih dapat dipercaya, saksi mata langsung kejadian itu atau kenalan dari teman seorang tetangga yang mengalami kecelakaan itu yang membicarakan kejadian tersebut bertahun-tahun sesudah kejadian? 

Tentu yang lebih dapat dipercaya adalah para saksi mata kejadian karena mereka lebih dekat dengan kejadian tersebut. Nah, kitab Injil dan tulisan para Bapa Gereja (yang menuliskan bahwa Yesus disalibkan) di zaman abad awal mempunyai nilai kebenaran yang meyakinkan daripada teori orang-orang yang terpisah sekian abad kemudian, yang menafsirkan Kitab Suci menurut pandangannya sendiri. Sebab kitab Injil dan tulisan-tulisan yang menngisahkan kematian dan kebangkitan Yesus ditulis ketika para saksi mata masih hidup, sehingga jika tulisan tersebut tidak benar, maka seharusnya ada tulisan yang menyanggahnya yang juga berasal dari abad itu. 

Fakta bahwa tidak ada tulisan di abad itu yang menyangkal hal penyaliban Kristus dan kebangkitan-Nya dari kematian, merupakan suatu bukti yang cukup kuat bahwa hal tersebut sungguh terjadi. Tulisan yang menyangkal kematian Kristus itu baru ditulis di abad-abad berikutnya, yang justru secara obyektif menunjukkan kelemahan, karena dasarnya adalah hipotesa ataupun interpretasi suatu teks, dan bukan fakta yang bersumber dari kesaksian para saksi kejadian.

Selanjutnya, argumen Anda yang menyatakan bahwa karena dikatakan bahwa karena Pilatus ‘cuci tangan’ maka berarti hukuman yang diberlakukan adalah hukuman mati Yahudi dan bukan hukuman mati menurut Romawi, juga lemah. Kitab Suci mencatat bahwa yang menjadi pelaksana hukuman Yesus bukan orang-orang Yahudi itu sendiri, tetapi para serdadu Romawi, yang disebut sebagai “serdadu-serdadu wali negeri” (Mat 27:27). Adalah sesuatu yang mustahil, jika para serdadu Romawi tersebut memberlakukan cara penghukuman menurut adat Yahudi. Maka arti Pilatus ‘cuci tangan’, adalah bahwa ia lepas tangan dari tanggung jawab menjatuhkan hukuman mati atas Yesus. Tetapi ketika orang-orang Yahudi memutuskan untuk menjatuhkan hukuman mati atas Tuhan Yesus, maka yang dilakukan adalah hukuman mati sebagaimana yang diberlakukan kepada para terhukum menurut hukum Romawi saat itu, yaitu dengan disalibkan. 


Hukuman salib ini mulai diberlakukan di Palestina sejak sekitar abad 4 SM. Orang-orang Romawi mengambil hukuman salib ini dari kebiasaan kaisar-kaisar Yunani, seperti Aleksander Agung, untuk menghukum orang asing ataupun pemberontak/ pengkhianat. Raja Antiokhus IV Epifanes, sebagaimana dicatat oleh ahli sejarah abad awal, Josephus, Jewish Antiquities, xii, 240-241 memberlakukan hukuman salib ini kepada orang-orang Yahudi yang mempertahankan hukum taurat dan menolak kebiasaan Yunani (lih. 1 Mak 1:44-50).

Selanjutnya, kebenaran tentang kematian Kristus di kayu salib, juga diteguhkan oleh Rasul Petrus, yang memilih untuk disalibkan secara terbalik (tidak dikatakan ‘digantung secara terbalik’), karena merasa tidak layak untuk wafat dengan cara yang sama dengan cara Kristus wafat. Selain itu St. Ignatius Martir dari Antiokhia (35-117), murid Rasul Yohanes dan St. Yustinus Martir (100-165), juga menyebutkan tentang kematian Yesus dengan cara disalibkan, sebagaimana telah disebut di artikel di atas.

Demikianlah tanggapan saya. Saya percaya, pencarian yang tulus akan kebenaran akan menghantar kita kepada fakta yang obyektif akan realitas bahwa Yesus Kristus memang sungguh disalibkan, wafat dan bangkit pada hari ketiga. Hipotesa yang menentang fakta ini akan menemukan sendiri kelemahan argumennya, dan segala bentuk pembuktian akan semakin meneguhkan kebenaran iman Kristiani, akan fakta historis bahwa Yesus sungguh disalibkan (di kayu salib), wafat dan bangkit.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,

Penulis : Ingrid Listiati- katolisitas.org
Sumber : katolisitas.org

Apakah Sesungguhnya Yang Anda Rayakan Saat Merayakan Hari Raya Paskah ?


Dalam persiapan merayakan Paskah tahun ini, saya merasakan ada sesuatu yang bertentangan dengan nurani saya, yaitu sebentar lagi kita akan mensyukuri hukuman salib yang diberikan kepada Yesus. 

Mengapa penebusan harus dilakukan melalui kematian Yesus?

Lilis Suryani SH, Malang


Pertama, perlu membedakan secara tegas bahwa yang kita rayakan dan syukuri bukanlah hukuman salib yang ditimpakan kepada Yesus, tetapi kebangkitan Yesus Kristus. Memang kebangkitan itu didahului hukuman dan wafat Yesus di salib, sehingga dalam terang kebangkitan Yesus ini, kita juga mensyukuri sengsara dan wafatNya di salib yang telah menebus kita. Tetapi, rasa syukur ini tak boleh diartikan seolah kita membenarkan dan mensyukuri hukuman yang ditimpakan kepada Yesus.

Kedua, hukuman yang ditimpakan kepada Yesus adalah buah kebencian dan persekongkolan para pemimpin orang Yahudi pada waktu itu. Yudas digunakan setan untuk mengkhianati Yesus. Demikian pula Pilatus yang tidak bersikap tegas membela Yesus, karena takut kehilangan posisi. Semua ini adalah ungkapan dosa yang menyudutkan Yesus, sehingga Yesus dihukum dan disalib.

Harus ditegaskan bahwa Allah Sang Kebaikan pasti tidak menghendaki yang jahat. Allah tak menghendaki kejahatan para pemimpin orang Yahudi, Yudas, dan sikap tidak tegas Pilatus. Mereka itu tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatan jahat mereka, dan tidak bisa disebut sebagai pahlawan. Tetapi, dengan kemahakuasaanNya, Allah bisa menggunakan kejadian-kejadian, bahkan yang jahat dan tidak baik itu, menurut rencana ilahi dan untuk kebaikanNya. (bdk. HIDUP No. 16, 22 April 2007).

Di sini nampak bahwa Allah tetap menghargai kausalitas yang terjadi di antara ciptaan. Penyelenggaraan ilahi tidak menghapuskan kebebasan manusia. Kausalitas vertikal Allah tak membatalkan kausalitas horizontal ciptaan dan hukum alam yang telah ditanamkan Allah dalam ciptaan. Inilah misteri kekuasaan Allah yang tak terbatas dalam pergaulanNya dengan kehendak bebas manusia sebagai ciptaan. Kemampuan ilahi inilah yang tidak bisa ditiru manusia atau dimiliki ciptaan manapun.

Ketiga, wafat Yesus di salib bisa dimengerti dengan baik hanya kalau kita melihat dengan latar belakang dosa manusia pertama, yaitu ketidaktaatan Adam. Wafat Yesus di salib adalah ungkapan ketaatan maksimal yang ditunjukkan Kristus. Kesombongan manusia pertama dibayar dengan kerendahhatian Kristus yang menyerahkan diri secara total kepada kehendak Allah.

Kristus tidak harus mengalami kematian, karena Kristus tidak berdosa. Meskipun kematian ditimpakan kepada Kristus oleh musuh-musuhNya, tetapi Kristus tidak menolak, melainkan menerima secara sukarela. Dengan demikian kematian menjadi bukti tertinggi ketaatan Kristus. Ketaatan Kristus kepada Bapa mencapai titik puncak dalam sengsara dan kematian. Surat kepada orang Ibrani menegaskan, “Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya,” (Ibr 5:8). Rasul Paulus meneguhkan, ketaatan Kristus mencapai puncak dalam kematian, melalui perendahan diri secara total (Fil 2:8).

Kematian adalah tindakan manusiawi terakhir yang secara sukarela manusia menyerahkan seluruh diri. Pada saat kematian, terjadi penyerahan total diri manusia kepada Allah. Manusia tak lagi berkuasa atas dirinya sendiri. Seluruh pikiran, perasaan, rencana, dan hidupnya yang dia kuasai di dunia ini, secara sadar diserahkan kembali kepada Allah. Seluruh kehendak manusia diserahkan kepada kehendak Allah. Maka, kematian menjadi ungkapan tertinggi ketaatan manusia kepada Allah. Jika dilihat demikian, maka kematian bukanlah tanda kekalahan, tetapi tanda kemenangan ketaatan Kristus. Dengan kematianNya secara sukarela di salib, Kristus menebus dosa manusia.

Penulis : Petrus Maria Handoko CM
Sumber : www.hidupkatolik.com, Jumat, 17 April 2015 11:59 WIB.

Kamis, 23 April 2015

Mengenal Doa Rosario Pembebasan. (Doa Sederhana Yang Berkekuatan Dahsyat)


DOA PEMBUKA

Tuhan Yesus, kami mohon ampun atas segala dosa kami. Kami mohon, dalam nama-Mu, agar Allah Bapa, melalui doa Rosario Pembebasan, mengutus Roh Kudus-Nya, mencurahkan ke dalam hati kami karunia mewartakan Sabda-Mu dengan iman dan keteguhan. Kami mohon, Yesus, agar kuasa-Mu menyatakan dirinya dalam hidup kami dan agar Engkau mengerjakan mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda ajaib melalui doa yang penuh iman ini yang tidak lain daripada pewartaan Sabda-Mu. Dalam doa Rosario pembebasan ini, kami mohon pertolongan-Mu untuk ………….. (ujud doa …… lalu diam sejenak)

AKU PERCAYA

BAPA KAMI

SALAM MARIA

Salam Putri Allah Bapa Salam Maria…
Salam Bunda Allah Putra Salam Maria ….
Salam Mempelai Allah Roh Kudus Salam Maria ….

(Pilih salah satu Peristiwa Rosario)  

PERISTIWA GEMBIRA   (Senin & Sabtu)

1.   Maria menerima khabar dari Malaikat Gabriel
Jika Yesus membebaskan aku, aku akan sungguh-sungguh bebas !
Yesus, kasihanilah aku,  Yesus; sembuhkanlah aku; Yesus, selamatkanlah aku;Yesus, bebaskanlah aku (10 x)
Kemuliaan ……………….
2.   Maria mengunjungi Elisabeth
Jika Yesus membebaskan aku, aku akan sungguh-sungguh bebas !
Yesus, kasihanilah aku,  Yesus; sembuhkanlah aku; Yesus, selamatkanlah aku; Yesus, bebaskanlah aku (10 x)
Kemuliaan ……………….
3.   Yesus lahir di Bethlehem
Jika Yesus membebaskan aku, aku akan sungguh-sungguh bebas !
Yesus, kasihanilah aku,  Yesus; sembuhkanlah aku; Yesus, selamatkanlah aku; Yesus, bebaskanlah aku (10 x)
Kemuliaan ……………….
4.   Yesus dipersembahkan dalam Bait Allah
Jika Yesus membebaskan aku, aku akan sungguh-sungguh bebas !
Yesus, kasihanilah aku,  Yesus; sembuhkanlah aku; Yesus, selamatkanlah aku; Yesus, bebaskanlah aku (10 x)
Kemuliaan ……………….
5.   Yesus diketemukan di dalam Baik Allah
Jika Yesus membebaskan aku, aku akan sungguh-sungguh bebas !
Yesus, kasihanilah aku,  Yesus; sembuhkanlah aku; Yesus, selamatkanlah aku; Yesus, bebaskanlah aku (10 x)
Kemuliaan ……………….

PERISTIWA SEDIH     (Selasa & Jumat)
1.   Yesus berdoa kepada Bapa-Nya dalam sakratul maut
2.   Yesus didera
3.   Yesus dimahkotai duri
4.   Yesus memanggul salib-Nya ke Gunung Kalvari
5.   Yesus wafat disalib  

PERISTIWA MULIA  (Rabu & Minggu)
1.   Yesus bangkit dari antara orang mati
2.   Yesus naik ke Surga
3.   Roh Kudus turun atas para Rasul
4.   Maria diangkat ke Surga
5.   Maria dimahkotai di Surga  

PERISTIWA TERANG (Kamis)
1.   Yesus dibaptis di Sungai Yordan
2.   Yesus menyatakan kemuliaan-Nya dalam pesta pernikahan di Kana
3.   Yesus memberitakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan
4.   Yesus menampakkan kemuliaan-Nya
5.   Yesus menetapkan Ekaristi  


SALAM YA RATU

Salam  ya  Ratu,  Bunda  yang  berbelas  kasih,  Hidup,  hiburan  dan  harapan  kami. Kami  semua memanjatkan permohonan, Kami amat susah, mengeluh, mengesah dalam lembah duka ini. Ya Ibunda, ya pelindung kami, limpahkanlah kasih sayangmu yang besar kepada kami. Dan Yesus, Putramu yang terpuji itu, Semoga kautunjukkan kepada kami. O Ratu, O Bunda, O Maria, Bunda Kristus. (Amin)


DOA PENUTUP

Tuhan Yesus, kami ingin memuji dan bersyukur kepada-Mu karena Engkau, melalui kerahiman dan belas kasih-Mu, menciptakan doa yang penuh kuasa ini untuk menghasilkan buah-buah penyembuhan, keselamatan dan pembebasan yang ajaib dalam hidup kami, dalam keluarga kami, dan dalam kehidupan orang-orang yang kami doakan. Terima kasih Yesus, atas cinta-Mu yang tak terbatas kepada kami!

Allah Bapa di surga, kami mencintai Engkau dengan seluruh keyakinan seorang anak. Kami mendekatkan diri kepada-Mu saai ini dan berdoa agar Roh Kudus-Mu mengalir kedalam hati kami.

Dihadapan salib Yesus Kristus, kami ,memperbarui penyerahan kami yang penuh dan tanpa syarat kepada-Mu. Kami mohon agar semua dosa kami diampuni dan ditempatkan di dalam tubuh Yesus yang terluka. Lepaskanlah kami dari segala kemalangan, kecemasan, penderitaan, dan semua yang merampas sukacita dari kehidupan kami. Kami mempersembahkan hati kami kepada-Mu, dalam nama Yesus.

Bapa, kami juga menaruh pada tubuh Yesus yang tersalib semua kelemahan tubuh, jiwa dan roh kami; dan semua penderitaan, ketidakpastian, dan kemalangan kami. Bapa, kami memohon kuasa penebusan Darah Yesus. Semoga Darah ini mengalir kepada kami sekarang untuk membersihkan dan memurnikan hati kami dari semua kejahatan.

Penuhi kami dengan Roh-mu, Tuhan! Penuhi kami dengan cinta-Mu, dengan kuasa-Mu dan dengan kehidupan-Mu!

Datanglah Roh Kudus Allah! Datanglah, dalam nama Yesus! Datanglah dan hidupkanlah sabda Allah dalam diri kami, yang diwartakan melalui Rosario Pembebasan, dan semoga menghasilkan dalam setiap hati rahmat untuk menyembuhkan, menyelamatkan dan membebaskan, dalam nama Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin
(Aku dalam untaian Tuhan kasihanilah aku, bisa diganti dengan kami, dia, nama orang, keluarga, kelompok, dll tergantung untuk siapa kita berdoa)

Perhatian : 
Rosario Pembebasan sama sekali tidak boleh mengesampingkan Rosario yang biasa

Imprimatur :
Rm Alfons Segar, Pr – Vikjen Keuskupan Ruteng (Ruteng, 01 Nopember 2006)

Rosario Pembebasan, Mengapa Doa ini "Tidak Disarankan" Oleh Gereja ?


Pertanyaan:

Yth. Ibu Ingrid atau Pak Stefanus,
Saya ingin bertanya mengenai doa rosario pembebasan, apakah doa ini dilarang oleh Gereja, saya dgr bahwa doa ini tidak dianjurkan utk didaraskan “Untuk yang satu ini, tidak disarankan untuk didaraskan. Sebab doa ini menggunakan rosario dengan rumusan doa2nya bernafaskan teologi pembebasan, yang saat ini ditentang oleh Gereja”. Apakah benar? Terima kasih.
Hendri

Jawaban:

Shalom Hendri,
Sejauh yang saya ketahui, tidak atau belum ada pernyataan resmi dari pihak Vatikan yang melarang didaraskannya doa rosario pembebasan, namun juga sebaliknya, tidak ada anjuran dari pihak Vatikan agar umat mendoakannya. Teks rosario pembebasan itu sendiri sesungguhnya tidaklah ‘berbahaya’ dan tidak tidak ‘sesat’, sebab sesungguhnya diambil dari kutipan ayat Kitab Suci, khususnya: Yoh 8:36, “Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.” (So if the Son makes you free, you will be free indeed). Teks doa rosario pembebasan (rosary of liberation) dapat dibaca di sini, silakan klik.


Hanya masalahnya, contoh-contoh kasus pengabulan doa rosario pembebasan yang ditampilkan di internet itulah yang sepertinya berbau menonjolkan berkat jasmani (terbebas dari hutang, dapat membeli rumah, dapat penghasilan besar, dst) yang memang menjadikannya seperti berbau teologi kemakmuran, ataupun teologi pembebasan, yang secara obyektif memang menekankan kesejahteraan jasmani. Vatikan pernah mengeluarkan pernyataan kritik terhadap ajaran-ajaran Fr. Jon Sobrino SJ., sang pencetus paham teologi pembebasan, namun tidak menjatuhkan sangsi. Vatikan menilai bahwa pernyataan-pernyataan teologis Fr. Sobrino dapat membahayakan iman Katolik. Berita tentang hal ini dapat dibaca di sini, silakan klik.

Kalau boleh disimpulkan, sepertinya rosario pembebasan dengan teologi pembebasan tidak langsung berhubungan. Bahwa ada orang-orang yang menghubungkan itu mungkin saja, tetapi bukan Fr. Sobrino yang mengajarkan doa rosario itu. Teks doa rosario pembebasan sesungguhnya adalah permohonan agar Tuhan Yesus berbelas kasihan, menyembuhkan, menyelamatkan dan memerdekakan (membebaskan), sehingga sesungguhnya sifatnya netral. Sebenarnya jika diartikan secara lebih luas, apalagi jika yang dimaksud adalah pembebasan terhadap ikatan dosa, maka permohonan tersebut adalah sungguh baik, dan tidak terkait dengan teologi pembebasan. 

Hanya jika pembebasan itu diartikan sempit, seolah hanya terhadap kemiskinan ataupun kesulitan keuangan, maka memang menjadi tak sepenuhnya sesuai dengan apa yang disampaikan dalam Kitab Suci. Sebab tujuan utama Kristus datang ke dunia adalah membebaskan/ memerdekakan manusia dari ikatan dosa, dan bukan hanya semata memberikan berkat-berkat jasmani ataupun kesembuhan dari penyakit jasmani. Bahwa jika dalam memerdekakan manusia dari dosa, kemudian Tuhan Yesus berkuasa juga untuk memberikan berkat-berkat dan kesembuhan jasmani, itu adalah hak-Nya dan memang dapat terjadi demikian (contoh lih. Luk 5:24-25), tetapi kita tidak boleh menyempitkan pemahaman kita bahwa Tuhan Yesus datang pertama-tama untuk memberi berkat-berkat dan kesembuhan jasmani.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Penulis : Ingrid Listiati


Comment :

Tanya : 
adjie bramantyo Jan 22, 2014 at 12:20 am
Yth: Katolisitas.org
Maaf mungkin oot, tentang Teologi Pembebasan. Buku berjudul “Teologi Pembebasan” yang diterbitkan Insist Jogja adalah salah satu yang memantapkan iman katolik saya. Buku aslinya yang berbahasa inggris juga telah saya baca, kebetulan ada seorang dosen yang punya. Saat itu ketika umur duapuluhan saya memang sempat ragu dengan Katolik. Tapi buku ini dengan baik menunjukkan keberpihakan Gereja terhadap kaum termarjinalkan. Yah walaupun iman saya hanya kueciiiiil sekali tapi saya tahu saya masih Katolik.

Dalam artikel diatas, ada penyataan bahaya/ketidakbaikan ide ini. Apakah karena teologi pembebasan identik dgn marxism? atau juga identik dgn kekerasan? Bisakah kawan katolisitas menjelaskan lebih lanjut. Adakah surat/pernyataan resmi dari vatikan tentang hal ini? Mungkin yang lebih jelas dari pada link yang sudah diberikan.

Ijinkan juga sy bertanya hubungan Teologi Pembebasan dengan Jesuit. Sepertinya sering dikaitkan. Sejauh sepengetahuan saya Serikat Yesus lah yang paling aktif memajukan pendidikan-pengetahuan di Indonesia, dan siap pasang badan mengoposisi ketidakadilan. Saya sungguh ragu jika teologi pembebasan yang terkait juga dengan SY adalah tidak baik, atau bahkan menyesatkan, melihat banyak perbuatan nyata yang ada. Ad Maiorem Dei Gloriam, Saya mohon penjelasannya.
Thx. Berkah Dalem.

Jawab :
Ingrid Listiati Feb 3, 2014 at 1:54 pm

Shalom Adjie,
Sejujurnya, perlu didefinisikan dahulu, apakah yang Anda yakini Teologi Pembebasan, karena belum tentu sama dengan pemahaman Vatikan. Sebab jika penekanannya hanya pada dasar bahwa Kristus adalah Sang Penebus yang membebaskan manusia dari dosa, maka hal itu tentu tidak salah, dan sesuai dengan ajaran iman Katolik. Namun masalahnya di sini, Teologi Pembebasan, sebagaimana mengambil pengertian dan pelaksanaannya di Amerika Latin, ini menunjukkan hal-hal yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Kristiani.

Silakan membaca selanjutnya di dokumen CDF ini, yang dikeluarkan tanggal 6 Agustus 1984, yang ditandatangani oleh Kardinal Joseph Ratzinger (yang kemudian menjadi Paus Benediktus XVI), silakan klik. Dokumen tersebut menjelaskan, mengapa paham ini perlu diwaspadai, dan mengapa pihak Vatikan mengeluarkan instruksi kepada para imam, teolog dan umat beriman, agar dapat melihat hal-hal apa saja yang mempunyai resiko penyimpangan, yang dapat merusak iman dan kehidupan Kristiani.

Tadinya kami bermaksud meringkasnya, namun setelah kami membaca dokumen tersebut, kami melihat adalah baik jika Anda juga membaca dokumen itu secara keseluruhannya, sehingga dapat memahami sepenuhnya, secara runtut tanpa ada yang dihilangkan, mengapa paham yang dianut oleh para pencetus Teologi Pembebasan ini tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Kristiani, atau setidaknya, berpotensi menyimpang. Pihak Vatikan tentu telah secara lebih mendetail menyelidiki tentang paham itu dan pelaksanaannya di Amerika Latin, dan telah melihat buah-buahnya, sehingga CDF mengeluarkan dokumen itu. 

Bahwa iman akan Kristus seharusnya membuahkan kasih kepada sesama, dan dengan demikian membawa juga buah kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat, itu adalah kehendak kita semua. Namun jalan ke arah itu tetaplah harus sesuai dengan ajaran iman, dan tidak bisa sebaliknya, bahwa ajaran iman yang harus menyesuaikan diri dan diubah, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, apalagi jika kesejahteraan ini hanya semata dihubungkan dengan kesejahteraan jasmani. 

Penitikberatan hanya kepada segi kesejahteraan jasmani ini akan membawa kepada pemahaman keliru akan ajaran Injil. Namun sebaliknya, sebagai umat Kristiani, memang kita ditantang untuk mewujudkan ajaran Injil sebagai sesuatu yang relevan dan kehidupan bermasyarakat, untuk mengusahakan kesejahteraan bersama, termasuk kesejahteraan rohani dan jasmani. Semoga Roh Kudus yang memimpin kita kepada seluruh kebenaran, membantu kita untuk memahami dan menerima keseluruhan ajaran iman, tanpa berminat untuk memangkasnya, entah untuk alasan apapun.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,


Kesaksian :
Veronica Vika Dec 13, 2013 at 3:48 pm
Setahu saya pada teks Rosario Pembebasan itupun sudah tertulis kira2 bunyinya demikian “doa ini tidak boleh didoakan dengan mengesampingkan Rosario yang sesungguhnya” (saya lupa persisnya).

Saya setuju dengan pendapat saudara2 yang lebih banyak menggunakan doa ini untuk keselamatan jiwa. Karena harta sejati kita ada di Sorga.

Rosario “yang sesungguhnya” sendiri banyak dianjurkan untuk membentengi diri dari kuasa yang jahat, godaan sesat, yang membawa kita jatuh ke dalam dosa.
Kiranya demikian pendapat saya,
Berkah dalem Gusti.


Kesaksian
margareta dwi susanti Nov 8, 2012 at 11:25 am
Mungkin saya ingin mensharekan pengalaman doa rosario pembebasan bahwa saya mendaraskan doa ini, yaitu membebaskan dari dosa dan sifat2 buruk dari diri maupun orang terdekat. dan ini sangat meneguhkan karena saya merasa ada kuasa baik yang membantu saya untuk terbebas dari kuasa jahat..

Dari awal saya tidak tau sama sekali bahwa doa ini ternyata sering digunakan untuk membebaskan yang bersifat jasmani…bahwa doa pembebasan digunakan untuk yang bersifat rohani atau jasmani adalah tergantung orang yang mendaraskannya.

Mungkin mengenai doa pembebasan ini baik bila dijelaskan kepada umat awam, bahwa lebih penting untuk mendoakan bagi keselamatan jiwa dari pada sekedar keselamatan jasmani.

Sumber : katolisitas.org