Rabu, 22 Mei 2013

Penglihatan Tentang Surga ??!!

Penglihatan Tentang Surga

Saya membaca sebuah buku, “Aku Melihat Surga” yang ditulis oleh Sadhoe Soendar Singh, diperbanyak oleh Suster Karmel Bajawa. Apakah penglihatan seperti itu benar-benar menggambarkan keadaan surga? Apakah boleh dipercayai sepenuhnya? Sesudah membaca buku itu, hidup saya banyak berubah, demikian juga suami dan anak-anak saya. Seorang teman mengatakan bahwa buku itu bertentangan dengan ajaran Gereja bahwa sesudah kematian jiwa langsung menghadap kepada Allah. Bagaimana pendapat Romo?
Theodora Yohana Shienny, Surabaya

 Jawab.

Pertama, apa yang ditulis dalam buku itu adalah sebuah pewahyuan privat yang tidak mengikat untuk dipercayai. Memperhatikan bahwa buku ini sudah memiliki “Imprimatur” dan “Nihil Obstat,” dan sesudah membaca sendiri seluruh isi buku itu, saya meneguhkan bahwa tidak ada ajaran yang bertentangan dengan ajaran resmi Gereja Katolik.

Kedua,
wahyu privat seringkali bisa membantu kita untuk mengerti lebih baik wahyu umum dalam diri Yesus Kristus. Keterbatasan kemampuan insani kita membutuhkan sarana bantu yang sesuai dengan kemampuan insani kita. Gambaran-gambaran dalam buku kecil ini bisa membuat banyak ajaran Gereja lebih bisa kita cerna dan kita pahami. Tidak heran jika gambaran-gambaran konkret itu membantu juga penghayatan iman kita.

Namun demikian, rincian gambaran tentang surga atau keadaan sesudah kematian tidak boleh dimutlakkan seolah-olah itulah gambaran yang sesungguhnya. Keadaan sesudah kematian, apalagi surga, adalah keadaan yang mengatasi konsep-konsep kita dan tidak bisa digambarkan secara tuntas oleh konsep-konsep kita (bdk 1 Kor 2:9). Gambaran-gambaran itu bisa mempunyai dampak positif dan bisa sangat membantu, tetapi janganlah mematok seolah “ya begitulah surga.” Sangat mungkin bahwa rincian gambaran surga atau keadaan sesudah kematian itu sangat berbeda dengan kesaksian orang lain.

Ketiga,
Katekismus memang mengajarkan bahwa sesudah kematian setiap orang langsung diganjari sesuai dengan pekerjaan dan imannya (KGK 1021-1022). Kalau diingat bahwa sesudah kematian, arwah kita tidak tergantung pada ruang dan waktu lagi, maka kata “langsung” di sini tidak menyangkut soal waktu, tetapi soal tahapan. Artinya, arwah tidak menjalani proses reinkarnasi atau hidup kembali ke dunia, tetapi tahapan sesudah kematian ialah pengadilan khusus di hadapan Allah. Ini berlaku untuk setiap orang dan semua orang.

Keempat, buku ini membantu kita mempunyai gambaran lebih konkret tentang beberapa ajaran Gereja. Misalnya, gambaran tentang apa yang terjadi waktu meninggal, yaitu bahwa roh-roh baik menjemput jiwa yang baik, sedangkan roh-roh jahat menjemput jiwa yang jahat. Pada saat kematian, jiwa yang hidup tanpa persiapan akan dipenuhi kebingungan dan keputusasaan, sebaliknya mereka yang hidup menurut Sabda Tuhan akan dihantar oleh para malaikat dan dipenuhi dengan sukacita.

Lukisan tentang pengadilan khusus yang dialami setiap jiwa sesudah kematian juga sangat membantu penalaran kita yang terbatas ini. Sesudah kematian, kita masing-masing akan transparan sehingga bisa saling dilihat kebaikan atau keburukan yang ada dalam diri kita. Pikiran kita akan dibuka sehingga kita sendiri mengerti betapa Allah sangat mencintai kita dan betapa kita seringkali menolak tawaran kebaikan Allah. Jiwa yang buruk akan menyadari sendiri keburukan yang ada dalam dirinya dan tidak tahan berhadapan dengan Allah.

Gambaran tentang tingkatan kebaikan atau kejahatan yang dimiliki oleh jiwa kita, memang tidak ada dalam ajaran Gereja, tetapi hal ini tidak bertentangan dengan ajaran Gereja. Gambaran seperti itu bisa sangat membantu kita memahami bahwa setiap orang menerima ganjaran atau hukuman sesuai dengan apa yang dilakukan dalam hidupnya di dunia. Dengan demikian, bukan Allah yang menentukan hukuman atau ganjaran, tetapi perbuatan kita sendiri. (Bdk Mat 25: 31-46).

Sharing dari Soendar Singh mengajak kita untuk melihat hidup ini dengan mata iman, mengasimilasi cara pandang Tuhan yang berbeda dengan cara pandang duniawi kita. “Tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap.” (Mrk 4:22) Kesaksian ini meneguhkan ajaran tentang api penyucian, dan bahwa doa-doa kita sangat berguna untuk membantu para arwah di api penyucian. Menarik juga dicermati kesaksian bahwa ganjaran dan hukuman bagi setiap orang sudah mulai di dalam hatinya sendiri selama hidup di dunia ini. Damai dan sukacita surgawi sudah bisa dialami dan dirasakan juga selama hidup ini jika kita mencintai Allah.

Penulis : Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
Sumber : http://www.hidupkatolik.com/, Kamis, 21 Februari 2013 14:59 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar