Senin, 10 Maret 2014

Apakah Sebenarnya Bahasa Roh itu?

Bahasa Roh

Apakah sebenarnya bahasa roh itu? Kenapa dalam kegiatan Persekutuan Doa (PD) selalu ada bahasa roh? Dan kesannya bahasa roh ini sebagai ukuran berhasilnya doa kita apakah ini benar? Apakah ini tidak menyesatkan? Dan kalau melalui bahasa roh itu Allah mau berkomunikasi pada kita kenapa tidak dengan bahasa yang dimengerti oleh semua orang padahal Tuhan jadi manusia dan menggunakan bahasa manusia biar dimengerti oleh semua?
Erica, Jember

Pertama, fenomena bahasa roh. Bahasa roh adalah terjemahan dari glossolalia dalam Perjanjian Baru. Kata itu berasal dari kata Yunani glossa (lidah) dan lalo (berbicara), sehingga secara harafiah diartikan bahasa lidah. Dari gejalanya kita bisa mengatakan bahwa bahasa roh ialah gumaman atau rangkaian kata yang muncul keluar tanpa arti yang jelas dan tidak dapat dimengerti.

Gejala seperti bahasa roh terjadi juga pada agama-agama lain, misalnya pada agama Yunani kuno atau Mesir kuno, Shamanisme, Voodoo.

Menurut George Montague, Glossolalia dibedakan dari xenoglossia atau bahasa asing (foreign language). Pada mukjizat Pentakosta, Para Rasul tampaknya berbahasa roh tetapi bukan berbahasa asing (Kis 2:4), sebab hanya Petrus yang berbicara kepada orang-orang yang hadir dan ucapan Petrus tidak membutuhkan terjemahan atau penjelasan (Kis 2:14-40).

Kedua, dasar biblis dari bahasa roh. Paulus memandang bahasa roh sebagai salah satu dari anugerah Roh Kudus (1 Kor 12:8-10. 28-30). Dalam Kisah Para Rasul bahasa roh muncul tiga kali dan setiap kali dikaitkan dengan ”pencurahan Roh Kudus” (Kis 2:4; 10:46 dan 19:6). Menarik dicermati bahwa sesudah 1 Kor, bahasa roh tidak pernah disebut lagi dalam surat-surat lain dari Paulus, juga dalam surat Petrus, Yohanes dan Yakobus. Bahkan dalam Roma dan Efesus yang memberikan daftar karunia Roh, bahasa roh tidak disebut (bdk. Rom 12:3-8 dan Ef 4:11).

Uraian tentang bahasa roh banyak kita dapatkan dari 1 Kor 14. Menurut Paulus, bahasa roh adalah berkata-kata kepada Allah, bukan kepada manusia. Oleh dorongan Roh seorang mengucapkan hal-hal yang rahasia dan tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya (ay 2). Orang yang berbahasa roh membangun dirinya sendiri (ay 4). Bahasa roh adalah doa yang dilakukan oleh roh (ay 14) dan pengucapan syukur (ay 16-17). Paulus meminta agar ”jangan melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh” (ay 39). Dia sendiri berharap agar semua ”berkata-kata dengan bahasa roh” (ay 5). Paulus sendiri ”berkata-kata dalam bahasa roh lebih daripada kamu semua” (ay 18).

Namun demikian, Paulus mengingatkan bahwa bahasa roh perlu disertai ”karunia untuk menafsirkannya” (ay 13). Karena itu dalam pertemuan jemaat, hendaknya digunakan bahasa yang dimengerti, bukan bahasa roh (ay 19). Karunia bahasa roh adalah tanda untuk orang yang belum beriman, dan bukan untuk orang yang sudah beriman (ay 22). Maka, dalam pertemuan jemaat, dengan syarat jika ada yang menafsirkan, barulah bahasa roh boleh digunakan. Bahasa roh tidak dilakukan bersama-sama dalam kelompok, melainkan seorang demi seorang secara bergantian, dan maksimal tiga orang (ay 27-28).

Ketiga, dalam PD gerakan karismatik bahasa roh marak digunakan. Seringkali bahasa roh dilihat sebagai tanda khas gerakan karismatik. Sangat mungkin bahasa roh membantu seseorang untuk menyembah Tuhan, memuji dan bersyukur, untuk menumbuhkan iman. ”Maka, bahasa roh merupakan suatu cara berdoa.” (KWI, Pembaharuan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, no. 29).

Perlu diingat bahwa Roh Kudus membagikan karunia sesuai dengan kehendak-Nya.. Tidak semua orang menerima karunia yang sama. Meskipun Paulus mengharapkan semua murid berbahasa roh (1 Kor 14:5), tetapi Paulus sadar bahwa Roh Kudus memberikan karunia yang berbeda-beda kepada setiap orang (1 Kor 12:30). Karena itu, tidak mungkin disimpulkan bahwa bahasa roh adalah tolok ukur keberhasilan sebuah doa atau satu-satunya bukti terjadinya pencurahan Roh Kudus (bdk. Kis 8:15-17) atau bahkan bukti kesucian seseorang. Tidak adanya rujukan tentang bahasa roh pada surat-surat pastoral yang lain menjadi bukti atas hal ini. Tulisan para Bapa Gereja juga mendukung kesimpulan ini.

Keempat, ”Janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah.” (1 Yoh 4:1a). Gejala bahasa roh bisa berasal dari Roh Kudus tetapi bisa juga dari roh jahat. Selain itu, terdapat faktor manusia yang juga bisa memalsukannya, berpura-pura memperoleh bahasa roh. Menguji roh-roh ini berarti juga mau terbuka menyimak masukan psikologis maupun pengamatan dari agama-agama lain.


Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
Sumber : http://www.hidupkatolik.com/,Minggu, 27 Mei 2007 14:30 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar