Jumat, 04 April 2014

Ritus Imam Pemecahan Roti (Hosti) Dalam Ekaristi.


Hosti suci dibagi dua. Sebuah cuilan dari salah satu paruhan hosti itu dimasukkan ke dalam piala berisi anggur. Imam melakukannya sambil berdoa dalam hati: “Semoga pencampuran Tubuh dan Darah Tuhan kami Yesus Kristus ini memberikan kehidupan abadi kepada kami semua yang akan menyambut-Nya”. Sementara itu umat mengiringinya dengan permohonan: “Anak Domba Allah…”

Ritus ini disebut Pemecahan Roti (Hosti). Jika dihitung, ada empat unsur di dalamnya, yaitu pemecahan oleh imam, pencampuran oleh imam, doa secreta oleh imam, dan iringan oleh umat. Semua unsur itu saling berkaitan dan membangun suatu makna.


Pemecahan


Tindakan memecahkan roti adalah salah satu dari tiga tindakan ekaristis Yesus, sesudah mengambil dan mengucapkan syukur. Tata gerak Yesus dalam perjamuan malam terakhir itu ditiru para rasul, sehingga pada masa awal Gereja seluruh Perayaan Ekaristi disebut “pemecahan roti” (fractio panis). “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa”(Kisah Rasul 2:42).

Pemecahan hosti melambangkan bahwa melalui Komuni, kita yang beraneka ragam dijadikan satu tubuh dalam satu roti kehidupan, yakni Kristus sendiri yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Gagasan ini diambil dari 1 Korintus 10:17: “Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu”.

Sesudah Salam Damai, imam melaksanakan pemecahan hosti dengan khidmat. Umat pun perlu menyaksikan dan mendukung suasana itu. Ritus ini dilaksanakan hanya oleh imam selebran dan dapat pula dibantu diakon atau imam konselebran, jika memang ada banyak hosti yang harus dipecahkan atau dibagikan. Petugas lain yang bukan tertahbis tidak berperan pada saat ini.

Selama ritus ini pula, imam dapat mengisi beberapa sibori dengan hosti-hosti yang nantinya akan dibagikan untuk umat dengan bantuan pelayan lain. Namun, sebaiknya sibori-sibori berisi hosti untuk umat itu sudah disediakan sejak Persiapan Persembahan. Dengan itu terjaminlah bahwa umat juga menerima Tubuh Kristus yang dikonsekrasi pada saat Misa itu, bukan dari tabernakel, dan bukan hanya imam saja yang menyantap hosti suci yang masih segar (PUMR 85). Enaknya jadi imam selebran, selalu bisa menyantap hosti yang terbaru dan terbesar, plus anggur pula.


Pencampuran

PUMR 83: “Imam memecahkan roti dan memasukkan sepotong kecil dari roti itu ke dalam piala berisi anggur, untuk melambangkan kesatuan Tubuh dan Darah Tuhan dalam karya keselamatan, yakni Tubuh Yesus Kristus yang hidup dan mulia”.

Tradisi pencampuran (commixtio) diduga sudah ada sejak Gereja perdana dan mengalami perubahan makna dan bentuk ritusnya hingga yang berlaku sekarang. Semula mungkin hanya dimaksudkan secara praktis untuk melembutkan roti yang keras agar bisa dimakan, hingga diartikan sebagai tanda kesatuan antara Paus dengan Gereja-gereja di Kota Roma dan juga Gereja universal. Maka, potongan kecil yang dimasukkan ke dalam piala itu pun memiliki beberapa nama: particula, sancta, dan fermentum.

Rumusan doa imam yang menyertai pencampuran itu dapat berarti ganda. Pertama, untuk menunjukkan suatu kenyataan yang tak tampak dari kesatuan sempurna pribadi Tuhan Yesus Kristus. Umat pun pada gilirannya diantar untuk menyambut seluruh diri Yesus secara utuh, sebagai Allah dan manusia, dalam rupa roti dan anggur suci. Kedua, jika dalam konsekrasi unsur Tubuh dan Darah Kristus dipisahkan sebagai citra kematian-Nya, maka pencampuran kedua unsur itu kini melambangkan kebangkitan-Nya. Menampilkan dua sisi Misteri Paskah yang tak terpisahkan. Dengan ritus ini, Misa pun dapat lebih dipahami dan dialami sebagai kenangan akan wafat dan kebangkitan Kristus.

Penulis : Christophorus H. Suryanugraha OSC 
Sumber : http://www.hidupkatolik.com, Minggu, 20 Januari 2013 16:27 WIB. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar