Jumat, 24 Januari 2014

Menemukan Tuhan Dengan Memulihkan Martabat Sesama Manusia..

Memulihkan Martabat Korban

Dalam Surat Gembala Pembukaan Tahun Pelayanan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Mgr I. Suharyo mengisahkan peziarahan Edith Stein atau Teresa Benedikta dari Salib. Perempuan Yahudi ini pernah menyimpulkan bahwa Tuhan tidak ada. Ia berhenti berdoa. Tetapi perawat semasa Perang Dunia I ini terus mencari arti hidup. Ia dibaptis, menjadi biarawati, dan mati sebagai korban kebencian etnis di kamp konsentrasi Auschwitz. Ia digelari Beata pada 1987.

Mgr Suharyo menuliskan bahwa Tuhan juga menampakkan diri melalui tanda-tanda yang tidak terduga, yakni orang majus yang mencari bayi Yesus. Mereka tidak termasuk orang pilihan menurut paham umum pada zaman itu. Tetapi mereka melihat Tuhan, bersuka cita, sujud, dan pulang menjadi terang: memberitakan perbuatan Tuhan yang agung.

Pada zaman sekarang, banyak orang yang sama sekali tidak diperhitungkan. Para korban narkoba, misalnya. Siapa yang tidak mencibir pada pengguna narkoba, yang sebenarnya adalah korban? Seringkali, mereka dicap sebagai manusia yang tidak ada guna, dan pantas dieksklusi dari masyarakat.

Edith Stein yang tak percaya Tuhan itu tanpa henti mencari arti hidup dan menemukan Tuhan, kemudian berubah. Mungkinkah seorang pengguna narkoba yang kita lihat pantas disingkirkan itu menemukan Tuhan, lalu berubah juga?

Anak kelas VI SD mencicipi ganja. Selama 16 tahun selanjutnya ia terjerat kenikmatan semu ini, hingga ia tertangkap dan dibui. Ia ingin bunuh diri, karena malu. Tetapi, ibunya membawakan Kitab Suci, dan dengan tekun menemaninya. Keluar dari penjara, hidupnya terasa berat. Hari ini ia masih hidup, sebagai imam Keuskupan Surabaya.

Semoga kita (semakin) berani menampakkan Wajah Tuhan, dengan semakin tulus dan rendah hati melayani demi pemulihan martabat mereka yang menderita dan tidak diperhitungkan.

Sumber : http://www.hidupkatolik.com/, Rabu, 15 Januari 2014 09:42 WIB.

Jumat, 17 Januari 2014

Kristus Raja Semesta Vs Black Magic.


Setiap akhir tahun liturgi Gereja Katolik merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. 
  1. Apa makna hari raya ini bagi penghayatan iman kita? 
  2. Sungguhkah Kristus berkuasa atas alam semesta? 
  3. Bisakah kuasa Kristus kita alami di zaman modern ini? 
  4. Bagaimana seandainya ada umat Katolik yang terkena guna-guna, black magic, dll; bisakah kuasa Kristus mengalahkannya? 
  5. Ataukah terpaksa kita mesti pergi kepada “orang-orang pintar”? 
  6. Dan apa konsekuensinya manakala kita mengakui Kristus sebagai raja kita?



Kristus: Pribadi yang Penuh Kuasa

Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam menyadarkan kita bahwa Tuhan Yesus Kristus junjungan kita adalah benar-benar pribadi yang mahakuasa. Dia berkuasa dan berwibawa dalam perkataan dan perbuatan (bdk. Mrk 1:27; Luk 4:32; Luk 24:19).
  • Dalam pengajaran-Nya, Yesus tidak mengutip pendapat para nabi dan rabbi-rabbi terkenal, tetapi berani berkata, “Tetapi Aku berkata kepadamu...” (lih Mat 5:17-48).
  • Sabda-Nya penuh daya kuasa, banyak mukjijat terjadi melalui Sabda-Nya. Dia menyembuhkan si lumpuh dengan sabda-Nya saja (Luk 5:24-25), begitu juga penyembuhan jarak jauh terhadap anak pegawai istana (Yoh 4:46-54).
  • Sentuhan-Nya juga berdaya kuasa, begitu dijamah, si kusta menjadi tahir (Luk 5:13) dan demam ibu mertua Petrus langsung lenyap (Mrk 1:31). Ludah Yesus yang diaduk dengan tanah dan dioleskan pada mata si buta bisa menyembuhkannya (Yoh 9:6). Begitu juga dari jumbai jubah Yesus, mengalir kuasa yang mampu menyembuhkan ibu yang sudah 12 tahun sakit pendarahan (Mrk 5:27-29; bdk. Mrk 6:56= semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh!).
  • Bukan hanya penyakit, roh-roh jahat pun tunduk kepada Yesus. Sekali diusir keluar dari seseorang, roh-roh jahat langsung takhluk (Mrk 5:6-10). Yesus melarang setan-setan berbicara sebab mereka mengenal Dia (Mrk 1:34). Kata-Nya, “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk 11:20).
  • Bahkan kekuatan alam pun tunduk di hadapan Yesus! Yesus bisa berjalan di atas air dan meredakan angin ribut (Mat 14:22-33).
  • Yesus juga sanggup menghidupkan kembali anak perempuan Yairus (Mrk 5:35-43), pemuda dari Nain (Luk 7:11-17), dan Lazarus yang sudah tak bernyawa (Yoh 11:1-43).
  • Rasul Petrus pun sanggup menyembuhkan orang lumpuh sejak lahir dalam nama Yesus, “Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!” (Kis 3:5).
  • Lebih dari itu semua, dengan bangkit dari kematian-Nya, Yesus berhasil mengalahkan kuasa dosa dan kerajaan Maut (1 Kor 15:26).



Masihkah Kuasa Yesus Kita Alami Sekarang?

Pertanyaannya untuk kita sekarang, sungguhkah semua itu bisa kita alami saat ini? Masihkah kuasa Yesus menjadi nyata dalam zaman modern ini? Sungguhkah Kristus membebaskan kita dari belenggu berbagai ketakhayulan: hari baik-hari buruk, nasib dan karakter buruk yang konon dipengaruhi oleh shio/weton, ancaman “Bathara Kala” yang konon membutuhkan ruwatan, dsb. Bagaimana dengan fenomena “dunia yang tak kelihatan” yang sebenarnya juga kita akui dalam Syahadat yang panjang? Sungguhkah pengikut Kristus tidak mempan oleh berbagai guna-guna dan santet? Sungguhkah kuasa Kristus mengalahkan semua gangguan black magic itu? Ataukah kita mesti lari kepada “orang-orang pintar”?

Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam mau mengingatkan kita bahwa Kristus sungguh berkuasa dan sudah menaklukkan segala ketakhayulan, gangguan “dunia yang tak kelihatan”, dan ulah black magic.

Bagaimana hal itu terbukti dari pengalaman? Saya mau mensharingkan beberapa “kejadian aneh” yang dialami oleh tiga orang umat Katolik yang menunjukkan bahwa kuasa Kristus ternyata sungguh masih terjadi hingga saat ini dan di sini. Dan saya bersyukur saat bertugas di paroki itu boleh menjadi “saksi” atas peristiwa-peristiwa ini sehingga bisa mensharingkan dalam tulisan singkat ini.
  • Pertama, seorang gadis sempat menghilang tiga hari dari rumahnya sehingga membuat bingung keluarganya. Saat kembali ke rumah dia berkisah selama tiga hari itu merasa bingung dan ketakutan, dia merasa ada teman kerja yang mengguna-gunainya. Bahkan sampai di rumah pun dia masih terbayang-bayang wajah pria yang mengganggunya. Namun, setelah pengakuan dosa dan pemberkatan rumah, gangguan itu pun hilang.
  • Kedua, seorang ibu yang baru melahirkan merasa kesakitan setiap Maghrib dan jam 12 malam! Setelah pengakuan dosa, puasa ala Katolik selama tiga hari, dan rumahnya diberkati, gangguan itu pun hilang! Namun, gangguan dalam bentuk lain berpindah ke tempat kerjanya. Dia mengalami sakit migrain setiap kali berada di ruang kerjanya, tapi bila berada di luar ruangan, migrainnya sembuh. Namun, begitu balik ke ruang kerja lagi, migrainnya kambuh! Setelah konsultasi dengan romo, dia pun berangkat pagi-pagi lantas memerciki seluruh ruang kerjanya dengan air suci yang tersisa dari pemberkatan rumahnya. Aneh, sakit migrainnya pun sembuh dan tak pernah kambuh. Temannya yang satu ruangan malahan bertanya, “Kamu melu ngelmu apa?” [Kamu mengikuti atau mempunyai “ilmu spiritual” apa?]
  • Ketiga, seorang ibu lain lagi mengalamai bahwa ada benjolan-benjolan di sekujur tubuhnya. Dokter ahli kulit yang memeriksanya tak bisa mendiagnosa penyakitnya. Makin hari demam ibu ini makin tinggi sehingga tidak bisa bekerja. Bahkan, saat [maaf] ke belakang, ada tiga petasan kecil keluar dari tubuhnya! Selain dia, pembantu rumah tangganya menjadi saksi mata. Setelah rumahnya diberkati dan dia menerima sakramen pengurapan orang sakit, sekitar satu jam kemudian benjolan-benjolan pada tubuhnya itu pecah, dan keluar darah dan nanah! Ibu itu pun menjadi sembuh.



Melalui Sakramen + Sakramentali

Apa yang menarik dari ketiga kejadian aneh tadi?

  • Pertama, sampai saat ini kuasa Kristus sungguh masih nyata! Kuasa Kristus mampu mematahkan gangguan black magic yang berasal dari kuasa kegelapan. Jadi, kita tak perlu merasa ragu-ragu lagi akan kuasa dan perlindungan Tuhan Yesus. Dan Tuhan Yesus telah mengajarkan, “Jenis ini tidak dapat diusair kecuali dengan berdoa (Mark 9:29) [dan berpuasa (Mat 17:21)].”
  • Kedua, cara yang dipakai adalah melalui sakramen (sakramen pengakuan dosa, sakramen pengurapan orang sakit) dan sakramentali (pemberkatan rumah, air suci). Hal ini meneguhkan apa yang diajarkan oleh Gereja bahwa Sakramen dan Sakramentali merupakan cara yang lazim dan biasa dipakai oleh Tuhan untuk mencurahkan rahmat-Nya (bdk. KGK 1257: Tuhan telah mengikatkan keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi Ia sendiri tidak terikat pada Sakramen-Sakramen-Nya). Kalau sudah tahu ada cara yang lazim dan biasa, tak perlu kita mencari-cari alternatif “luar biasa”, apalagi bila hal itu bertentangan dengan iman.
  • Ketiga, dengan berbeda-bedanya sarana sakramen dan sakramentali yang digunakan dalam ketiga kasus di atas, justru memperjelas bagi kita bahwa yang utama adalah Kristus. Perkara sarana yang digunakan, tak perlu dimutlakkan. Memutlakkan salah satu sarana, justru akan membuat kita jatuh pada bahaya takhayul (missal anggapan bahwa: asalkan rumahku diberkati, pasti semua beres). Dengan memanfaatkan sarana sakramen-sakramentali, itu berarti manakala menghadapi kasus-kasus demikian kita bisa minta doa dan pelayanan dari setiap imam, juga pastor paroki Anda. Tak perlu kita mengkultuskan imam tertentu, apalagi yang kita anggap “semi dukun”. Semua imam, berkat rahmat tahbisan imamatnya, bisa menerimakan sakramen dan sakramentali kepada kita.


Dirajai oleh Kristus

Mari kita mengandalkan kuasa dan perlindungan Kristus. Bila kita tinggal dalam firman-Nya, hidup dalam kasih seperti yang diajarkan-Nya, niscaya kita menikmati perlindungan-Nya. Mari kita mempersilakan Tuhan Yesus Kristus merajai hati kita, memimpin hidup kita, dan menguasai seluruh budi dan kehendak kita. Niscaya kita akan menikmati kuasa dan perlindungan-Nya. Semoga.

Penulis : F.X. Didik Bagiyowinadi Pr
Sumber: Di Tengah Berbagai Angin Pengajaran (Malang: Dioma, 2005) hlm. 144-149. dikutip dari : http://www.imankatolik.or.id/

Rabu, 15 Januari 2014

Sungai Yordan, Sungai Suci Yang Kini Tinggal Kenangan...

Berkas:Yarden 034PAN2.JPG

Sungai Yordan (bahasa Yahudi: נהר הירדן nehar hayarden, bahasa Arab: نهر الأردن nahr al-urdun), Nama dalam bahasa Ibrani: "ירדן" (yardén, bahasa Inggris: descender), berarti "yang menurun". Dari akar kata "ירד" (yarad, bahasa Inggris: to descend), sebuah kata kerja yang berarti "turun, menurun, menuruni, menuju ke arah bawah". 

Sungai Yordan memiliki panjang 251 km (156mi)  berada pada ketinggian 2.814 ft (858 m).  Sungai Yordan adalah suatu sungai di Asia Barat Daya yang berhulu di utara Israel dekat kibbutz Sede Nehemya dan mengalir lewat Laut Galilea ke Laut Mati. Sungai itu merupakan sebagian batasan antara Israel dan Yordania.

Sungai Yordan mengalir di sepanjang perbatasan Israel dan Kerajaan Yordania


Apa Kabarmu Kini ?

File:Jordan River Bushy.jpg

File:Yarden 0182.JPG

File:Jordan River in spring.jpg

Sungai Yordan, sungai yang diyakini umat Kristiani sebagai tempat di mana Yesus dibaptis, kini tidak lebih dari sekedar sungai berpolusi yang akan segera musnah tahun depan bila kerusakannya tidak teratasi. Sungai Jordan, yang dulu "gagah perkasa" dan dipercaya oleh umat Kristiani menjadi tempat Jesus dibaptis, kini tak lebih dari aliran air yang tercemar serta dapat mati tahun depan kecuali kerusakan itu dihentikan, kata beberapa pecinta lingkungan hidup, Senin (3/5/2010).

Sungai yang sangat terkenal itu telah berubah jadi saluran-air kecil di sebelah selatan laut Galilee. Sungai tersebut diporak-porandakan oleh eksploitasi yang berlebihan, polusi dan kurangnya pengelolaan regional, kata Friends of the Earth, Middle East (FoEME), di dalam satu laporan.

Lebih dari 98 persen anak sungai Yordan dialihkan oleh Israel, Suriah, dan Yordania, selama bertahun-tahun. "Aliran yang tersisa penuh dengan sampah, air kolam ikan, kepentingan pertanian, dan air garam," kata Friends of the Earth dari Israel, Yordania, dan Tepi Barat, dalam sebuah laporan, seperti dikutip dari laman Montreal Gazette, Senin 3 Mei 2010. Laporan tersebut akan dirilis hari ini di Amman.

 

"Tanpa tindakan konkrit, Sungai Yordan bagian bawah diperkirakan akan kering pada akhir 2011. Sungai Yordan, yang mengalir 217 kilometer dari Danau Galilea ke Laut Mati, dan anak sungainya dimanfaatkan oleh Israel, Yordania, Suriah, dan Tepi Barat.

Pada 1847, seorang anggota Angkatan Laut Amerika Serikat yang memimpin ekspedisi di sepanjang Sungai Yordan mengatakan bahwa dia sempat menuruni air terjun. Sekarang, Sungai Yordan merupakan sungai air payau dengan luas hanya beberapa meter.

Beberapa kilometer di selatan Danau Galilea, sebuah bendungan menghambat aliran air ke sungai. Tidak jauh dari bendungan, kotoran mentah keluar dari sebuah pipa. "Tidak akan lagi yang akan mengatakan bahwa air di Sungai Yordan adalah air suci, tidak ada yang bisa menerima kondisi sungai yang terkenal di seluruh dunia ini," kata direktur Friends of the Earth untuk Israel, Gidon Bromberg.

river jordan


Tiap tahun, ribuan peziarah menceburkan diri ke lokasi itu meski telah diperingatkan mengenai tingginya polusi di Sungai Yordan. Seorang pria Rusia berjubah putih masuk ke sungai, tepat di lokasi di mana ajaran Kristen mengajarkan bahwa Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. 

Masyarakat Israel, Jordania dan Palestina di sepanjang hilir Sungai Jordan --sebanyak 340.000 orang secara keseluruhan-- membuang limbah yang tak dioleh ke dalam sungai tersebut.

Ironisnya, jika air limbah itu berhenti mengalir ke dalam sungai --yang direncanakan oleh Israel dilakukan di wilayahnya-- kerusakan bahkan bisa lebih besar lagi kecuali tindakan tambahan dilakukan guna mengurangi kadar garam di dalam air.

FoEME percaya penyelesaiannya berada pada dikeluarkannya sangat banyak air bersih ke dalam sungai itu.

Sungai Jordani dulu memiliki aliran 1,3 miliar meter kubik per tahun, tapi sekarang hanya mengalirkan sebanyak 20 juta sampai 30 juta meter kubik air ke dalam Laut Mati.

Sewage flowing into the bed of the lower Jordan River. Photo courtesy Mira Edelstein


"Satu studi baru yang kami lakukan mengungkapkan bahwa kita telah kehilangan sedikitnya 50 persen keragaman hayati di sungai tersebut dan sekitarnya akibat pengalirah hampir seluruh air bersih, dan sebanyak 400 juta meter kubik air per tahun sangat diperlukan untuk dikembalikan ke sungai itu guna menghidupkannya kembali," kata Munqeth Mehyar, Direktur FoEME di Jordania.

Israel, Suriah, dan Jordania --semuanya-- harus mengembalikan air ke sungai yang sakit tersebut, kata laporan itu.

Israel, yang telah mengalihkan sangat banyak bagian dan akan menjadi negara maju, mesti mengembalikan bagian persentase air yang lebih banyak, katanya.

Penanganan yang lebih baik dapat membuat Israel menghemat 517 juta meter kubik air per tahun dan Jordania 305 juta meter kubik, yang sebagian dapat dialokasikan ke Sungai Jordan, kata kelompok pecintan lingkungan hidup itu.

Meningkatkan aliran air Sungai Jordan pada jangka panjang juga akan menyelamatkan Laut Mati, yang pada gilirannya akan menjadi layu dengan cepat.

Sumber : 
  1. http://en.wikipedia.org/wiki/Jordan_River
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Yordan
  3. http://www.antaranews.com, Selasa, 4 Mei 2010 10:28 WIB.
  4. http://dunia.news.viva.co.id/news/read/148497-sungai_yordan_terancam_musnah

Selasa, 07 Januari 2014

Apakah Peran Gereja di Dunia Politik ?

Pastoral Politik Caleg

Kata politik adalah kata yang asing bagi sebagian besar Umat Katolik, bahkan tidak dipungkiri bahwa kata politik menjadikan alergi. Politik sering diindikasikan sebagai sesuatu yang kotor, korup, saling menjatuhkan dan sebagainya. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau tidak banyak Umat Katolik yang terlibat dalam dunia politik. Hal itu tidak hanya terjadi di kalangan umat, diantara sebagian Imam pun alergi dengan kata politik, sehingga diparokinya tidak boleh ada kegiatan yang berbau politik. Benarkah politik identik dengan yang kotor, korup? Benarkah Gereja Katolik tidak boleh berpolitik?


Arti kata Politik

Apa arti politik? Ada banyak arti dari kata politik antara lain: 
  1. Usaha menggapai kehidupan yang lebih baik. (Miriam Budiarjo, Prof, dasar-dasar ilmu politik hal. 13)
  2. Usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. (Idem., hal. 15)
  3. Plato dan Aristoteles menyebut politik adalah suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Di dalam polity semacam itu manusia akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. (Idem., hal. 14)

Upaya untuk mencapai masyarakat yang baik  mengarah pada pembentukan sebuah Negara (state). Upaya mencapai suatu Negara yang baik berkaitan dengan :
  1. kekuasaan (power), 
  2. pengambilan keputusan (decision making),  
  3. kebijakan publik (public policy), 
  4. alokasi atau distribusi (allocation or distribution). 
Penekanan pada upaya-upaya untuk mencapai masyarakat tersebut membuat definisi-definisi politik di atas bergeser seturut penekanannya pada upaya. Prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan melaksanakannya; sedang bagi mereka yang menekankan alokasi atau distribusi melihat politik sebagai usaha membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai secara mengikat.

Bertolak dari pengertian-pengertian politik di atas, dapat disimpulkan bahwa arti politik adalah usaha untuk mencapai kesejahteraan bersama (bonum communae). 


Politik sebagai perwujudan Iman

Setiap orang beriman dipanggil dan diutus untuk mewujudkan imannya melalui perbuatannya (bdk. Yak 2:14, 17). Dengan demikian setiap orang beriman dalam panggilan dan martabatnya masing-masing dipanggil dan diutus untuk mewujudkan imannya. Lebih jauh dekrit tentang kerasulan awam menyebut bahwa panggilan kristiani menurut hakekatnya adalah panggilan untuk merasul. ''Seperti dalam tata susunan tubuh yang hidup tidak satupun anggota bersifat pasif melulu, melainkan beserta kehidupan tubuh juga ikut menjalankan kegiatannya, begitu pula dalam Tubuh Kristus, yakni Gereja, seluruh tubuh menurut kadar pekerjaan masing-masing anggotanya mengembangkan tubuh. Sehingga anggota yang tidak berperan menurut kadarnya demi pertumbuhan tubuh juga harus dipandang tidak berguna bagi Gereja atau bagi dirinya sendiri.'' (AA: Apostolicam Actuositatem, Bab I art. 2.) 

Secara khusus kaum awam beriman kristiani dengan ciri khas status hidup awam di tengah masyarakat dan urusan-urusan duniawi maka mereka dipanggil Allah untuk dijiwai semangat kristiani, ibarat ragi, menunaikan kerasulan mereka di dunia. (AA.2). 

Lebih jauh dalam Ensiklik Christi Fideles Laici disebut bahwa dunia kerasulan kaum beriman kristiani adalah bidang sosial ekonomi, politik, kebudayaan dan pendidikan.

Bertolak dari pemahaman politik yang adalah usaha untuk mencapai kesejahteraan bersama (bonum communae) politik adalah salah satu bentuk kerasulan bagi orang beriman sebagai perwujudan imannya. Setiap orang beriman pada martabatnya masing-masing dipanggil untuk terlibat dalam usaha mencapai kesejahteraan bersama.

Bentuk keterlibatan dalam politik kaum awam (Semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. LG. 31) lebih leluasa karena justru panggilan khas mereka adalah terlibat dalam tata dunia. Secara konkrit keterlibatan kaum awam dalam politik adalah keterlibatan dalam bermasyarakat. Kaum awam menyatu dengan masyarakat sebagai makhluk sosial yang peduli dengan sesama dan lingkungannya serta lebih jauh berani mengambil bagian dalam setiap kesempatan sosial dan politik yang terbuka untuk dilibati. Misalnya terlibat dalam organisasi  RT atau RW, organisasi kemasyarakatan, terlibat dalam partai politik dan lain-lainnya. 


Kesimpulan


Politik adalah usaha untuk mencapai kesejahteraan bersama (bonum communae). Politik bukanlah sesuatu hal yang “haram” bagi Gereja Katolik, bahkan lebih dari itu setiap orang beriman dalam martabat dan panggilannya masing-masing dan dengan caranya masing-masing dipanggil untuk terlibat dalam politik. Mengutip nasehat Mgr. Soegijapranata, SJ kepada politikus Katolik Indonesia I.J. Kasimo:  

''Jangan biarkan orang lain mengambil keputusan mengenai nasibmu, tanpa kamu terlibat di dalamnya.'' 

Ini merupakan ajakan kepada setiap orang beriman untuk peka akan kecemasan dan harapan, penderitaan dan kegembiraan bangsa ini. Menjadi orang Katolik Indonesia berarti 100 % Katolik dan 100% Indonesia. 

Penulis : Pastor Setiawan Rusbani, Pr, Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Bandung
Sumber : Warta Utama IV,  Majalah Komunikasi No. 388,Bulan Pebruari 2013.

Pastoral Politik : Para Gembala Tidak Boleh Berpihak Pada Salah Satu Caleg !


Para gembala tak boleh berpihak pada satu caleg! Demikian penegasan Uskup Sibolga, Mgr Ludovicus Simanullang OFMCap pada ratusan calon legislatif (caleg) medio Juli 2013. Kronos tahun politik saat ini adalah khairos yang membawa rahmat pastoral politik Gereja bagi kebaikan masyarakat. Lalu, bagaimana kronos dan khairos itu bekerja bagi Gereja dan masyarakat?

Para caleg adalah domba yang siap jadi pahlawan, karena mereka telah memasuki enam dari 11 fase, yakni: 
  1. takut (phobi) politik dengan segala macam alasan, 
  2. apatis, 
  3. tidak takut, 
  4. berminat, 
  5. ingin tahu dan 
  6. mengalami ikut bermain politik. 
  7. Fase 7-11: kepemimpinan politik, mendalami penghayatan politik, berjuang melalui kegiatan politik, jatuh bangun dalam politik, dan asketisme/ spiritualitas politik.


Proses panjang itu butuh aksi pastoral Gereja pada para caleg. Karena realita politik yang mereka masuki sungguh menguras biaya, energi, pikiran, perhatian, waktu, harta, dan hidup keluarga. Para caleg menghadapi bahaya besar di rimba raya politik. Predator politik selalu mengintainya. Perlawanan massal bawah sadar gerakan “depolitisasi, deparpolisasi, dan de-depeerisasi” menyepelekan semua minat politik. Semua harus mereka hadapi dengan segala risikonya.

Litani dosa politik menjadi daftar seram bagi para apatis. Nafsu politis rendahan mengubah manusia menjadi binatang politik. Prinsip kebaikan dan keutamaan untuk membangun arsitektur politik dengan kejujuran, tanggungjawab, intelektualitas, dan asketisme, runtuh.

Menu dosa politik itu kian menakutkan ketika media menyorot cara kerja “ekonomisasi politik” dengan permainan uang, wanita, broker, spekulan, mafia, preman, citra, kepuasan, hiburan, dan popularitas. Unsur-unsur itu sangat dominan membangun institusi politik. Pasar gelap politik terlihat memainkan uang, mobil, rumah, dan wanita, sebagai modal investasi untuk sogok, pelicin, umpan, servis, dst. Memanusiakan kembali (rehumanisasi) politik adalah tantangan nyata yang dihadapi para caleg saat ini.

Namun, apakah beban rehumanisasi dari litani itu hanya mau ditanggungkan pada para pekerja politik dan caleg? Tiga dalil berikut ini bisa dikembangkan : 
  • Pertama, politik ditujukan untuk mengurus banyak orang dan kepentingan, jabatan, uang negara dan uang swasta. Banyak peraturan dan hukum yang harus dibuat, dilaksanakan, ditegakkan, dan diperbarui terus-menerus, secara bertahap dan/atau berlanjut. Tercatat, 11 Komisi di DPR-RI; masih ada lagi empat Badan, 9-12 Partai, 35 kementerian, yang meliputi sekitar 3500-an jabatan politik. Maka yang diincar para caleg sesungguhnya baru tiga jenis saja. Masih tersisa 3.497 jabatan politik selain caleg (kabupaten/kota, provinsi, pusat).

  • Kedua, jelas bahwa tiada institusi alternatif apapun yang bisa melaksanakan semuanya secara serentak, selain urusan politik. Institusi Gereja atau agama apapun tak mungkin merambah semuanya. Tak ada politik di alam demokrasi, selain melalui institusi partai. Jika bukan partai, kita jatuh ke sistem diktator, militerisme, kerajaan, atau negara agama, dan semacamnya.
  • Ketiga, praktik politik bersifat jangka panjang, penuh lika-liku, non-linier, sarat situasi ketakterdugaan, menguras energi, perhatian, pikiran, waktu, biaya, harta, hidup keluarga, dan tentu saja duka lara tak-terperi.

Karena itu, kegiatan politik bukan sekadar hobi, tapi panggilan hidup berbekal talenta. Tugas rehumanisasi politik yang dibebankan pada para caleg dalam tiga dalil itu menjadi panggilan karya untuk mewujudkan politik sebagai “karya terbaik dalam arsitektur budaya bangsa”. Karya itu meliputi segala upaya, pelaksanaan, dan pelayanan. Mengapa harus “terbaik”? Karena tiada alternatif lain untuk melakukannya, selain tugas politik.

Dapat dipahami, terkuaknya kebohongan dan daftar dosa politik bukanlah untuk menjadi apatis, tapi menunjukkan agar “yang terbaik” harus segera diwujudkan. Oleh siapa? Kita semua (juga Gereja) dengan pembagian fungsi yang berbeda-beda dalam tanggungjawab bersama.

Penulis : Nikolas Simanjuntak
Sumber : http://www.hidupkatolik.com/, Kamis, 26 September 2013 14:56 WIB