Berapa harga untuk minta ujub dalam perayaan Ekaristi? Apakah ada dasar biblis dari praksis minta ujub ini? Apa peruntukan dari dana ujub ini? Untuk pemberkatan pabrik atau toko, apakah ada tolok ukur jumlah persembahan?
Susan Kurniawati, Malang
Pertama, baik untuk disadari bahwa dalam pelayanan rohani Gereja dilarang melakukan jual beli rahmat. Karena itu, tidak digunakan kata “harga” yang biasa dipakai dalam praktik jual beli. “Hendaknya dijauhkan sama sekali segala kesan perdagangan atau jual beli stips Misa” (KHK Kan 947). Umat boleh memohon ujub Misa dengan mempersembahkan derma bagi Gereja atas pelayanan rohani yang diterima. Tidak ada harga tertentu yang harus dibayar, tak ada tarif! Derma atau persembahan itu disebut stipendium (Latin) atau iura stolae (Latin). Memperjualbelikan rahmat dalam Gereja merupakan dosa simonia.
Kedua, pemberian stipendium ini bukanlah suatu kewajiban yang mengikat, juga karena bersifat persembahan. Maka, “sangat dianjurkan agar para imam merayakan Misa untuk intensi umat beriman kristiani, terutama yang miskin, juga tanpa menerima stips (KHK Kan 945 #2).” “Pelayan sakramen tidak boleh menuntut apa-apa bagi pelayanannya selain persembahan (oblationes) yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tetapi harus selalu dijaga agar orang miskin jangan sampai tidak mendapat bantuan sakramen-sakramen karena kemiskinannya” (Kan 848). Imam juga tidak boleh menuntut jumlah yang lebih besar, tetapi boleh menerima, jika umat memberikan secara sukarela.
Ketiga, praksis memberi derma atau persembahan oleh umat ini sudah berkembangan sejak awal Gereja, baik dengan tujuan untuk menggantikan biaya perlengkapan Ekaristi, seperti lilin, anggur, roti, serta yang lain, maupun untuk mendukung hidup imam serta mendukung karya Gereja bagi orang-orang miskin (1 Kor 9:13; 16:1-4). Stipendium adalah bentuk keikutsertaan umat dalam bertanggung jawab secara ekonomis atas kesejahteraan Gereja dan kehidupan para pelayanannya (Kan 946).
Meskipun stipendium itu bersifat sukarela atau suatu persembahan, jumlah stipendium bisa ditentukan pertemuan para uskup atau konferensi waligereja setempat (Kan 952 #1). Pada umumnya, besar stipendium sebuah Misa adalah sebesar biaya makan yang pantas untuk sehari.
Keempat, ada peraturan yang sangat ketat dalam penerimaan dan pemakaian stipendium (KHK Kan 945-958, Kan 1380 dan Statuta Keuskupan Regio Jawa 1988 No. 97-99). Biasa satu Misa hanya diperbolehkan untuk satu intensi. Jika ada intensi lain, maka penerimaan intensi kedua haruslah dilakukan dengan izin peminta intensi pertama. Tetapi karena jumlah Misa sedikit dan sangat banyak intensi, sudah menjadi kebiasaan yang diterima di banyak paroki bahwa sebuah Misa bisa dipersembahkan untuk berbagai intensi tanpa harus bertanya lagi kepada peminta intensi pertama.
Kelima, meskipun bersifat sukarela dan tanpa tarif, persembahan yang diberikan untuk sebuah pelayanan rohani juga merupakan ungkapan syukur dan terima kasih, sekaligus ungkapan permohonan berkat. Maka, umat juga perlu dididik untuk menghargai keluhuran berkat yang diterima dan mengungkapkan apresiasi ini secara murah hati dalam stipendium yang diberikan. Misal pemberkatan sebuah pabrik atau toko yang secara ekonomis produktif tentu mengandaikan ungkapan syukur dan permohonan yang lebih besar daripada pemberkatan sebuah rumah sederhana di kampung. Kemurahhatian umat kepada Gereja bisa dipandang sebagai ungkapan doa permohonan akan kemurahhatian Allah bagi pekerjaan mereka selanjutnya. Allah akan bermurah hati kepada mereka yang murah hati. Demikian juga, berbahagialah mereka yang memberi dengan sukacita.
Penulis : Petrus Maria Handoko CM
Sumber : hidupkatolik.com, Senin, 5 Oktober 2015 15:25 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar