Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 November 2016

Misteri Lapisan Tersembunyi di Makam Yesus Kini Terungkap.


Arkeolog menemukan lapisan tersembunyi di makam batu Yesus di Yerusalem. 

Lapisan itu ditemukan ketika tim dari National Geographic Society dan National Technical University of Athens melakukan pemetaan radar di Gereja Makam Suci, gereja yang dibangun di atas makam Yesus.

Lapisan tersembunyi itu diduga merupakan gua asli tempat jasad Yesus dipersitirahatkan usai disalib.

"Apa yang ditemukan sangat mengagumkan. Saya biasanya menghabiskan waktu di makam Raja Tut. Ini lebih penting," kata arkeolog National Geographic Society, Fredrick Hiebert, seperti dikutip Science Alert, Jumat (28/10/2016).

Lapisan tersembunyi di makan Yesus ini ditemukan bersamaan dengan proyek restorasi Gereja Makam Suci.

Lokasi makam Yesus diidentifikasi pertama kalinya tahun 326 Masehi. Makam ditutup dengan batu marmer. Sejak tahun 1550, batu marmer itu tak pernah dibuka.

Lewat proyek ekskavasi, ilmuwan membuka makam Yesus untuk pertama kalinya.

Penutup marmer pertama telah dibuka. Arkeolog kini tengah berupaya membuka lapisan penutup marmer kedua yang diduga langsung terhubung dengan ruang gua tempat jasad Yesus dahulu diperistirahatkan.

"Analisis ilmiah akan panjang, tapi kita akan melihat batu tempat jasad Yesus direbahkan," kata Hiebert.


Membuka makam Yesus, arkeolog akan mampu mempelajari tempat jasad Yesus direbahkan, sejarah tempatnya, serta peristiwa yang sebenarnya terjadi saat Yesus wafat.

Tantangan ekskavasi kali ini adalah waktu. Arkeolog cuma diberi waktu 60 jam oleh komunitas Kristiani setempat.

Setelah ekskavasi, makam akan didutupo kembali. Namun, celah marmer masih memungkinkan pengunjung Gereja Makam Suci untuk melihat ke dalam.

Belum jelas apa yang ada di dalam makam Yesus. Namun, penemuan lapisan tersembunyi ini sudah menarik.

Gereja Makam Suci dibangun pada abad ke-12. Yesus sendiri diduga disalib antara tahun 30 - 33 Masehi pada usia sekitar 29 tahun.

Penulis & Editor : Yunanto Wiji Utomo
Sumber : http://sains.kompas.com, Jumat, 28 Oktober 2016, 19:54 WIB.

Jumat, 04 Maret 2016

Mengapa Banyak Peristiwa di Devosi "Jalan Salib" Tidak Tertulis di dalam Injil?

Yesus berjumpa dengan Bunda-Nya

Yesus berjumpa dengan Bunda-NyaKisah sengsara Yesus dalam Injil - terutama sekali tulisan St Lukas - menjadi sumber bagi sebagian besar dari keempatbelas perhentian Jalan Salib tradisional. Peristiwa Yesus dijatuhi hukuman mati oleh Pilatus, Yesus memanggul salib-Nya, Simon dari Kirene membantu memanggul salib, perempuan-perempuan yang menangisi-Nya, pakaian Yesus ditanggalkan, Yesus disalibkan, Yesus wafat, Yesus diturunkan dari salib dan dimakamkan, semuanya dicatat dalam Kitab Suci.

Tetapi bagaimana dengan peristiwa-peristiwa yang tidak disebutkan dalam Injil? 
  • Misalnya peristiwa Yesus berjumpa dengan Maria, Bunda-Nya; 
  • Veronika mengusap wajah Yesus; Yesus jatuh sebanyak tiga kali? 
  • Dari manakah kisah-kisah ini berasal? Tampaknya kisah-kisah tersebut berasal dari para peziarah perdana yang mengunjungi Yesusalem.



Yesus berjumpa dengan bunda-Nya, Yesus jatuh tiga kali

Yesus jatuh pertama kali

Menurut Injil Yohanes, Bunda Maria berdiri dekat Salib Yesus (Yoh 19:25-27). Tidakkah Bunda Maria termasuk dalam rombongan yang mengikuti-Nya dalam perjalanan-Nya ke Kalvari, dan tidak mungkinkah mereka bertemu dalam perjalanan itu? Para peziarah yang napak tilas di sepanjang Via Dolorosa (=Jalan Sengsara) yakin dengan pasti akan hal tersebut.

Yesus tentulah teramat lemah selama sengsara-Nya. Jika tidak demikian, mengapakah Simon dari Kirene dipaksa untuk membantu memanggul salib-Nya? Bukankah penderaan yang dilakukan oleh para prajurit Pilatus demikian dahsyatnya? Para peziarah yang melewati Via Dolorosa dengan pasti menyimpulkan bahwa Yesus jatuh lebih dari satu kali oleh sebab kondisi-Nya yang sedemikian lemah. Sementara para peziarah sendiri menapaki jalan Yerusalem yang sulit serta berliku-liku, mereka yakin bahwa pastilah Ia jatuh berulang kali.


Kisah Veronika

Veronika mengusap Wajah Yesus

Veronika mengusap Wajah YesusKisah Veronika tidak diceriterakan dalam Injil mana pun, tetapi dicatat dalam tulisan-tulisan apokrip. Kisah Pilatus dari abad kedua mencatat bahwa seorang wanita bernama Veronika (Bernice, dalam bahasa Yunani) adalah wanita yang sama dengan yang telah disembuhkan Yesus dari sakit pendarahan (Mat 9:20:22). Wanita itu datang pada saat Yesus diadili di hadapan Pilatus untuk menyatakan bahwa Ia tidak bersalah.

Versi sesudahnya tentang kisah tersebut yang berasal dari abad keempat atau kelima mencatat bahwa Veronika memiliki sepotong kain dengan gambar Wajah Yesus. Para peziarah Barat kembali ke Eropa dan menceritakan kisah tentang Veronika. Oleh karena devosi Jalan Salib berkembang pada akhir abad pertengahan, kisah Veronika dikenangkan dalam perhentian keenam: Veronika mengusap Wajah Yesus dalam perjalanan-Nya ke Kalvari dan Yesus meninggalkan gambar wajah-Nya di kerudung Veronika. Reliqui dengan gambar Wajah Yesus, yang dikenal sebagai “Kerudung Veronika”, dihormati di Gereja St. Petrus di Roma sejak abad kedelapan.


“Kerudung Veronika”


Menurut tradisi ada suatu kisah tentang seorang wanita yang menghibur Yesus ketika Ia sedang dalam perjalanan-Nya memanggul salib ke Golgota. Wanita itu memandang wajah Yesus yang penuh dengan keringat, debu dan darah. Oleh karena belas kasihan, ia melepaskan kerudungnya dan menyeka wajah Yesus. Konon ketika ia selesai menyeka wajah-Nya, gambar wajah Yesus tergambar di kerudungnya. Menurut tradisi nama wanita itu ialah "Veronica". Nama tersebut sesungguhnya berasal dari kata Latin 'vera', yang artinya "benar" dan kata Yunani 'eikon', yang artinya "gambar". Pada abad pertengahan, beberapa orang mengaku memiliki kerudung Veronika yang asli. Tetapi hanya satu yang sangat dihormati yaitu kerudung Veronika yang ditempatkan di gereja St. Petrus di Roma. Di Italia, kerudung tersebut disebut 'Sindone'. Sindone sering dihubung-hubungkan dengan Kain Kafan Turin. Jika kalian ingin mendapatkan informasi lebih lengkap, kalian dapat mengunjungi http://sindone.torino.chiesacattolica.it/en/welcome.htm.

Sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com


Veronika dan wanita-wanita lain yang melayani Yesus

Para wanita memainkan peranan penting dalam Jalan Salib. Sesungguhnya, Injil memberikan kesan yang baik tentang mereka sepanjang kisah sengsara. Dua Injil mengawali kisah sengsara dengan ceritera tentang seorang wanita tak dikenal yang meminyaki kepala Yesus dengan minyak wangi yang mahal harganya di rumah Simon si kusta, pada saat yang sama Yudas dan imam-imam kepala bersekongkol untuk membunuh Dia (Mat 26:6-13; Mark 14:3-9).

Yesus jatuh pertama kaliDalam perjalanan-Nya ke Kalvari, “Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia.” (Luk 23:27). Sementara di Kalvari, “Ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh” (Mat 27:55). Para wanita menghadiri pemakaman-Nya: mereka “ikut serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan. Dan setelah pulang, mereka menyediakan rempah-rempah dan minyak mur. (Luk 23: 55-56). Pada pagi Paskah, mereka datang untuk meminyaki Tubuh-Nya, tetapi mendapati bahwa makam telah kosong (Mat 28:1-10; Yoh 20:1-10).

Pada zaman Yesus, para wanitalah yang biasa menghibur mereka yang menjelang ajal serta menguburkan mereka yang meninggal. Kisah sengsara dalam Injil menunjukkan bagaimana para wanita menunaikan tugas-tugas mereka. Sungguh, Veronika memenuhi gambaran Injil secara mengagumkan - seorang wanita yang mengulurkan tangannya kepada mereka yang menderita serta menemukan wajah Tuhan yang tersembunyi di sana.

Penulis : : Romo Victor Hoagland, C.P.
sumber : “What about incidents not mentioned in the gospels? Jesus Meets His Mother, Jesus' Three Falls, the Story of Veronica” by Fr. Victor Hoagland, C.P.; Copyright 1997-1999 - The Passionist Missionaries; www.cptryon.org, dikutip dari : www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Victor Hoagland, CP.”

Selasa, 01 Maret 2016

10 Perbedaan Mendasar Agama Kristen Protestan dan Katolik.


Kristen adalah agama yang dibawa Yesus Kristus. Umat Kristen mengklaim monoteisme, mereka mempercayai Allah Yang Esa. Kendati mereka “membagi” Allah dalam tiga pribadi, yakni Bapa (Sang Pencipta), Putra (Yesus Kristus, Tuhan yang menjelma menjadi manusia), dan Roh Kudus (Tuhan yang ada di hati tiap manusia). Ketiganya tetap satu kesatuan atau dikenal konsep Trinitas.


Agama Kristen pecah menjadi tiga aliran gereja, karena perbedaan pendapat para pengikutnya. Antara lain Kristen Ortodoks, termasuk Kristen Koptik di Mesir; Kristen Katolik; dan Kristen Protestan. Adapun hal-hal yang memicu perbedaan Kristen Katolik dan Kristen Protestan, sbb.

  • Kristen Protestan menolak Paus

Di antara perbedaan Katolik dan Protestan yang paling menonjol adalah, umat Katolik memiliki pemimpin tertinggi yang disebut Paus dan bertahta di Vatikan, Roma.

Paus pertama adalah St. Petrus, pemimpin 12 murid Yesus. Dari kemunculan agama Kristen sejak abad pertama hingga sekarang sudah ada 300-an Paus. Paus saat ini adalah Paus Fransiskus I yang menggantikan Paus Benedictus XVI.

Sementara Kristen Protestan tidak mengakui Paus dan tidak memiliki pemimpin tertinggi. Alasannya sekaligus menjadi sebab perpecahan agama Kristen dan kemunculan Kristen Protestan pada abad pertengahan di Eropa.


Ketika Paus Leo X ingin membangun gereja termegah sedunia yang disebut Basilika St. Petrus di Vatikan, ia melakukan hal-hal yang dianggap tak sesuai dengan ajaran Kristen, yaitu mengumpulkan dana pembangunan gereja, antara lain dengan menjual surat pengakuan dosa. Hal ini diprotes oleh Pendeta Martin Luther yang memutuskan memisahkan diri. Mereka yang menjadi pengikut Martin Luther disebut Protestan.

  • Kristen Protestan menolak Kitab Deutro-Kanonika

Kitab suci kedua umat Kristen disebut Alkitab. Sementara Injil hanyalah sebagian kecil dari Alkitab yang khusus menceritakan kehidupan Yesus. Namun Alkitab umat Katolik dan umat Protestan berbeda.

Alkitab Katolik lebih tebal dari Alkitab Protestan, karena di dalam Alkitab Katolik ada tambahan 12 kitab yang dinamakan Deutero-Kanonika. Kitab-kitab tersebut tidak diakui kebenarannya oleh umat Protestan atas doktrin Purgatory, wilayah di antara surga dan neraka, atau disebut Api Penyucian.

  • Kristen Protestan menolak monopoli Magisterium


Dalam tradisi Katolik, orang biasa dilarang menafsirkan kitab suci, selain Magisterium, yaitu para ahli agama yang berpusat di Roma. Umat Katolik di seluruh dunia tinggal mengikuti penafsiran Magisterium dan tidak boleh menafsirkan kitab suci menurut pengertian mereka sendiri. Sedangkan ajaran Protestan cenderung membebaskan semua orang untuk menafsirkan kitab suci.

Dua kebijakan berbeda di atas berdampak besar. Umat Katolik di seluruh dunia lebih bersatu karena memiliki satu pendapat yang sama tentang kitab suci. Sehingga umat Katolik tidak terbagi menjadi beberapa aliran. Berbeda dengan umat Protestan yang terpecah-pecah menjadi aliran-aliran yang lebih kecil atau disebut denominasi.

Aliran-aliran ini muncul karena perbedaan penafsiran antara satu gereja dengan gereja lainnya, seperti ada GPIB, Kharismatik, Pentakosta, Metodis, Baptis (GBI), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Gereja Batak (HKBP), Adven, Mormon, dst. Maka, jika umat Katolik bisa datang ke gereja manapun di seluruh dunia, maka berbeda dengan umat Protestan yang mungkin seumur hidupnya hanya datang ke satu gereja yang sama.

  • Kristen Protestan menolak hierarki


Jika para pemuka agama Katolik memiliki hierarki dari romo/pastur, uskup, kardinal, dan paus, yang memungkinkan pemuka agama naik jabatan, maka dalam tradisi Protestan tidak ada.

Karena adanya hierarki pemuka agama dalam tradisi Katolik, maka hierarki juga berlaku pada gereja mereka, yaitu kapel (gereja kecil), gereja paroki (tempat kedudukan pastur), katedral (tempat kedudukan uskup/kardinal), dan basilika (tempat kedudukan paus). Semakin tinggi tingkatannya, ukurannya pun biasanya semakin besar.

  • Kristen Protestan menolak Para Kudus

Para Orang Kudus (Eng: Saint; St.). Orang Kudus laki-laki disebut Santo, sementara perempuan disebut Santa. Nama-nama Orang Kudus biasanya digunakan sebagai nama gereja, misalnya Gereja Santa Maria dan Gereja Santo Petrus. Tanggal 14 Februari bahkan diperingati St. Valentine.

Nama-nama Para Saint juga biasanya digunakan sebagai nama baptis. Biasanya diakhiri –us, misalnya Petrus, Paulus, Fransiskus. Sementara dalam tradisi Protestan, umumnya menggunakan nama-nama nabi sebagai nama baptis mereka, seperti Abraham, Samuel, Daniel.

  • Kristen Protestan menolak 5 Sakramen

Sakramen adalah bentuk upacara suci yang wajib dilakukan penganut Kristiani sepanjang hidup mereka. Gereja Katolik mengakui ada 7 sakramen, yaitu Baptis (masuk agama Kristen), Krisma (diberikan saat menginjak remaja), Ekaristi (yang biasa dilakukan di gereja setiap hari Minggu), Imamat (pentahbisan menjadi pastorr/romo), Pernikahan, Pengakuan Dosa, dan Pengurapan Orang Sakit (diberikan saat sakit parah dan hampir meninggal).

Sementara dalam gereja Protestan, hanya diakui dua sakramen, yaitu Baptis dan Ekaristi. Sakramen Ekaristi dalam ajaran Protestan tidak dilakukan setiap hari Minggu, melainkan pada perayaan hari-hari besar saja.

  • Kristen Protestan menolak “diskriminasi” gender bagi pemuka agama

Dalam tradisi Katolik, hanya laki-laki yang boleh pastur. Sedangkan dalam Protestan, baik laki-laki maupun perempuan, diberikan hak yang sama menjadi pendeta, kendati kita lebih sering melihat pendeta laki-laki.

Dalam tradisi Katolik, wanita yang ingin mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan dapat menjadi suster/biarawati. Syarat menjadi suster sama dengan syarat menjadi pastur, yaitu tidak boleh menikah. Seorang suster harus menutup auratnya dan memakai kerudung.

  • Kristen Protestan menolak pengultusan Maria


Umat Katolik sangat mengkultuskan Bunda Maria, yaitu ibunda dari Yesus Kristus. Dalam ajaram Katolik ada rosario, semacam tasbih dengan liontin salib, di samping berziarah ke Goa Maria setiap bulan Mei dan Oktober. Sementara umat Protestan menolak pengultusan terhadap Maria.

Gereja Katolik biasanya dihiasi patung-patung Yesus, Bunda Maria, santo/santa, hingga patung malaikat, sebagai visualisasi. Tetapi umat Protestan mengharamkan penggunaan patung karena dianggap berhala. Sehinggga pada salib Katolik terdapat patung Yesus di tengahnya, sedangkan dalam tradisi Protestan hanyalah sebentuk salib biasa.

  • Kristen Protestan menolak aturan-aturan perkawinan dan perceraian dalam tradisi Katolik

Para pemuka agama Katolik mulai dari pastur hingga paus tidak boleh menikah alias hidup membujang seumur hidup, atau disebut hidup selibat. Hal ini diberlakukan agar mereka bisa berkonsentrasi terhadap ajarannya. Tapi dalam tradisi Protestan, pendeta diperbolehkan menikah.

Dalam tradisi Katolik pula, Pernikahan hanya boleh terjadi sekali seumur hidup, kecuali jika ditinggal mati pasangannya. Sementara dalam ajaran Protestan pun, perceraian sangat tidak diharapkan.

  • Perbedaan peribadatan


Umat Katolik berdoa membuat tanda salib, sementara umat Protestan hanya berdoa biasa. Tanda salib dibuat dengan tangan telunjuk kanan menyentuh dahi, dada, bahu kiri, bahu kanan, secara urut.

Selain itu perbedaan peribadatan keduanya, jika umat Katolik disebut misa, sementara peribadatan umat Protestan disebut kebaktian. Keduanya berbeda dalam hal isi maupun tata cara pelaksanaannya, kendati sama-sama dilaksanakan pada hari Minggu. 

Sumber: telegrav.wordpress.com

Selasa, 26 Januari 2016

Kerahiman Ilahi, Apa Yang Anda Perlu Tahu ?


Kita memasuki Tahun Suci Kerahiman Ilahi. Apa sebenarnya arti dari rahim itu? 
Apakah rahim itu sama dengan cinta kasih? 
Apakah kerahiman bertentangan dengan keadilan?
Tatik Indrawati, Bandung

Jawab : 
Pertama, pengertian kerahiman dalam Perjanjian Lama sangat kaya, yaitu pertemuan antara belarasa (compassion) dan kesetiaan (fidelity). Belarasa (Ibr: rahamin) terkait erat dengan rahim seorang ibu (Ibr: rehem) yang menerima, menghidupkan dan menumbuhkan (bdk. 1 Raj 3:26). Maka kerahiman itu diwujudkan dalam kelembutan yang diterjemahkan dalam perbuatan atau juga berarti pengampunan atas pelanggaran (Dan 9:9). Sedangkan kesetiaan (Ibr: hesed) seringkali menunjuk kepada kesalehan yang bukan hanya gaung suatu perbuatan baik instingtif, tetapi kesalehan yang dilakukan secara sadar dan dikehendaki. Kerahiman merupakan tanggapan atas kewajiban batiniah, suatu kesetiaan kepada diri sendiri. Maka, kerahiman Allah mengandung kelembutan, kesalehan, belarasa, pengampunan, kebaikan, dan rahmat dalam arti luas.

Belarasa sebagai wujud kerahiman Allah tampak ketika Allah mendengarkan seruan Israel yang berada di bawah penindasan Mesir, atau seruan orang-orang miskin dan tertindas, janda, dan anak yatim piatu (Kel 3:7 dst). Allah yang rahim juga dikenal sebagai Allah yang lembut, panjang sabar, dan setia serta pengampun (Kel 34:6 dst).

Kedua, dalam Perjanjian Baru, Yesus merupakan perwujudan kerahiman Allah. Inkarnasi Sang Putra menunjukkan belarasa Putra Allah yang mau menjadi manusia dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa. Solidaritas Yesus dengan orang miskin (Luk 4:18;7:22), para pendosa (Luk 7:34; 5:27.30; 15:1), janda yang sedang berduka, kepada perempuan dan orang asing meneguhkan sifat rahim Allah yang dihadirkan Yesus. Contoh yang sangat indah tentang kerahiman Allah bisa ditemukan dalam perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk 15:11-32). Sang bapak tergerak oleh belas kasih dan berlari menemui anaknya yang kembali. Segera sang bapak memulihkan kehormatan dan hak anak itu dengan memakaikan cincin dan sepatu.


Ketiga, memang antara kerahiman (Lat: misericordia; Ing: mercy) dan cinta kasih (Lat: caritas; Ing: charity, love) bisa bercampur. St Thomas Aquinas memandang kerahiman sebagai kualitas khusus dari cinta kasih (Summa Theologia I, qu.21, a.3). Kriteria penghakiman pada akhir zaman, yaitu cinta kasih kepada sesama, merupakan karya-karya belas kasih atau kerahiman (Mat 25:31-45). Bisa dikatakan bahwa kerahiman merupakan motor yang menggerakkan karya cinta kasih, tetapi bisa juga dibedakan ada karya cinta kasih yang berkualitas khusus yang disebut sebagai kerahiman.

Keempat, Paus Fransiskus dalam Misericordiae Vultus menyatakan secara eksplisit bahwa kerahiman tidak bertentangan dengan keadilan. Keduanya merupakan dua dimensi dari kenyataan tunggal yang terbentang secara bertahap sampai ia memuncak dalam kepenuhan cinta. Hendaknya prinsip keadilan tidak menyebabkan kita jatuh dalam legalisme, tetapi membuat semakin menyadari bahwa pada dasarnya keadilan adalah penyerahan diri umat kepada kehendak Allah (MV 20). Kerahiman mengandaikan ada sekaligus melampaui keadilan.

Kerahiman tidak menghancurkan, tetapi membawa kepada tingkat yang lebih mulia (Mat 20:1-16). Bagi orang berdosa yang berseru kepada Allah, keadilan-Nya adalah kerahiman-Nya. Keadilan Allah menjadi kekuatan yang membebaskan dari perbudakan dosa (Mzm 51:11-16). Kerahiman tidak bertentangan dengan keadilan. Kerahiman mengungkapkan cara Allah menjangkau orang berdosa agar bertobat dan percaya. Paus Fransiskus mengungkapkan, “Lebih mudah bagi Allah untuk menahan amarah daripada kerahiman.” (MV 21). Allah tidak menolak keadilan. Allah melampaui keadilan dengan kerahiman dan pengampunan-Nya. Siapa yang melakukan sebuah kesalahan harus membayar harga, tetapi kelembutan dan kerahiman Allah selalu menyertai.

Penulis : Petrus Maria Handoko CM
Sumber : hidupkatolik.com, Rabu, 20 Januari 2016, 10:54 WIB.

Senin, 09 November 2015

9 November : Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran.

Berkas:Sgio1.jpg

Hari ini kita merayakan pesta pemberkatan Gereja Basilik Lateran. Basilika Santo Yohanes Lateran - dalam Bahasa Italia: Basilica di San Giovanni in Laterano - adalah Katedral Gereja Roma dan kedudukan gerejawi resmi Uskup Roma yang adalah juga Sri Paus. Secara resmi basilika ini dinamai Archibasilica Sanctissimi Salvatoris ("Basilika Agung dari Penyelamat Yang Paling Suci") yang adalah basilika paling tua dan paling teratas dalam urutan nilai pentingnya (sebagai Katedral Roma) di antara empat basilika penting di Roma, dan memegang gelar ibu gereja ekumene (ibu gereja bagi seluruh penjuru dunia yang dihuni oleh manusia) di komunitas umat Katolik Roma. Imam Agung dari Basilika Santo Yohanes Lateran saat ini adalah Agostino Vallini, Kardinal Vikaris Jendral bagi Keuskupan Roma.


Basilik agung ini didirikan oleh kaisar Konstantinus Agung, putera Santa Helena, pada tahun 324. Dalam konteks sejarah Gereja Kristen, basilik ini merupakan basilik agung yang pertama, yang melambangkan kemerdekaan dan perdamaian di dalam Gereja setelah tiga-abad lebih berada di dalam kancah penghambatan dan penganiayaan kaisar-kaisar Romawi yang kafir. Pemberkatannya yang kita peringati pada hari ini merupakan peringatan akan kemerdekaan dan perdamaian itu.

Video : "Basilica di San Giovanni in Laterano"

Sebuah inskripsi pada bagian depannya, Christo Salvatore, mempersembahkan bangunan ini sebagai Basilika Agung dari Penyelamat Yang Paling Suci, semenjak katedral-katedral dari semua patriark didedikasikan kepada Kristus sendiri. Sebagai katedral Uskup Roma, yang memiliki tahta kepausan (Cathedra Romana), basilika ini menempatai urutan yang lebih tinggi dibandingkan semua gereja lainnya di dalam Gereja Katolik Roma, bahkan di atas Basilika Santo Petrus di Vatikan

Memang semenjak zaman para rasul, sudah ada tempat-tempat berkumpul untuk merayakan Ekaristi serta mendengarkan Firman Tuhan. Namun karena ketenteraman Gereja selalu diselingi dengan aksi-aksi pengejaran dan penganiayaam terhadap orang Kristen, maka gereja-gereja pada waktu itu hanyalah berupa sebuah ruangan di dalam rumah-rumah tinggal orang Kristen. Selama berkobarnya penganiayaan, upacara-upacara keagamaan biasanya dirayakan di katekombe-katekombe, yaitu kuburan bawah tanah di luar kota.




Ketika Kaisar Konstantinus bertobat dan mengumumkan edik Milano Dada tahun 303, ia memusatkan perhatiannya pada pembangunan gereja-gereja yang indah. Ibunya Santa Helena menjadi salah seorang pendorong dan pembantu dalam usaha mendirikan gereja-gereja itu. Gereja pertama yang dibangun ialah Basilik Agung Penebus Mahakudus di Lateran. Letaknya di atas bukit Goelius dan tergabung dengan istana kekaisaran, Lateran. Gereja ini diberkati dengan suatu upacara agung dan meriah oleh Sri Paus Silvester I (314-335) pada tahun 324. Karena basilik itu merupakan gereja katedral untuk Uskup Roma yang sekaligus menjabat sebagai Paus, maka basilik itu pun disebut 'induk semua gereja', baik di Roma maupun di seluruh dunia. Karena itu juga basilik Lateran merupakan gereja paroki bagi seluruh umat Katolik sedunia. Basilik itu sekarang disebut Gereja Santo Yohanes Lateran.

Mula-mula pesta ini hanya dirayakan di Roma, namun lama kelamaan menjadi pesta bagi seluruh gereja. Dalam pesta ini, selain kita mengenang dan memperingati kemerdekaan dan perdamaian yang dialami Gereja, kita juga mau mengungkapkan cinta kasih dan kesatuan kita dengan Uskup Roma, yang sekaligus menjabat sebagai Paus, pemersatu seluruh Gereja dalam cinta kasih Kristus.


Gereja, tempat kita berkumpul merupakan tanda dan lambang Gereja, Umat Allah. Gereja yang sebenarnya tidak dibangun dari kayu dan batu yang mati, melainkan dari batu yang hidup. 


Kitalah batu hidup yang membentuk rumah Allah itu, kediaman Roh Kudus yang indah berseri karena hidup suci. Apakah kita dalam hidup sehari-hari ikut membangun Gereja yang hidup itu?

Sumber : 
  1. www.imankatolik.or.id
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Basilika_Santo_Yohanes_Lateran

Senin, 02 November 2015

Mengenal Apa dan Siapakah Roh Kudus Itu?


Apa Roh Kudus Itu?

Jawaban Alkitab
Roh kudus adalah kuasa Allah yang sedang bekerja, tenaga aktif-Nya. (Mikha 3:8; Lukas 1:35) Allah mengirimkan roh-Nya dengan cara menyalurkan tenaga-Nya ke mana saja untuk melaksanakan kehendak-Nya.—Mazmur 104:30; 139:7.

Dalam Alkitab, kata ”roh” diterjemahkan dari kata Ibrani ruʹakh dan kata Yunani pneuʹma. Sering kali, kata-kata itu memaksudkan tenaga aktif Allah, atau roh kudus. (Kejadian 1:2) Tapi, Alkitab juga menggunakan kata-kata itu untuk memaksudkan:
  • Napas.—Habakuk 2:19; Penyingkapan (Wahyu) 13:15.
  • Angin.—Kejadian 8:1; Yohanes 3:8.
  • Daya, atau penggerak, kehidupan dalam makhluk hidup.—Ayub 34:14, 15.
  • Sikap atau sifat seseorang.—Bilangan 14:24.
  • Pribadi roh, termasuk Allah dan malaikat.—1 Raja 22:21; Yohanes 4:24.

Semua hal di atas punya kemiripan, yaitu sesuatu yang tidak kelihatan yang bisa menghasilkan sesuatu yang kelihatan. Demikian juga, roh Allah, ”seperti angin, tidak kelihatan, nonmateri dan penuh kuasa”.—An Expository Dictionary of New Testament Words, oleh W.E. Vine.


Orang Kristen percaya bahwa Roh Kuduslah yang menyebabkan orang percaya kepada Yesus. Dia pulalah yang memampukan mereka menjalani hidup Kristen. Roh tinggal di dalam diri setiap orang Kristen sejati. Setiap tubuh orang Kristen adalah Bait Suci tempat tinggal Roh. Roh Kudus digambarkan sebagai 'Penghibur' atau 'Penolong' (paracletus dalam bahasa Latin, yang berasal dari bahasa Yunani, parakletos), dan memimpin mereka dalam jalan kebenaran. Karya Roh di dalam kehidupan seseorang dipercayai akan memberikan hasil-hasil yang positif, yang dikenal sebagai Buah Roh.

Rasul Paulus mengajarkan bahwa seorang pengikut Kristus haruslah dapat dikenali melalui buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.

Orang Kristen juga percaya bahwa Roh Kudus jugalah yang memberikan karunia-karunia (kemampuan) khusus kepada orang Kristen, yang antara lain meliputi karunia-karunia karismatik seperti nubuat, berbahasa Roh, menyembuhkan, dan pengetahuan.

Orang Kristen arus utama yang berpandangan "sesasionisme" percaya bahwa karunia-karunia ini hanya diberikan pada masa Perjanjian Baru. Orang Kristen percaya hampir secara universal bahwa "karunia-karunia roh" yang lebih duniawi masih berfungsi pada masa kini, antara lain karunia pelayanan, mengajar, memberi, memimpin, dan kemurahan.[4] Dalam sekte-sekte Kristen tertentu, pengalaman Roh Kudus digambarkan sebagai "pengurapan". Di kalangan gereja-gereja Afrika-Amerika, pengalaman bersama Roh Kudus digambarkan sebagai suatu "kesukacitaan".

Orang Kristen percaya bahwa Roh Kuduslah yang dimaksudkan Yesus ketika ia menjanjikan "Penghibur" (artinya, "yang memberikan kekuatan) dalam Yohanes 14:26. Setelah kebangkitan, Yesus berkata kepada murid-muridnya bahwa mereka akan "membaptiskan dengan Roh Kudus", dan akan menerima kuasa untuk peristiwa itu.[5] Janji ini digenapi dalam peristiwa-peristiwa yang dilaporkan dalam Kisah Para Rasul 2.

Pencurahan Roh Kudus terjadi pada hari Pentakosta, sepuluh hari setelah kenaikan Yesus ke surga atau lima puluh hari setelah peristiwa kebangkitan Yesus dari kematian. Peristiwa ini terjadi di Yerusalem pada sebuah ruang atas. Angin yang keras bertiup, lalu lidah-lidah api tampak di atas kepala para murid Yesus. Banyak orang yang kemudian mendengar para murid itu berbicara, masing-masing dalam bermacam-macam bahasa. Menurut Alkitab, murid-murid Yesus pada hari mereka menerima Roh Kudus mampu mempertobatkan tiga ribu jiwa. Masing-masing memberi dirinya dibaptis (Kitab Kisah Para Rasulpasal 2).

Dalam Injil Yohanes, penekanannya tidaklah terutama pada apa yang dilakukan oleh Roh Kudus bagi Yesus, melainkan pada kisah penganugerahan Roh kepada murid-muridnya. Kristologi "tinggi" ini, yang paling berpengaruh dalam perkembangan doktrin Trinitarian yang belakangan, memandang Yesus sebagai domba kurban. Ia telah datang di antara manusia untuk menganuerahkan Roh Allah kepada umat manusia.

Meskipun bahasa yang digunakan untuk melukiskan bagaimana Yesus menerima Roh di dalam Injil Yohanes paralel dengan laporan-laporan di dalam ketiga Injil yang lainnya, Yohanes mengisahkan kejadian ini dengan maksud untuk memperlihatkan bahwa Yesus secara khusus memiliki Roh dengan tujuan menganugerahkan Roh itu kepada para pengikutnya, mempersatukan mereka dengan dirinya, dan di dalam dia juga mempersatukan mereka dengan Bapa. (Lihat Raymond Brown, "The Gospel According to John", bab tentang "Pneumatology"). Dalam Yohanes, karunia Roh itu sama dengan kehidupan yang kekal, pengetahuan tentang Allah, kuasa untuk menaati, dan persekutuan satu dengan yang lainnya dan dengan Sang Bapa.

Alkitab juga menyebut roh kudus Allah sebagai ”tangan” atau ”jari” Allah. (Mazmur 8:3; 19:1; Lukas 11:20; bandingkan Matius 12:28.) Sama seperti seorang perajin menggunakan tangan dan jarinya untuk bekerja, Allah menggunakan roh kudus-Nya untuk menghasilkan:
  • Alam semesta.—Mazmur 33:6; Yesaya 66:1, 2.
  • Alkitab.—2 Petrus 1:20, 21.
  • Mukjizat yang dilakukan hamba-hamba-Nya zaman dahulu dan penginjilan mereka yang bersemangat.—Lukas 4:18; Kisah 1:8; 1 Korintus 12:4-11.
  • Sifat-sifat baik yang diperlihatkan orang yang taat kepada-Nya.—Galatia 5:22, 23.


Orang Kristen percaya bahwa Roh Kudus dapat memberikan karunia-karunia Roh, diantaranya adalah kemampuan berbahasa Roh, kemampuan menafsirkan bahasa Roh, berkata-kata dengan hikmat, mengadakan mujizat, menyembuhkan, melayani, bernubuat, dll.


Katekismus Gereja Katolik menyatakan hal-hal berikut dalam alinea pertama yang menjelaskan Pengakuan Iman Rasuli Aku percaya akan Roh Kudus, demikian: "Tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah" (1 Kor 2:11). Roh yang mewahyukan Allah itu, membuat kita mengenal Kristus, Sabda-Nya yang hidup; tetapi ia tidak berbicara tentang diri-Nya sendiri. Ia, yang "bersabda melalui para nabi", membuat kita mendengarkan Sabda Bapa. Tetapi kita tidak mendengarkan Dia sendiri. Kita hanya mendengarkan Dia secara tidak langsung, bila ia mewahyukan Sabda kepada kita dan mempersiapkan kita, menerima-Nya dalam iman. Roh kebenaran, yang "mengungkapkan" Kristus bagi kita, tidak berbicara "dari diri-Nya sendiri" (Yoh 16:13). Sikap rendah hati yang ilahi ini menjelaskan, mengapa "dunia tidak dapat menerima-Nya, karena ia tidak melihat-Nya dan tidak mengenal-Nya", sedangkan mereka yang percaya kepada Kristus mengenal-Nya, karena Ia menyertai mereka (Yoh 14:17).

Tentang hubungan Roh Kudus dengan Gereja, Katekismus menyatakan: "Perutusan Kristus dan Roh Kudus terlaksana di dalam Gereja, Tubuh Kristus dan kanisah Roh Kudus... Jadi perutusan Gereja tidak ditambah pada perutusan Kristus dan Roh Kudus, tetapi adalah sakramen mereka. Sesuai dengan seluruh hakikatnya dan dalam semua anggotanya, Gereja itu diutus untuk mewartakan misteri persekutuan dengan Tritunggal Mahakudus ... Karena Roh Kudus adalah urapan Kristus, maka Kristus, Kepala Tubuh, memberikan-Nya kepada anggota-anggota-Nya, untuk memelihara mereka, menyembuhkan mereka, menyelaraskan mereka dalam fungsinya yang berbeda-beda, menggairahkan mereka, mendorong mereka untuk memberikan kesaksian, dan mengikutsertakan mereka dalam penyerahan-Nya kepada Bapa dan dalam doa permohonan-Nya untuk seluruh dunia. Oleh Sakramen-sakramen Gereja, Kristus membagi-bagikan kepada anggota Tubuh-Nya Roh Kudus-Nya yang menguduskan.

Katekismus juga mendaftarkan berbagai lambang Roh Kudus di dalam Kitab Suci:
  • Air - melambangkan tindakan Roh Kudus dalam upacara Pembaptisan. "Dibaptis dalam satu Roh", kita juga "diberi minum dari satu Roh" (1 Korintus 12:13). Jadi, Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan (Yoh. 19:34; 1 Yoh. 5:8) dan yang memberi kita kehidupan abadi. (Bandingkan Yoh. 4:10-14; 7:38; Kel. 17:1-6; Yes. 55:1; Zakh. 14:8; 1 Kor 10:4; Why. 21:6; 22:17)
  • Urapan - salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. (Bandingkan 1 Yoh. 2:20-27; 2 Kor 1:21) Dalam inisiasi Kristen, urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya dinamakan "Khrismation" dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan: Urapan Yesus. "Khristos" (terjemahan dari perkataan Ibrani "Mesias") berarti yang "diurapi dengan Roh Allah".
  • Api - melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Dalam "lidah-lidah seperti api" Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kisah Para Rasul 2:3-4).
  • Awan dan sinar - Roh turun atas Perawan Maria dan "menaunginya", supaya ia mengandung dan melahirkan Yesus (Luk. 1:35). Di atas gunung transfigurasi Ia datang dalam awan, "yang menaungi" Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan "satu suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia" (Lukas 9:34-35).
  • Meterai - Meterai adalah sebuah lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh "Bapa dengan meterai-Nya" (Yoh. 6:27; bandingkan 2 Kor 1:22; Ef 1:13; 4:3) dan di dalam Dia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai (bahasa Yunani "sphragis") menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai dalam beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan "karakter", yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat diulangi itu.
  • Jari - "Dengan jari Allah" Yesus mengusir setan (Luk. 11:20). Sementara perintah Allah ditulis dengan "jari Allah" atas loh-loh batu (Kel. 31:18), "surat Kristus" yang ditulis oleh para Rasul, "ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia" (Kel. 31:18; 2 Kor. 3:3).
  • Merpati - Waktu Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus - dalam rupa merpati - turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya.



Roh kudus bukan suatu pribadi

Dengan menyebut roh Allah sebagai ”tangan”, ”jari”, atau ”napas” Allah, Alkitab menunjukkan bahwa roh kudus bukan suatu pribadi. (Keluaran 15:8, 10) Tangan seorang perajin tidak bisa bekerja sendiri tanpa pikiran dan tubuhnya; begitu juga, roh kudus Allah hanya bisa bekerja jika Ia mengendalikannya. (Lukas 11:13) Alkitab juga mengibaratkan roh Allah dengan air dan menyebutkannya bersama hal-hal seperti iman dan pengetahuan. Semua perbandingan ini menunjukkan bahwa roh kudus bukanlah suatu pribadi.—Yesaya 44:3; Kisah 6:5; 2 Korintus 6:6.

Alkitab memberitahukan nama Allah Yehuwa dan Putra-Nya, Yesus Kristus; tapi, nama roh kudus sama sekali tidak ada. (Yesaya 42:8; Lukas 1:31) Sewaktu Stefanus, seorang martir Kristen, secara mukjizat mendapat penglihatan tentang surga, ia hanya melihat dua pribadi, bukan tiga. Alkitab mengatakan, ”Stefanus, yang penuh dengan roh kudus, menatap ke langit dan terlihatlah kemuliaan Allah dan Yesus yang berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kisah 7:55) Roh kudus adalah kuasa Allah yang bekerja, yang membuat Stefanus bisa menyaksikan penglihatan itu.


Kesalahpahaman tentang roh kudus

Kesalahpahaman: 
”Roh Kudus” adalah pribadi dan bagian dari Tritunggal, seperti yang dicatat di 1 Yohanes 5:7, 8 dalam Alkitab Terjemahan Baru.

Fakta: 
Dalam 1 Yohanes 5:7, 8, Alkitab Terjemahan Baru memasukkan kata-kata ”(di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi)”. Tapi, para peneliti mendapati bahwa kata-kata itu tidak ditulis oleh rasul Yohanes dan seharusnya tidak ada dalam Alkitab. Profesor Bruce M. Metzger menulis, ”Kata-kata ini sudah pasti palsu dan tidak patut ada dalam Perjanjian Baru.”—A Textual Commentary on the Greek New Testament.

Kesalahpahaman: 
Alkitab menyebut roh kudus seolah ia suatu pribadi, ini membuktikan bahwa roh kudus adalah suatu pribadi.

Fakta: Alkitab memang kadang menyebut roh kudus seolah itu suatu pribadi, tapi ini tidak membuktikan bahwa roh kudus adalah suatu pribadi. Alkitab juga menggambarkan hikmat, kematian, dan dosa seolah semua itu pribadi. (Amsal 1:20; Roma 5:17, 21) Misalnya, hikmat dikatakan memiliki ’perbuatan’ dan ’anak’, dan dosa digambarkan bisa memikat, membunuh, dan menghasilkan keinginan akan milik orang lain.—Matius 11:19; Lukas 7:35; Roma 7:8, 11.

Demikian pula, sewaktu rasul Yohanes mengutip kata-kata Yesus, ia menggambarkan roh kudus sebagai ”penolong” yang bisa memberikan bukti, membimbing, berbicara, mendengar, menyatakan, memuliakan, dan menerima. Ia menggunakan kata ganti maskulin ”dia” sewaktu menyebut tentang ”penolong” itu. (Yohanes 16:7-15) Tapi, alasannya adalah karena kata Yunani untuk ”penolong” (pa·raʹkle·tos) adalah kata benda maskulin dan dalam tata bahasa Yunani kata gantinya harus dalam bentuk maskulin juga. Sewaktu mengacu kepada roh kudus dengan kata benda netral, yaitu pneuʹma, Yohanes menggunakan kata ganti netral ”itu”.—Yohanes 14:16, 17.


Kesalahpahaman: 
Baptisan dengan nama roh kudus membuktikan bahwa roh kudus adalah suatu pribadi.

Fakta: 
Alkitab kadang menggunakan kata ”nama” untuk menunjukkan kekuasaan atau kewenangan. (Ulangan 18:5, 19-22; Ester 8:10) Ini mirip dengan ungkapan ”atas nama hukum”. Itu tidak berarti hukum adalah suatu pribadi. Seseorang yang dibaptis ”dengan nama” roh kudus mengakui kuasa dan peranan roh kudus dalam melaksanakan kehendak Allah.—Matius 28:19.

Kesalahpahaman: 
Rasul-rasul dan murid-murid Yesus masa awal percaya bahwa roh kudus adalah suatu pribadi.

Fakta: 
Alkitab tidak berkata demikian, begitu pula sejarah. Encyclopædia Britannica menyatakan, ”Pengertian bahwa Roh Kudus adalah suatu Pribadi ilahi tersendiri . . . muncul pada Konsili Konstantinopel tahun 381 Masehi.” Itu lebih dari 250 tahun setelah rasul terakhir meninggal.

Penyusun : Yohanes Gitoyo, S Pd
Sumber : 
  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Roh_Kudus
  2. http://www.jw.org/id/ajaran-alkitab/pertanyaan/apa-roh-kudus-itu.


Selasa, 20 Oktober 2015

Paus Fransiskus "Sudah Mengizinkan" Perceraian Perkawinan Dalam Gereja Katolik ?


Saya mendengar berita bahwa Paus Fransiskus sudah mengizinkan perceraian perkawinan dalam Gereja Katolik. Tapi, beberapa imam yang saya tanyai mengatakan bahwa belum ada berita resmi. Manakah yang benar?
Caecilia, 082139233xxx

Jawab :

Pertama, tidak benar bahwa Paus Fransiskus mengizinkan perceraian dalam Gereja Katolik. Pemberitaan di internet itu memelintir kata untuk mencari sensasi, yaitu menggantikan kata “perpisahan” dengan kata “perceraian”. Yang benar ialah Paus Fransiskus mengingatkan kembali kepada Ajaran Gereja bahwa jika keadaan memaksa, “dalam keadaan tertentu yang memaksa” dan demi kebaikan yang lebih besar, maka diizinkan terjadi perpisahan antara suami dan istri. Perpisahan ini bukan dan sungguh-sungguh tidak sama dengan perceraian. Pemberitaan di internet sengaja mengacaukan penggunaan kedua kata itu dengan menyamakan antara perpisahan dan perceraian. Akibatnya, pembaca berita menangkap bahwa Paus Fransiskus mengizinkan perceraian.

Kedua, Ajaran Gereja Katolik bahwa sebuah perkawinan yang sah (ratum et consummatum) itu tak terceraikan berasal dari data wahyu sehingga tidak bisa diubah. Sifat tak terceraikan perkawinan yang sah (indissolubilitas) itu mutlak, artinya tak bisa diubah oleh kuasa manusiawi maupun dan atas alasan apapun, selain oleh kematian (KHK Kan 1141). Jadi, seorang pimpinan tertinggi Gereja Katolik tidak boleh dan tak bisa mengubah ajaran Yesus ini.

Ketiga, perlu dibedakan antara perceraian dan perpisahan. Perceraian ialah pemutusan secara konstitutif sebuah perkawinan yang sudah sah secara hukum. Alasan yang ditampilkan bisa bermacam-macam. Perceraian yang demikian tidak dikenal dalam Gereja Katolik.

Jika keadaan sangat mendesak dan demi melindungi keselamatan salah satu pihak dan atau anak-anak, Gereja memungkinkan ada perpisahan, dengan tetap mempertahankan ikatan perkawinan yang sah (KHK Kan 1151-1155). Perpisahan berarti bahwa suami istri tidak lagi hidup bersama atau hidup secara terpisah (Lat: separatio).

Keempat, karena perkawinan itu pada dasarnya ialah hidup bersama (Kan 1055 dan 1151), maka suami istri memiliki kewajiban dan hak membina hidup bersama. Kewajiban ini tidak mutlak. Hukum Gereja mengakui ada alasan legitim (sah) yang membebaskan suami istri dari kewajiban hidup bersama, yaitu karena zinah (Kan 1152), ada bahaya yang serius, dan tak tertahankan (Kan 1153).

Alasan-alasan Kan 1153 inilah yang diangkat kembali oleh Paus Fransiskus dalam audiensi pada Rabu, 24 Juni 2015 yang lalu. Ada saat ketika “secara moral perlu”, atau bahkan “tak terelakkan” ada perpisahan antara suami istri demi menjaga keselamatan badan dan jiwa salah satu pasangan yang lebih lemah atau anak-anak dari orangtua yang bertengkar atau dari intimidasi dan kekerasan, dari pelecehan dan eksploitasi, atau dari penelantaran dan sikap tak peduli. Perlu dihindari dampak kerugian yang harus ditanggung seumur hidup oleh anak karena orangtua yang bertengkar. Keluarga-keluarga yang mengalami kesulitan seperti ini memerlukan pendampingan secara serius. Dalam kasus berat ini, otoritas gerejawi yang berwenang perlu dilibatkan sebelum mengambil keputusan untuk berpisah. Pernyataan Bapa Suci memberikan nada yang lebih positif tentang kemungkinan hidup berpisah ini.


Meskipun membuka kemungkinan hidup terpisah, Gereja tetap mengutamakan kemungkinan mempertahankan hidup bersama: “Dalam semua kasus itu, bila alasan berpisah sudah berhenti, hidup bersama harus dipulihkan, kecuali ditentukan lain oleh otoritas gerejawi.” (Kan 1153 # 2). Juga diserukan, “Terpujilah bila pasangan yang tak bersalah dapat menerima kembali pihak yang lain untuk hidup bersama lagi; dalam hal demikian ia melepaskan haknya untuk berpisah” (Kan 1155).

Petrus Maria Handoko CM
Sumber : www.hidupkatolik.com, Kamis, 1 Oktober 2015 10:37 WIB.

Kamis, 01 Oktober 2015

Apa itu Devosi Kepada Bunda Maria?


Devosi menurut St. Franciskus dari Sales adalah “kesigapan dan kegairahan hidup rohani, yang melaluinya kasih bekerja di dalam kita, ataupun kita di dalamnya, dengan cinta dan kesiapsiagaan; dan seperti halnya kasih memimpin kita untuk menaati dan memenuhi semua perintah Tuhan, maka devosi memimpin kita untuk menaati semua itu dengan segera dan tekun…. maka devosi tidak hanya membuat kita aktif, bersedia, dan tekun dalam melaksanakan perintah Tuhan, tetapi terlebih lagi devosi mendorong kita untuk melakukan semua perbuatan baik dengan penuh semangat dan kasih, bahkan perbuatan- perbuatan yang tidak diharuskan, tetapi hanya dianjurkan ataupun disarankan.”[1] Dengan demikian, devosi merupakan ungkapan kasih untuk memenuhi semua perintah Tuhan. Jika Tuhan Yesus memerintahkan kepada kita murid- murid yang dikasihi-Nya untuk menerima ibu-Nya, Bunda Maria, sebagai ibu (lih. Yoh. 19:26-27), maka sudah selayaknya kita menghormati Bunda Maria sebagai ibu rohani kita.


Namun demikian, penghormatan kepada Bunda Maria tidak dapat disamakan dengan penghormatan kita kepada Tuhan. Gereja Katolik membedakan antara penyembahan dan penghormatan, berdasarkan ajaran St. Agustinus:[2]
  1. Latria (penyembahan, ‘worship/ adoration‘) yang hanya ditujukan kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus)
  2. Dulia (penghormatan, ‘veneration‘) yang ditujukan kepada:

  •  Para orang Kudus, termasuk Bunda Maria (kadang kepada Maria, disebut hyperdulia)
  • Penghormatan kepada benda tertentu yang melambangkan Allah ataupun Para Kudus dan Maria. Contohnya yaitu salib (crucifix), patung Bunda Maria, Patung santa-santo, dll. Penghormatan ini kadang disebut sebagai dulia- relatif.  Kata latria dan dulia ini memang tidak secara eksplisit tertera di dalam Kitab Suci, tetapi, kita dapat melihat penerapannya dengan jelas.
  1. Penyembahan/ Latria, nyata pada perintah pertama dalam kesepuluh Perintah Allah, yaitu untuk menyembah Allah saja dan jangan ada allah lain yang disembah selain Dia (Kel 20: 1-6). Penyembahan kepada Allah dengan sujud menyembah disebutkan dalam 2 Taw 7:3; 2 Taw 20:18; Neh 8:7; 1 Mak 4:55.
  2. Penghormatan/ Dulia, nyata pada penghormatan para saudara Yusuf kepada Yusuf (lih. Kej 42:6) dan Yusuf yang sujud sampai ke tanah menghormati ayahnya Yakub (Kej 48:12). Demikian pula, Nabi Natan sujud ke tanah menghormati Daud (1 Raj 1: 23); Absalom sujud ke tanah menghormati ayahnya Daud (2 Sam 14:33). Tentu mereka ini bukan menyembah berhala, namun menghormati orang tua sesuai perintah Tuhan.
  3. Penghormatan ‘Dulia relatif‘ ini misalnya saat Musa membuat ular dari tembaga yang dipasangnya di sebuah tiang, dan siapa yang memandang patung ular itu akan tetap hidup walaupun telah dipagut ular (Bil 21:8-9). Ular yang ditinggikan di tiang ini menjadi gambaran akan Yesus Kristus yang juga akan ditinggikan di kayu salib (lihat Yoh 3:14).  Dalam Perjanjian Lama (PL), Allah menyuruh orang Israel ‘memandang ke atas’ ular tembaga tersebut agar disembuhkan; sedangkan pada Perjanjian Baru (PB), siapa yang memandang Kristus yang ditinggikan di kayu salib dan percaya kepada-Nya, akan disembuhkan dari dosa. Tentu dalam PL, orang Israel tidak menyembah berhala, sebab Allah-lah yang menyuruh mereka menghormati/ memandang ke atas ular tembaga yang dibuat oleh Musa itu, yang merupakan gambaran Kristus yang kelak dinyatakan dalam PB. Penghormatan dulia- relatif lainnya yang dicatat dalam Kitab Suci, adalah ketika Tuhan menyuruh Musa untuk membuat tabut perjanjian, dengan membuat patung malaikat (kerub) untuk diletakkan di atas tutupnya (lih. Kel 37), di mana di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), tongkat Harun (Bil 17:10) dan kedua loh batu sepuluh perintah Allah (Kel 25:16). Tabut perjanjian ini kemudian menyertai bangsa Israel sampai ke tanah terjanji yang dipimpin oleh nabi Yosua. Kitab Yosua mencatat bahwa Yosua bersama- sama para tua- tua sujud ke tanah menghormati tabut Tuhan: “Yosuapun mengoyakkan jubahnya dan sujudlah ia dengan mukanya sampai ke tanah di depan tabut TUHAN hingga petang, bersama dengan para tua-tua orang Israel….” (Yos 7:6). Tentu tabut itu bukan Tuhan, dan tentu yang dihormati bukan apa yang nampak, yaitu kotak dengan patung malaikat (kerub) di atasnya, tetapi adalah Allah yang dilambangkan-Nya. Yosua dan para tua- tua Yahudi pada saat itu tidak menyembah berhala, Allah tidak menghukum mereka karena sujud di depan tabut itu. Sebaliknya Allah menerima ungkapan tobat mereka, dan menyatakan kehendak-Nya atas apa yang harus mereka perbuat terhadap Akhan, yang melanggar perintah-Nya.

Maka penghormatan yang diberikan kepada seseorang karena keistimewaannya tidak bertentangan dengan perintah Tuhan. Penghormatan macam ini diberikan juga dalam kejuaraan- kejuaraan, seperti dalam olimpiade, academy award, atau juga dalam sekolah- sekolah yang menghargai murid-murid yang berprestasi. Terhadap Bunda Maria, penghormatan kita menjadi istimewa, karena tak ada seorangpun dalam sejarah manusia yang mempunyai peran seperti Bunda Maria dalam rencana keselamatan Allah, yaitu sebagai Bunda yang melahirkan Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Dengan keistimewaannya ini, Maria layak menerima penghormatan istimewa, yang disebut sebagai hyperdulia.

Selanjutnya, terdapat perbedaan cara penyembahan- latria dan penghormatan- dulia. Penyembahan tertinggi- latria ini diwujudkan dalam perayaan Ekaristi, yaitu doa Gereja yang disampaikan dalam nama Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. Penghormatan- dulia kepada Maria dinyatakan misalnya dalam doa- doa rosario, novena, nyanyian, baik sebagai doa pribadi ataupun kelompok. Sedangkan penghormatan dulia relatif terlihat jika umat Katolik berlutut saat berdoa di depan patung Yesus dan patung Bunda Maria, karena yang dihormati bukan patungnya, tetapi pribadi yang diwakilkannya, yaitu Tuhan Yesus, dan Bunda Maria.


Dasar Kitab Suci:
  • Kel 20: 1-6; 2 Taw 7:3; 2 Taw 20:18; Neh 8:6; 1 Mak 4:55 : Contoh penyembahan- latria
  • Kej 42:6; Kej 48:12; 1 Raj 1: 23; 2 Sam 14:33: Contoh penghormatan- dulia
  • Bil 21:8-9; Yoh 3:14: Contoh dulia relatif
  • Kel 20:12: Hormatilah ayah ibumu
  • Yoh. 19:26-27: Yesus memberikan Bunda Maria agar menjadi ibu bagi murid- murid-Nya.
  • Luk 1:28: Salam Maria, Hail, full of grace
  • Luk 1:42: Maria Bunda Allah
  • Luk 1:48: Segala keturunan akan menyebut Maria berbahagia
  • Luk 11:27: Berbahagialah ibu yang telah mengandung Yesus …


Dasar Tradisi Suci:
  • Julius Africanus (160-240)

“Kemuliaanmu besar; sebab engkau ditinggikan di atas semua perempuan yang terkenal, dan engkau dinyatakan sebagai ratu di atas segala ratu.” (Julius Africanus, Events in Persia: on the Incarnation of our Lord and God and Saviour Jesus Christ, http://www.newadvent.org/fathers/0614.htm)
  • St. Gregorius dari Neocaesarea (213-275)

“Maka dengan lemah lembut, rahmat membuat pilihan terhadap Maria yang murni, satu- satunya dari semua generasi …. (St. Gregorius dari Neocaesarea, Four Homilies, The First Homily on the Annunciation to the Holy Virgin Mary, http://www.newadvent.org/cathen/07015a.htm)
  • Doa Sub Tuum Presidium (250 AD), yaitu doa penghormatan kepada Bunda Maria, Bunda Allah, yang kepadanya jemaat memohon pertolongan:


We fly to your patronage, O holy Mother of God,
despise not our petitions in our necessities,
but deliver us from all dangers.
O ever glorious and blessed Virgin.Kami berlari kepada perlindunganmu, O Bunda Allah yang kudus
Jangan menolak permohonan-permohonan kami dalam kesesesakan kami
tetapi bebaskanlah kami dari segala bahaya
O, Perawan yang termulia dan terberkati.
  • St. Basil Agung (329-379)

“…. bahwa Maria yang suci, yang melahirkan-Nya… adalah Ibu Tuhan. Aku mengakui juga para rasul yang suci, para nabi dan para martir; dan memohon kepada mereka untuk memohon kepada Allah, bahwa melalui mereka, melalui pengantaraan mereka, Tuhan yang berbelas kasih dapat mendengarkan aku…. Karena itu juga, aku menghormati dan mencium gambar- gambar mereka, seperti halnya yang diturunkan dari para rasul yang kudus, dan tidak dilarang, melainkan ada di dalam semua gereja- gereja kita.” (St. Basil the Great, Letter 360. Of the Holy Trinity, the Incarnation, the invocation of Saints, and their Images).
  • St. Ephrem dari Syria (wafat 373)

Lagu hymne karangan St. Efrem tentang kelahiran Tuhan “juga hampir sama menyanyikan lagu pujian kepada Bunda Perawan” (Bardenhewer, Sermons on Mary II)
  • St. Epiphanus (403)

“Maria harus dihormati, tetapi Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus harus disembah. Tak seorangpun boleh menyembah Maria.” (St. Epiphanus, Haer 79,7)


Dasar Magisterium Gereja:
  • Konsili Efesus (431) dan Konsili Chalcedon (451): Maria adalah sungguh- sungguh Bunda Allah (De fide)
  • Konsili Trente  (1545- 1564) dan Paus Pius XII: “Dalam konteks ini, istilah devosi digunakan untuk menggambarkan praktek eksternal (doa-doa, lagu- lagu pujian, pelaksanaan suatu kegiatan rohani yang berkaitan dengan waktu- waktu atau tempat- tempat tertentu, insignia, medali, kebiasaan- kebiasaan). Dihidupkan oleh sikap iman, praktek- praktek tersebut menyatakan hubungan yang khusus antara umat beriman dengan Pribadi Allah [Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus] atau kepada Perawan Maria yang terberkati, dalam hak- hak istimewanya tentang rahmat dan segala sebutannya yang mengekspresikan keistimewaan tersebut, atau dengan para Santo/a di dalam konfigurasi mereka dengan Kristus atau di dalam peran mereka di dalam kehidupan Gereja.” (Lih. Konsili Trente, Decretum de invocatione, veneratione, et reliquiis Sanctorum, et sacris imaginibus (3. 12. 1563), dalam DS 1821-1825;  Paus Pius XII, Surat ensiklik Mediator Dei, dalam AAS 39 (1947) 581-582; SC 104; LG 50)
  • Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium (LG): 66. (Makna dan dasar bakti kepada Santa Perawan)

“Berkat rahmat Allah Maria diangkat di bawah Puteranya, di atas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa Perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam perlindungannya umat beriman memperoleh perlindungan dari bahaya serta kebutuhan mereka.” 

Terutama sejak Konsili di Efesus kebaktian Umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan, dalam penghormatan serta cinta kasih, dengan menyerukan namanya dan mencontoh teladannya, menurut ungkapan profetisnya sendiri: “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku” (Luk 1:48). Meskipun kebaktian itu, seperti selalu dijalankan dalam Gereja, memang bersifat istimewa, namun secara hakiki berbeda dengan bakti sembah sujud, yang dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma seperti juga kepada Bapa dan Roh Kudus….. Dengan ungkapan-ungkapan itu, bila Bunda dihormati, Puteranya pun – yang melalui-Nya segala sesuatu diciptakan (lih. Kol 1:15-16), dan yang di dalamnya Bapa menghendaki agar seluruh kepenuhan-Nya berdiam (Kol 1: 19), – dikenal, dicintai dan dimuliakan sebagaimana harusnya, serta perintah-perintah-Nya dilaksanakan.” (LG, 66)
  • Maria, Bunda Allah, dihormati secara khusus, dengan istilah Hyperdulia (Sententia certa- lih. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 215)


Bacaan lebih lanjut:

  1. http://katolisitas.org/2010/02/17/tanggapan-terhadap-tuduhan-penyembahan-maria/
  2. http://katolisitas.org/2008/11/21/katolik-tidak-langsung-berdoa-kepada-bapa-di-sorga/
  3. http://katolisitas.org/2011/05/12/mengapa-umat-katolik-mohon-dukungan-doa-kepada-orang-orang-kudus-yang-sudah-meninggal-dunia/
  4. http://katolisitas.org/2009/08/06/apakah-mohon-doa-dari-para-orang-kudus-bertentangan-dengan-firman-tuhan/
  5. http://katolisitas.org/2010/04/29/belajar-dari-st-thomas-aquinas-tentang-memohon-dukungan-doa-orang-kudus/


CATATAN KAKI:

  1. lih. St. Francis de Sales, An Introduction to the Devout Life, (Rockford, Illinois: TAN books and Publishers, 1942), p. 3 [↩]
  2. lih. St. Augustinus, City of God X. 2 [↩]

Selasa, 08 September 2015

Bunda Maria "Tanpa Noda", Apa Maksudnya?


Berikut ini adalah cerita yang tidak ada hubungannya dengan Dogma Maria tersebut, tetapi mungkin dapat membantu kita untuk mengerti konsep dasarnya…

Suatu hari, di suatu desa terpencil, ada seorang (sebut saja bernama Sukri) menemukan kloset duduk yang dibuang di dekat jalan kampung. Ia tidak pernah melihat benda itu seumur hidupnya, sehingga tidak tahu kalau itu adalah kloset (jamban). Dia bahkan mengagumi benda itu, karena dipikirnya ‘antik’. Sukri membawa pulang kloset itu ke rumah dan dibersihkannya sampai ‘kincrong‘. Kebetulan esok harinya Sukri berulang tahun dan dia berencana mengundang teman-teman satu kampung. Dia berpikir, alangkah uniknya jika nasi tumpeng ulang tahunnya diletakkan di dalam ‘benda’ itu (yaitu kloset), supaya ‘penemuan baru’-nya ini dapat dipamerkan kepada teman-temannya.

Sekarang, bayangkanlah, jika anda termasuk di antara orang-orang yang datang ke pesta Sukri. Anda pasti tahu kalau ‘barang’ itu adalah kloset. Apakah reaksi anda begitu melihat nasi tumpeng yang ditempatkan di dalam kloset itu? Ada rasa aneh dan tidak ‘nyambung‘, bukan? Demikianlah, Yesus yang kemuliaan dan kekudusanNya jauh melebihi semua, tidak mungkin lahir ke dunia melalui seorang perempuan yang berdosa. Karena noda dosa itu jauh lebih buruk daripada kloset, dan Yesus itu kemuliaannya jauh mengatasi dan tidak dapat dibandingkan dengan nasi tumpeng; maka kesimpulannya, ada jurang yang tak terjembatani antara keduanya. Nasi tumpeng tak pernah klop diletakkan di dalam kloset; dan tentu, Yesus yang Maha Kudus, tak mungkin dapat dikandung oleh rahim seseorang yang tercemar dosa. Maka oleh kuasaNya, Allah menguduskan rahim itu, membuat ia terbebas dari noda dosa. Karena Tuhan tidak dapat mengingkari diri-Nya sendiri yang tanpa dosa, sama seperti Dia tidak dapat menjadi tidak setia (lih 2 Tim 2:13).


Dogma Perawan Bunda Maria dikandung tidak bernoda

Pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX mengumumkan Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus), yang menyatakan bahwa Bunda Maria dikandung tanpa noda dosa asal.[1]

Mungkin ada orang bertanya, -terutama mereka yang bukan beragama Katolik- kenapa ada perlakuan khusus buat Bunda Maria, bukankah Maria itu manusia biasa saja seperti kita? Lalu, kenapa baru pada tahun 1854 diumumkan dogma ini, apakah ini pengajaran buatan manusia saja (Paus dan pembantu-pembantunya) ataukah sungguh dari Allah? Mari kita lihat, kenapa kita sebagai orang Katolik percaya bahwa pengajaran ini berasal dari Allah, dan karenanya wajib kita yakini dan kita syukuri.


Bukan pengajaran ‘kagetan’ melainkan sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja sejak lama

Gereja Katolik tidak pernah mengubah, menghapus, atau menambah pengajaran “deposit of faith” yang ada padanya sejak dari Gereja awal, namun hanya menjaga dan mempertahankannya. Perlu kita ingat bahwa Tradisi Suci dan Kitab Suci bagi orang Katolik itu sama pentingnya, karena berasal dari sumber yang sama: Allah sendiri. (Lihat artikel: Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan, Bagian 3) Dogma Perawan Maria dikandung tanpa noda ini telah dirintis oleh Paus Sixtus IV (abad ke-15) yang diteruskan sampai ke jaman Paus Pius IX (abad ke -19), tetapi sesungguhnya pengajaran tersebut sudah merupakan hal yang diyakini oleh Gereja sejak abad awal, seperti dinyatakan oleh Santo Ephraem (abad ke-4)[2] dan Santo Agustinus (abad ke-5)[3]dengan dasar pemikiran dari Santo Ireneus (abad ke-2).[4]

Jadi Dogma tersebut bukan pengajaran ‘kagetan’ atau innovasi dari Paus Pius IX di abad ke-19!


Bunda Maria sendiri menyatakan dirinya sebagai “Immaculate Conception”


Empat tahun setelah pengajaran yang diberikan oleh Paus Pius IX, Bunda Maria menampakkan diri di Lourdes, Perancis (1858). Penampakan Bunda Maria di Lourdes (di grotto Massabielle) terjadi selama 18 kali kepada Bernadette Soubirous, seorang gadis desa yang yang waktu itu berumur 14 tahun. Penampakan Bunda Maria di Lourdes ini sudah diakui oleh Gereja Katolik sebagai penampakan yang otentik. Dalam penampakan itu (penampakan ke- 16), Bunda Maria menyatakan dirinya sebagai “Perawan yang dikandung tanpa noda dosa”/ the Immaculate Conception kepada Bernadette yang pada waktu itu tidak memahami makna “the Immaculate Conception“, terutama karena ia adalah gadis desa yang buta huruf. Pernyataan dari Bunda Maria ini mengkonfirmasikan ajaran dari Bapa Paus Pius IX, dan dengan demikian juga membuktikan infalibilitas ajaran Bapa Paus tersebut.


Dasar dari Kitab Suci

Alasan pertama Bunda Maria dikandung tanpa noda ini berhubungan dengan peran istimewanya sebagai Ibu Tuhan Yesus. Jadi, walaupun benar Maria manusia biasa, ia bukan manusia ‘kebanyakan’ seperti kita. Sebab, memang rencana keselamatan itu terbuka untuk semua orang (Yoh 3:16), tetapi Ia hanya memilih satu orang untuk menjadi ibu-Nya, yaitu Maria. Kita tahu bahwa Allah adalah Kudus, sempurna dan tak ada dosa di dalam Dia, maka sudah sangat layaklah bahwa ketika memutuskan untuk dilahirkan di dunia, Yesus menguduskan terlebih dahulu seseorang yang melaluinya Ia akan dilahirkan. Mungkin hal ini tidak terbayangkan oleh kita, karena kita manusia tidak bisa melakukannya. Kita tidak bisa memilih ibu kita sendiri, apalagi membuat dia kudus dan sempurna sebelum kita lahir. Tetapi, Allah bisa, dan itulah yang dilakukan-Nya. Mengapa Tuhan melakukan ini? Karena Ia tidak dapat mengingkari jati DiriNya sebagai Allah yang Kudus. Mari kita lihat kebesaran Allah melalui apa yang dilakukanNya terhadap Bunda Maria seperti yang ditulis dalam Alkitab.


1. Bunda Maria disebutkan pada awal mula, sebagai ‘perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan ular (iblis) (Kej 3:15).

Di sini, perempuan yang dimaksud bukanlah Hawa, tetapi Hawa yang baru (‘New Eve’). Para Bapa Gereja membaca ayat ini sebagai nubuatan akan kelahiran Yesus (Adam yang baru) melalui Bunda Maria (Hawa yang baru). Hal ini sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir, Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus.[5] Sayangnya, memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan ‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan.[6] Ungkapan ‘woman‘ ini yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat di Kana (Yoh 2:4)[7] dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid kesayanganNya (Yoh 19:26).[8]Pada kesempatan tersebut, Yesus mau menunjukkan bahwa Maria adalah ‘sang perempuan’ yang telah dinubuatkan pada awal mula dunia sebagai ‘Hawa yang baru’.

‘Hawa yang baru’ ini berperan berdampingan dengan Kristus sebagai ‘Adam yang baru’. Santo Irenaeus, mengatakan, “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria” sehingga selanjutnya dikatakan, “maut (karena dosa) didatangkan oleh Hawa, tetapi hidup (karena Yesus) oleh Maria.”[9] Oleh karena itu, sudah selayaknya Allah membuat Bunda Maria tidak tercemar sama sekali oleh dosa, supaya ia, dapat ditempatkan bersama Yesus di tempat utama dalam pertentangan yang total melawan Iblis (lih. Kej 3:15).


2. Bunda Maria sebagai Tabut Perjanjian yang Baru.

Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu di Kitab Keluaran bab 25 sampai dengan 31, Kita melihat bagaimana ’spesifik-nya’ Allah saat Ia memerintahkan Nabi Musa untuk membangun Kemah suci dan Tabut Perjanjian. Ukurannya, bentuknya, bahannya, warnanya, pakaian imamnya, sampai seniman-nya (lih. Kel 31:1-6), semua ditunjuk oleh Tuhan. Hanya imam (Harun) yang boleh memasuki tempat Maha Kudus itu dan ia pun harus disucikan sebelum mempersembahkan korban di Kemah suci (Kel 40:12-15). Jika ia berdosa, maka ia akan meninggal seketika pada saat ia menjalankan tugasnya di Kemah itu (Im 22:9). Hal ini menunjukkan bagaimana Allah sangat mementingkan kekudusan Tabut suci itu, yang di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), dan dua loh batu kesepuluh perintah Allah (Kel 25:16), dan tongkat imam Harun (Bil 17:10; Ibr 9:4). Betapa lebih istimewanya perhatian Allah pada kekudusan Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, karena di dalamnya terkandung PuteraNya sendiri, Sang Roti Hidup (Yoh 6:35), Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Imam Agung yang Tertinggi (Ibr 8:1)! Persyaratan kekudusan Bunda Maria -Sang Tabut Perjanjian Baru- pastilah jauh lebih tinggi daripada kekudusan Tabut Perjanjian Lama yang tercatat dalam Kitab Keluaran itu. Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, harus kudus, dan tidak mungkin berdosa, karena Allah sendiri masuk dan tinggal di dalam rahimnya. Itulah sebabnya Bunda Maria dibebaskan dari noda dosa oleh Allah.


3. Bunda Maria dikatakan sebagai ‘penuh rahmat’ pada saat menerima Kabar Gembira.

Pada saat malaikat Gabriel memberitakan Kabar Gembira, ia memanggil Maria sebagai, ‘…hai engkau yang dikaruniai’, Tuhan menyertai engkau.’ (Luk 1:28) (“Hail, full of grace…”, – RSV Bible) Kata, ‘Hail, full of grace‘ ini tidak pernah ditujukan kepada siapapun di dalam Alkitab, kecuali kepada Maria.[10] Kepada Abraham yang akan menjadi Bapa para bangsa, ataupun kepada Musa salah satu nabi terbesar, Allah tidak pernah menyapa mereka dengan salam. Kepada Maria, Allah bukan saja hanya memberi salam, tetapi juga memenuhinya dengan rahmat (grace), yang adalah lawan dari dosa (sin). Dan karena dikatakan ‘full of grace’, maka para Bapa Gereja mengartikannya bahwa seluruh keberadaan Maria dipenuhi dengan rahmat Allah dan semua karunia Roh Kudus, sehingga dengan demikian tidak ada tempat lagi bagi dosa, yang terkecil sekalipun, sebab hadirat Allah tidak berkompromi dengan dosa. Artinya, Bunda Maria dibebaskan dari noda dosa asal.


4. Dasar dari Kitab Wahyu

Kita mengetahui dari Kitab Wahyu, bahwa Bunda Maria-lah yang disebut sebagai perempuan yang melahirkan seorang Anak laki-laki, yang menggembalakan semua bangsa… yang akhirnya mengalahkan naga yang adalah Iblis (Why 12: 1-6). Kemenangan atas Iblis ini dimungkinkan karena dalam diri Maria tidak pernah ada setitik dosa pun yang menjadi ‘daerah kekuasaan Iblis’.


Dasar dari Tradisi Suci


Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyatakan bahwa Bunda Maria tidak bernoda: 
  1. St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh umat manusia, … Maria dengan ketaatannya [tanpa dosa] mendatangkan keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.”[11]
  2. St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.”[12]
  3. Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu satunya”[13].
  4. Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu…[14]
  5. St. Athanasius (373), “O, Perawan yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain. Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian, yang dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut Perjanjian yang didalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati, yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.”[15]
  6.  Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku, yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda dosa.”[16].
  7. St. Gregorius Nazianza (390): Ia [Yesus] dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti ia yang mengandung layak untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak menerima penghormatan yang lebih besar. [17]
  8. St. Augustine (415): Kita harus menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan mempertanyakan sesuatupun ketika ia kita membicarakan tentang dosa, demi hormat kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak berdosa[18]
  9. Theodotus (446): “Seorang perawan, yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di antara semak duri.” [19].
  10. Proclus dari Konstantinopel (446): “Seperti Ia [Yesus] membentuknya [Maria] tanpa noda dari dirinya sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda.[20]
  11. St. Severus (538): “Ia [Maria] …sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.”[21]
  12. St. Germanus dari Konstantinopel (733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.”[22]



Jika Maria tanpa noda dosa, apakah dia membutuhkan Kristus untuk menyelamatkannya?

Jawabnya tentu: YA! Karena segala keistimewaan yang diberikan kepadanya hanya mungkin diperoleh melalui Keselamatan yang diberikan oleh Kristus sendiri. Duns Scotus (1264- 1308) seorang Franciskan mengatakan hal ini dengan indahnya, “Malah Maria, melebihi siapapun membutuhkan Kristus sebagai Penyelamatnya, sebab ia dapat tercemar oleh noda dosa asal seandainya rahmat dari Sang Penyelamat tidak mencegah hal ini.”[23] Keistimewaan rahmat yang membuat Maria dibebaskan dari noda dosa asal adalah bentuk penghormatan Yesus kepada Maria ibu-Nya, sesuatu yang menjadi hak-Nya sebagai Tuhan.


Apa pentingnya Dogma ini buat kita?

Bunda Maria yang tidak bernoda, tubuh dan jiwanya, tidak dimaksudkan ‘hanya’ untuk melukiskan keistimewaan Maria, tetapi untuk memberi gambaran bagi Gereja.[24] Seperti Maria, Gereja juga dikatakan sebagai ‘tidak bernoda.’ Hal ini juga dikatakan oleh Rasul Paulus yang mengatakan bahwa Kristus akan menempatkan Gereja di hadapanNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut …supaya GerejaNya kudus dan tidak bercela” (Ef 5:27). Jadi, kita sebagai anggota Gereja diajak untuk melihat Maria sebagai teladan. Kita harus berjuang ‘mengalahkan’ bujukan Iblis setiap hari, dengan mengandalkan kekuatan Roh Kudus.


Kesimpulan:

Dogma Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa Asal (Ineffabilis Deus/ The Immaculate Conception) adalah pengajaran yang berdasarkan atas kebijaksanaan Allah yang tak terselami, yang membebaskan Bunda Maria dari dosa asal, sebab ia telah dipilih Allah sejak semula untuk menjadi Ibu PuteraNya Yesus Kristus. Pengajaran yang telah berakar lama dalam Gereja ini mengajak kita untuk melihat Bunda Maria sebagai teladan kekudusan, agar kitapun dapat berjuang hidup kudus setiap hari dengan mengandalkan rahmat Tuhan. Jadi fokus utama dogma ini bukan semata- mata untuk meninggikan Maria, tetapi untuk menyatakan kerahiman Tuhan yang tiada terbatas untuk menguduskan Maria sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus di dunia ini. Karena itu, Maria adalah model bagi Gereja dan teladan bagi kita masing-masing dalam hal kekudusan.

CATATAN KAKI:
  1. Pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX mengumumkan Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus), yang bunyinya antara lain sebagai berikut: Dengan inspirasi Roh Kudus, untuk kemuliaan Allah Tritunggal, untuk penghormatan kepada Bunda Perawan Maria, untuk meninggikan iman Katolik dan kelanjutan agama Katolik, dengan kuasa dari Yesus Kristus Tuhan kita, dan Rasul Petrus dan Paulus, dan dengan kuasa kami sendiri: “Kami menyatakan, mengumumkan dan mendefinisikan bahwa doktrin yang mengajarkan bahwa Bunda Maria yang terberkati, seketika pada saat pertama ia terbentuk sebagai janin, oleh rahmat yang istimewa dan satu-satunya yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh karena jasa-jasa Kristus Penyelamat manusia, dibebaskan dari semua noda dosa asal, adalah doktrin yang dinyatakan oleh Tuhan dan karenanya harus diimani dengan teguh dan terus-menerus oleh semua umat beriman.”
  2. Santo Ephraem dalam “Nisibene Hymns”, 27, (dikutip dan diterjemahkan dari buku The Teachings of the Church Fathers, ed. John R Willis, S.J., Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 361) menulis, “Sungguh Engkau, Tuhan, dan BundaMu adalah hanya satu-satunya yang cantik sempurna di dalam segala hal; sebab, Tuhan, tidak ada noda di dalam-Mu dan juga tidak ada noda apapun di dalam BundaMu…”
  3. Santo Agustinus, dalam “On Nature and Grace“, Chap. 36:42, (dikutip dan diterjemahkan dari buku The Teachings of the Church Fathers, Ibid., h. 265) menulis, “Kita harus menerima Perawan Maria yang kudus, tentangnya saya tidak akan pernah mempertanyakan jika kita membahas tentang dosa, karena hormatku kepada Tuhan, sebab dari Dia kita tahu akan betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa sampai sekecil- kecilnya, telah diberikan kepadanya (Bunda Maria) yang telah dipercayakan untuk mengandung dan melahirkan Dia (Yesus) yang sudah pasti tidak berdosa…”
  4. Santo Irenaeus, dalam “Against Heresies, V, The New Creation in Christ” (dikutip dan diterjemahkan dari buku Early Christian Fathers, ed. Cyril C. Richardson, Touchstone, Simon & Schuster, NY, 1996) hl. 389-390, menyebutkan Maria sebagai Hawa yang baru, “Seluruh umat manusia berada dalam kuasa maut melalui perbuatan seorang perawan (Hawa), maka seluruh umat manusia juga diselamatkan melalui seorang perawan (Maria, Hawa yang baru) dan karenanya, ketidaktaatan seorang perawan diimbangi oleh ketaatan perawan yang lain.” Dari sini, para Bapa Gereja menyimpulkan bahwa ketaatan total Maria dimungkinkan oleh ketotalan kemurniannya tanpa dosa asal.
  5. John R Willis, S.J. ed., The Teachings of the Church Fathers, Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 356
  6. “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15).
  7. John 2:4, RSV Bible, “O Woman, what have you to do with me? My hour has not yet come.” Diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia, “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saatku belum tiba.”
  8. John 19:26-27, RSV Bible, “When Jesus saw his mother, and the disciple whom he loved standing near, he said to his mother, “Woman, behold, your son! Then he said to the disciple, “Behold, your mother!” diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu! Kemudian kata-Nya kepada murid-muridNya: “Inilah ibumu!”
  9. Lihat Lumen Gentium 56, S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” Maka … para Bapa zaman kuno, … menyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka (St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril, St. Yohanes Krisostomus, St. Yohanes Damaskinus) menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.”
  10. Lihat, Defining the Dogma of the Immaculate conception, Ineffabilis Deus, par. The Annunciation, “They (the Church Fathers) thought that this singular and solemn salutation, never heard before, showed that the Mother of God is the seat of all divine graces and is adorned with all gifts of the Holy Spirit…“
  11. Lihat St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24
  12. St. Hippolytus, Orations Inillud, Dominus pascit me
  13. Origen, Homily 1
  14. St. Ephraim, Nisibene Hymns 27:8
  15. St. Athanasius, Homily of the Papyrus of Turin, 71:216
  16. St. Ambrose, Commentary on Psalm 118: Sermon 22, no.30, PL 15, 1599
  17. St. Gregorius, Sermon 38
  18. St. Augustine, Nature and Grace 36:42
  19. Theodotus, Homily 6:11
  20. Proclus, Homily 1
  21. St. Severus, Hom. cathedralis, 67, PO 8, 350
  22. Germanus dari Konstantinopel, Marracci in S. Germani Mariali
  23. Diterjemahkan dari New Catholic Encyclopedia, The Catholic University of America, Washington D.C., 1967, Book VII, p. 381.
  24. Lihat Hugo Rahner, SJ, Our Lady and the Church, (Zaccheus Press, Bethesda, 1968, reprint 1990), p. 17, “But this mystery of the Immaculate Conception of Mary is not only a personal priviledge granted to her who was to become the Mother of God. Mary thereby become the figure of the Church…” and p. 20, “The word ‘immaculate’ indeed sums up the mystery of our own spiritual life. We are members of the Church, and in us the Church’s mystery must be accomplished; it begins with Mary Immaculate, and we in turn, by the power of the Holy Spirit, must once more become immaculate. In each of us the victory over the serpent must be achieved….” 

Sumber : www.katolisitas.org.

Anda perlu baca juga :

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...