Seorang romo mengatakan, kaum awam ikut mempersembahkan korban dalam Misa. Benarkah itu? Lalu apa beda dengan para romo? Korban apa yang harus dipersembahkan kaum awam?
Elisabet Emmy Ernawati, Surabaya
Pertama, benar tiap murid Yesus yang mengikuti perayaan Ekaristri harus ikut serta mempersembahkan korban rohani, karena tiap orang yang dibaptis adalah imam. Imamat kaum awam tak sama dengan imamat para imam tertahbis. Keduanya mengambil bagian dalam imamat rajawi Yesus Kristus yang satu dan sama, tetapi dengan cara berbeda (LG 10), yaitu kaum awam sebagai bagian dari tubuh (anggota), sedangkan kaum tertahbis sebagai Kepala dan Gembala (pemimpin). Perbedaan ini yang menyebabkan perbedaan fungsi dalam Gereja.
Melalui Sakramen Baptis, umat disaturagakan dengan Yesus Kristus, maka dia diikutsertakan juga dalam hidup dan misi Yesus Kristus, yaitu melalui imamat umum (Ing: common priesthood; bdk 1 Ptr 2:5.9; LG 10; SC 14; AA 3; KGK 1268). Dengan imamat umum, kaum awam juga dipanggil menjalankan fungsi imami, yaitu membawa persembahan umat kepada Allah dan menguduskan hidup dunia ini. Maka, imamat umum bisa disebut sebagai imamat kehidupan.
Di lain pihak, melalui Sakramen Tahbisan, seseorang disaturagakan dengan Yesus Kristus sebagai Kepala dan Gembala Gereja dan menerima imamat pelayanan (Ing: ministerial priesthood) dan ”kuasa suci” (Latin: potestas sacra). Orang yang ditahbiskan menjalankan fungsi imamat sebagai Kepala, Gembala, dan Mempelai. Imam tertahbis adalah pemimpin umat sekaligus mempelai Gereja. Kuasa suci memampukan imam tertahbis merayakan Ekaristi.
Kedua, Konsili Vatikan II mengajarkan, imamat pelayanan (kaum tertahbis) dan imamat umum (kaum awam) berbeda bukan hanya dalam hal derajat, tetapi juga dalam hakikat. Kedua imamat itu tidak berlawanan, keduanya justru saling mengandaikan dan ”saling terarah” satu sama lain. Keduanya mewujudkan imamat Yesus Kristus yang satu dan sama, tapi dengan cara yang berbeda (LG 10).
Sebagai Kepala dan Gembala, imam tertahbis memiliki tugas pastoral memberdayakan imamat umum kaum awam. Pemberdayaan ini termasuk memberitahu tentang imamat umum itu sendiri, karena seringkali umat tidak tahu sama sekali tentang imamat umum yang mereka miliki. Umat juga diarahkan untuk mempersembahkan aneka dimensi kehidupan sebagai kurban rohani. Pengajaran dan peneguhan dari para imam tertahbis sangat dibutuhkan umat.
Tugas kaum awam sebagai imam (LG 34; KGK 901) ialah mempersembahkan kurban rohani yang berasal dari hidup sehari-hari umat. Misal mulai dengan pekerjaan sehari-hari sebagai karyawan, ibu rumah tangga, juga usaha kerasulan dan hidup rohani mereka pada umumnya.
Keseluruhan hidup umat bisa dipersembahkan kepada Tuhan, termasuk “hidup mereka selaku suami istri dan dalam keluarga,” bahkan segala ”beban hidup bila ditanggung dengan sabar.” Syarat yang terpenting ialah semua kegiatan hidup sehari-hari itu “dijalankan dalam Roh”, dihidupi menurut Roh (Rom 8:1-17).
Tanpa butir ini, maka semua aspek kehidupan itu tidak akan menjadi kurban rohani. Inilah kurban rohani yang dipersembahkan umat ketika menghadiri perayaan Ekaristi. Proses “membawa kurban rohani” ini tidak tampak, karena itu umat selalu perlu diingatkan supaya persembahan itu dilakukan dalam batin secara sadar.
Simbol dari persembahan ini ialah roti dan anggur yang dibawa ke altar dan melalui tangan imam, diubah menjadi tubuh dan darah Yesus Kristus dalam peristiwa konsekrasi, dan lalu diterima kembali umat dalam komuni. Inilah berkat, kekuatan rohani, Allah yang merajai diri kita. Demikianlah, para awampun sebagai penyembah Allah, menjalankan fungsi sebagai imam yaitu menguduskan dunia kepada Allah (LG 34)..
Penulis : RP Petrus Maria Handoko CM
Sumber : www.hidupkatolik.com, Senin, 6 Oktober 2014 11:19 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar