Berikut ini adalah cerita yang tidak ada hubungannya dengan
Dogma Maria tersebut, tetapi mungkin dapat membantu kita untuk mengerti konsep
dasarnya…
Suatu hari, di suatu desa terpencil, ada seorang (sebut saja
bernama Sukri) menemukan kloset duduk yang dibuang di dekat jalan kampung. Ia
tidak pernah melihat benda itu seumur hidupnya, sehingga tidak tahu kalau itu
adalah kloset (jamban). Dia bahkan mengagumi benda itu, karena dipikirnya
‘antik’. Sukri membawa pulang kloset itu ke rumah dan dibersihkannya sampai
‘kincrong‘. Kebetulan esok harinya Sukri berulang tahun dan dia berencana
mengundang teman-teman satu kampung. Dia berpikir, alangkah uniknya jika nasi
tumpeng ulang tahunnya diletakkan di dalam ‘benda’ itu (yaitu kloset), supaya
‘penemuan baru’-nya ini dapat dipamerkan kepada teman-temannya.
Sekarang, bayangkanlah, jika anda termasuk di antara
orang-orang yang datang ke pesta Sukri. Anda pasti tahu kalau ‘barang’ itu
adalah kloset. Apakah reaksi anda begitu melihat nasi tumpeng yang ditempatkan
di dalam kloset itu? Ada rasa aneh dan tidak ‘nyambung‘, bukan? Demikianlah,
Yesus yang kemuliaan dan kekudusanNya jauh melebihi semua, tidak mungkin lahir
ke dunia melalui seorang perempuan yang berdosa. Karena noda dosa itu jauh
lebih buruk daripada kloset, dan Yesus itu kemuliaannya jauh mengatasi dan
tidak dapat dibandingkan dengan nasi tumpeng; maka kesimpulannya, ada jurang
yang tak terjembatani antara keduanya. Nasi tumpeng tak pernah klop diletakkan
di dalam kloset; dan tentu, Yesus yang Maha Kudus, tak mungkin dapat dikandung
oleh rahim seseorang yang tercemar dosa. Maka oleh kuasaNya, Allah menguduskan
rahim itu, membuat ia terbebas dari noda dosa. Karena Tuhan tidak dapat
mengingkari diri-Nya sendiri yang tanpa dosa, sama seperti Dia tidak dapat
menjadi tidak setia (lih 2 Tim 2:13).
Dogma Perawan Bunda Maria dikandung tidak bernoda
Pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX mengumumkan Dogma
Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus), yang menyatakan bahwa
Bunda Maria dikandung tanpa noda dosa asal.[1]
Mungkin ada orang bertanya, -terutama mereka yang bukan
beragama Katolik- kenapa ada perlakuan khusus buat Bunda Maria, bukankah Maria
itu manusia biasa saja seperti kita? Lalu, kenapa baru pada tahun 1854
diumumkan dogma ini, apakah ini pengajaran buatan manusia saja (Paus dan
pembantu-pembantunya) ataukah sungguh dari Allah? Mari kita lihat, kenapa kita
sebagai orang Katolik percaya bahwa pengajaran ini berasal dari Allah, dan
karenanya wajib kita yakini dan kita syukuri.
Bukan pengajaran ‘kagetan’ melainkan sudah diajarkan oleh
para Bapa Gereja sejak lama
Gereja Katolik tidak pernah mengubah, menghapus, atau
menambah pengajaran “deposit of faith” yang ada padanya sejak dari Gereja awal,
namun hanya menjaga dan mempertahankannya. Perlu kita ingat bahwa Tradisi Suci
dan Kitab Suci bagi orang Katolik itu sama pentingnya, karena berasal dari
sumber yang sama: Allah sendiri. (Lihat artikel: Gereja Tonggak Kebenaran dan
Tanda Kasih Tuhan, Bagian 3) Dogma Perawan Maria dikandung tanpa noda ini telah
dirintis oleh Paus Sixtus IV (abad ke-15) yang diteruskan sampai ke jaman Paus
Pius IX (abad ke -19), tetapi sesungguhnya pengajaran tersebut sudah merupakan
hal yang diyakini oleh Gereja sejak abad awal, seperti dinyatakan oleh Santo
Ephraem (abad ke-4)[2] dan Santo Agustinus (abad ke-5)[3]dengan dasar pemikiran
dari Santo Ireneus (abad ke-2).[4]
Jadi Dogma tersebut bukan pengajaran ‘kagetan’ atau innovasi
dari Paus Pius IX di abad ke-19!
Bunda Maria sendiri menyatakan dirinya sebagai “Immaculate
Conception”
Empat tahun setelah pengajaran yang diberikan oleh Paus Pius
IX, Bunda Maria menampakkan diri di Lourdes, Perancis (1858). Penampakan Bunda
Maria di Lourdes (di grotto Massabielle) terjadi selama 18 kali kepada
Bernadette Soubirous, seorang gadis desa yang yang waktu itu berumur 14 tahun.
Penampakan Bunda Maria di Lourdes ini sudah diakui oleh Gereja Katolik sebagai
penampakan yang otentik. Dalam penampakan itu (penampakan ke- 16), Bunda Maria
menyatakan dirinya sebagai “Perawan yang dikandung tanpa noda dosa”/ the
Immaculate Conception kepada Bernadette yang pada waktu itu tidak memahami
makna “the Immaculate Conception“, terutama karena ia adalah gadis desa yang
buta huruf. Pernyataan dari Bunda Maria ini mengkonfirmasikan ajaran dari Bapa
Paus Pius IX, dan dengan demikian juga membuktikan infalibilitas ajaran Bapa
Paus tersebut.
Dasar dari Kitab Suci
Alasan pertama Bunda Maria dikandung tanpa noda ini
berhubungan dengan peran istimewanya sebagai Ibu Tuhan Yesus. Jadi, walaupun
benar Maria manusia biasa, ia bukan manusia ‘kebanyakan’ seperti kita. Sebab,
memang rencana keselamatan itu terbuka untuk semua orang (Yoh 3:16), tetapi Ia
hanya memilih satu orang untuk menjadi ibu-Nya, yaitu Maria. Kita tahu bahwa
Allah adalah Kudus, sempurna dan tak ada dosa di dalam Dia, maka sudah sangat
layaklah bahwa ketika memutuskan untuk dilahirkan di dunia, Yesus menguduskan
terlebih dahulu seseorang yang melaluinya Ia akan dilahirkan. Mungkin hal ini
tidak terbayangkan oleh kita, karena kita manusia tidak bisa melakukannya. Kita
tidak bisa memilih ibu kita sendiri, apalagi membuat dia kudus dan sempurna
sebelum kita lahir. Tetapi, Allah bisa, dan itulah yang dilakukan-Nya. Mengapa
Tuhan melakukan ini? Karena Ia tidak dapat mengingkari jati DiriNya sebagai
Allah yang Kudus. Mari kita lihat kebesaran Allah melalui apa yang dilakukanNya
terhadap Bunda Maria seperti yang ditulis dalam Alkitab.
1. Bunda Maria disebutkan pada awal mula, sebagai
‘perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan ular (iblis) (Kej 3:15).
Di sini, perempuan yang dimaksud bukanlah Hawa, tetapi Hawa
yang baru (‘New Eve’). Para Bapa Gereja membaca ayat ini sebagai nubuatan akan
kelahiran Yesus (Adam yang baru) melalui Bunda Maria (Hawa yang baru). Hal ini
sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir,
Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus.[5]
Sayangnya, memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan
‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the
woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak
merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan.[6] Ungkapan ‘woman‘ ini
yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat
di Kana (Yoh 2:4)[7] dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria
kepada Yohanes murid kesayanganNya (Yoh 19:26).[8]Pada kesempatan tersebut,
Yesus mau menunjukkan bahwa Maria adalah ‘sang perempuan’ yang telah
dinubuatkan pada awal mula dunia sebagai ‘Hawa yang baru’.
‘Hawa yang baru’ ini berperan berdampingan dengan Kristus
sebagai ‘Adam yang baru’. Santo Irenaeus, mengatakan, “Ikatan yang disebabkan
oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria” sehingga
selanjutnya dikatakan, “maut (karena dosa) didatangkan oleh Hawa, tetapi hidup
(karena Yesus) oleh Maria.”[9] Oleh karena itu, sudah selayaknya Allah membuat
Bunda Maria tidak tercemar sama sekali oleh dosa, supaya ia, dapat ditempatkan
bersama Yesus di tempat utama dalam pertentangan yang total melawan Iblis (lih.
Kej 3:15).
2. Bunda Maria sebagai Tabut Perjanjian yang Baru.
Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu di Kitab Keluaran bab
25 sampai dengan 31, Kita melihat bagaimana ’spesifik-nya’ Allah saat Ia
memerintahkan Nabi Musa untuk membangun Kemah suci dan Tabut Perjanjian.
Ukurannya, bentuknya, bahannya, warnanya, pakaian imamnya, sampai seniman-nya
(lih. Kel 31:1-6), semua ditunjuk oleh Tuhan. Hanya imam (Harun) yang boleh
memasuki tempat Maha Kudus itu dan ia pun harus disucikan sebelum
mempersembahkan korban di Kemah suci (Kel 40:12-15). Jika ia berdosa, maka ia
akan meninggal seketika pada saat ia menjalankan tugasnya di Kemah itu (Im
22:9). Hal ini menunjukkan bagaimana Allah sangat mementingkan kekudusan Tabut
suci itu, yang di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), dan dua loh batu
kesepuluh perintah Allah (Kel 25:16), dan tongkat imam Harun (Bil 17:10; Ibr
9:4). Betapa lebih istimewanya perhatian Allah pada kekudusan Bunda Maria, Sang
Tabut Perjanjian Baru, karena di dalamnya terkandung PuteraNya sendiri, Sang
Roti Hidup (Yoh 6:35), Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Imam
Agung yang Tertinggi (Ibr 8:1)! Persyaratan kekudusan Bunda Maria -Sang Tabut
Perjanjian Baru- pastilah jauh lebih tinggi daripada kekudusan Tabut Perjanjian
Lama yang tercatat dalam Kitab Keluaran itu. Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian
Baru, harus kudus, dan tidak mungkin berdosa, karena Allah sendiri masuk dan
tinggal di dalam rahimnya. Itulah sebabnya Bunda Maria dibebaskan dari noda
dosa oleh Allah.
3. Bunda Maria dikatakan sebagai ‘penuh rahmat’ pada saat
menerima Kabar Gembira.
Pada saat malaikat Gabriel memberitakan Kabar Gembira, ia
memanggil Maria sebagai, ‘…hai engkau yang dikaruniai’, Tuhan menyertai
engkau.’ (Luk 1:28) (“Hail, full of grace…”, – RSV Bible) Kata, ‘Hail, full of
grace‘ ini tidak pernah ditujukan kepada siapapun di dalam Alkitab, kecuali
kepada Maria.[10] Kepada Abraham yang akan menjadi Bapa para bangsa, ataupun
kepada Musa salah satu nabi terbesar, Allah tidak pernah menyapa mereka dengan
salam. Kepada Maria, Allah bukan saja hanya memberi salam, tetapi juga
memenuhinya dengan rahmat (grace), yang adalah lawan dari dosa (sin). Dan
karena dikatakan ‘full of grace’, maka para Bapa Gereja mengartikannya bahwa seluruh
keberadaan Maria dipenuhi dengan rahmat Allah dan semua karunia Roh Kudus,
sehingga dengan demikian tidak ada tempat lagi bagi dosa, yang terkecil
sekalipun, sebab hadirat Allah tidak berkompromi dengan dosa. Artinya, Bunda
Maria dibebaskan dari noda dosa asal.
4. Dasar dari Kitab Wahyu
Kita mengetahui dari Kitab Wahyu, bahwa Bunda Maria-lah yang
disebut sebagai perempuan yang melahirkan seorang Anak laki-laki, yang
menggembalakan semua bangsa… yang akhirnya mengalahkan naga yang adalah Iblis
(Why 12: 1-6). Kemenangan atas Iblis ini dimungkinkan karena dalam diri Maria
tidak pernah ada setitik dosa pun yang menjadi ‘daerah kekuasaan Iblis’.
Dasar dari Tradisi Suci
Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang
menyatakan bahwa Bunda Maria tidak bernoda:
- St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh umat manusia, … Maria dengan ketaatannya [tanpa dosa] mendatangkan keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.”[11]
- St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.”[12]
- Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu satunya”[13].
- Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu…[14]
- St. Athanasius (373), “O, Perawan yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain. Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian, yang dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut Perjanjian yang didalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati, yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.”[15]
- Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku, yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda dosa.”[16].
- St. Gregorius Nazianza (390): Ia [Yesus] dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti ia yang mengandung layak untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak menerima penghormatan yang lebih besar. [17]
- St. Augustine (415): Kita harus menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan mempertanyakan sesuatupun ketika ia kita membicarakan tentang dosa, demi hormat kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak berdosa[18]
- Theodotus (446): “Seorang perawan, yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di antara semak duri.” [19].
- Proclus dari Konstantinopel (446): “Seperti Ia [Yesus] membentuknya [Maria] tanpa noda dari dirinya sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda.[20]
- St. Severus (538): “Ia [Maria] …sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.”[21]
- St. Germanus dari Konstantinopel (733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.”[22]
Jika Maria tanpa noda dosa, apakah dia membutuhkan Kristus
untuk menyelamatkannya?
Jawabnya tentu: YA! Karena segala keistimewaan yang
diberikan kepadanya hanya mungkin diperoleh melalui Keselamatan yang diberikan
oleh Kristus sendiri. Duns Scotus (1264- 1308) seorang Franciskan mengatakan
hal ini dengan indahnya, “Malah Maria, melebihi siapapun membutuhkan Kristus
sebagai Penyelamatnya, sebab ia dapat tercemar oleh noda dosa asal seandainya
rahmat dari Sang Penyelamat tidak mencegah hal ini.”[23] Keistimewaan rahmat
yang membuat Maria dibebaskan dari noda dosa asal adalah bentuk penghormatan
Yesus kepada Maria ibu-Nya, sesuatu yang menjadi hak-Nya sebagai Tuhan.
Apa pentingnya Dogma ini buat kita?
Bunda Maria yang tidak bernoda, tubuh dan jiwanya, tidak
dimaksudkan ‘hanya’ untuk melukiskan keistimewaan Maria, tetapi untuk memberi
gambaran bagi Gereja.[24] Seperti Maria, Gereja juga dikatakan sebagai ‘tidak
bernoda.’ Hal ini juga dikatakan oleh Rasul Paulus yang mengatakan bahwa
Kristus akan menempatkan Gereja di hadapanNya dengan cemerlang tanpa cacat atau
kerut …supaya GerejaNya kudus dan tidak bercela” (Ef 5:27). Jadi, kita sebagai
anggota Gereja diajak untuk melihat Maria sebagai teladan. Kita harus berjuang
‘mengalahkan’ bujukan Iblis setiap hari, dengan mengandalkan kekuatan Roh
Kudus.
Kesimpulan:
Dogma Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa Asal (Ineffabilis
Deus/ The Immaculate Conception) adalah pengajaran yang berdasarkan atas
kebijaksanaan Allah yang tak terselami, yang membebaskan Bunda Maria dari dosa
asal, sebab ia telah dipilih Allah sejak semula untuk menjadi Ibu PuteraNya
Yesus Kristus. Pengajaran yang telah berakar lama dalam Gereja ini mengajak
kita untuk melihat Bunda Maria sebagai teladan kekudusan, agar kitapun dapat
berjuang hidup kudus setiap hari dengan mengandalkan rahmat Tuhan. Jadi fokus
utama dogma ini bukan semata- mata untuk meninggikan Maria, tetapi untuk
menyatakan kerahiman Tuhan yang tiada terbatas untuk menguduskan Maria sebagai
ibu yang mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus di dunia ini. Karena itu, Maria
adalah model bagi Gereja dan teladan bagi kita masing-masing dalam hal
kekudusan.
CATATAN KAKI:
- Pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX mengumumkan Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus), yang bunyinya antara lain sebagai berikut: Dengan inspirasi Roh Kudus, untuk kemuliaan Allah Tritunggal, untuk penghormatan kepada Bunda Perawan Maria, untuk meninggikan iman Katolik dan kelanjutan agama Katolik, dengan kuasa dari Yesus Kristus Tuhan kita, dan Rasul Petrus dan Paulus, dan dengan kuasa kami sendiri: “Kami menyatakan, mengumumkan dan mendefinisikan bahwa doktrin yang mengajarkan bahwa Bunda Maria yang terberkati, seketika pada saat pertama ia terbentuk sebagai janin, oleh rahmat yang istimewa dan satu-satunya yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh karena jasa-jasa Kristus Penyelamat manusia, dibebaskan dari semua noda dosa asal, adalah doktrin yang dinyatakan oleh Tuhan dan karenanya harus diimani dengan teguh dan terus-menerus oleh semua umat beriman.”
- Santo Ephraem dalam “Nisibene Hymns”, 27, (dikutip dan diterjemahkan dari buku The Teachings of the Church Fathers, ed. John R Willis, S.J., Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 361) menulis, “Sungguh Engkau, Tuhan, dan BundaMu adalah hanya satu-satunya yang cantik sempurna di dalam segala hal; sebab, Tuhan, tidak ada noda di dalam-Mu dan juga tidak ada noda apapun di dalam BundaMu…”
- Santo Agustinus, dalam “On Nature and Grace“, Chap. 36:42, (dikutip dan diterjemahkan dari buku The Teachings of the Church Fathers, Ibid., h. 265) menulis, “Kita harus menerima Perawan Maria yang kudus, tentangnya saya tidak akan pernah mempertanyakan jika kita membahas tentang dosa, karena hormatku kepada Tuhan, sebab dari Dia kita tahu akan betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa sampai sekecil- kecilnya, telah diberikan kepadanya (Bunda Maria) yang telah dipercayakan untuk mengandung dan melahirkan Dia (Yesus) yang sudah pasti tidak berdosa…”
- Santo Irenaeus, dalam “Against Heresies, V, The New Creation in Christ” (dikutip dan diterjemahkan dari buku Early Christian Fathers, ed. Cyril C. Richardson, Touchstone, Simon & Schuster, NY, 1996) hl. 389-390, menyebutkan Maria sebagai Hawa yang baru, “Seluruh umat manusia berada dalam kuasa maut melalui perbuatan seorang perawan (Hawa), maka seluruh umat manusia juga diselamatkan melalui seorang perawan (Maria, Hawa yang baru) dan karenanya, ketidaktaatan seorang perawan diimbangi oleh ketaatan perawan yang lain.” Dari sini, para Bapa Gereja menyimpulkan bahwa ketaatan total Maria dimungkinkan oleh ketotalan kemurniannya tanpa dosa asal.
- John R Willis, S.J. ed., The Teachings of the Church Fathers, Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 356
- “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15).
- John 2:4, RSV Bible, “O Woman, what have you to do with me? My hour has not yet come.” Diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia, “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saatku belum tiba.”
- John 19:26-27, RSV Bible, “When Jesus saw his mother, and the disciple whom he loved standing near, he said to his mother, “Woman, behold, your son! Then he said to the disciple, “Behold, your mother!” diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu! Kemudian kata-Nya kepada murid-muridNya: “Inilah ibumu!”
- Lihat Lumen Gentium 56, S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” Maka … para Bapa zaman kuno, … menyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka (St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril, St. Yohanes Krisostomus, St. Yohanes Damaskinus) menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.”
- Lihat, Defining the Dogma of the Immaculate conception, Ineffabilis Deus, par. The Annunciation, “They (the Church Fathers) thought that this singular and solemn salutation, never heard before, showed that the Mother of God is the seat of all divine graces and is adorned with all gifts of the Holy Spirit…“
- Lihat St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24
- St. Hippolytus, Orations Inillud, Dominus pascit me
- Origen, Homily 1
- St. Ephraim, Nisibene Hymns 27:8
- St. Athanasius, Homily of the Papyrus of Turin, 71:216
- St. Ambrose, Commentary on Psalm 118: Sermon 22, no.30, PL 15, 1599
- St. Gregorius, Sermon 38
- St. Augustine, Nature and Grace 36:42
- Theodotus, Homily 6:11
- Proclus, Homily 1
- St. Severus, Hom. cathedralis, 67, PO 8, 350
- Germanus dari Konstantinopel, Marracci in S. Germani Mariali
- Diterjemahkan dari New Catholic Encyclopedia, The Catholic University of America, Washington D.C., 1967, Book VII, p. 381.
- Lihat Hugo Rahner, SJ, Our Lady and the Church, (Zaccheus Press, Bethesda, 1968, reprint 1990), p. 17, “But this mystery of the Immaculate Conception of Mary is not only a personal priviledge granted to her who was to become the Mother of God. Mary thereby become the figure of the Church…” and p. 20, “The word ‘immaculate’ indeed sums up the mystery of our own spiritual life. We are members of the Church, and in us the Church’s mystery must be accomplished; it begins with Mary Immaculate, and we in turn, by the power of the Holy Spirit, must once more become immaculate. In each of us the victory over the serpent must be achieved….”
Sumber : www.katolisitas.org.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar