Rabu, 28 Mei 2014

Inilah Makna Agama Islam Yang Sesungguhnya Menurut JOKOWI


Bakal calon presiden yang diusung PDI Perjuangan, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKP Indonesia, Joko Widodo, menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang membawa kedamaian, bukan kebencian.

"Saya Jokowi, bagian dari Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang hidup berketurunan dan berkarya di negara RI yang memegang teguh UUD 45. Bhinneka Tunggal Ika adalah rahmat dari Tuhan," kata Jokowi dalam siaran pers yang diterima media, Sabtu (24/5/2014). 

Siaran pers ini menjawab berbagai tudingan yang dialamatkan kepada Jokowi di media sosial. Jokowi kerap disebut sebagai antek Zionis, Amerika, Tiongkok, dan mafia. 

"Semua orang boleh ragu dengan agama saya, tapi saya tidak ragu dengan iman dan imam saya dan saya tidak pernah ragu dengan Islam agama saya," ujarnya.

Jokowi juga mengatakan dirinya bukan bagian dari kelompok yang mengaku Islam yang punya tujuan mewujudkan negara Islam. Dia pun menyatakan bukan bagian dari yang mengaku Islam, tetapi suka menebar teror dan kebencian.

"Saya bukan bagian dari kelompok Islam yang sesuka hatinya mengafirkan saudaranya sendiri," katanya.

Jokowi juga mengatakan dirinya bukan bagian dari segelintir Islam yang menutupi perampokan hartanya, menutupi pedang berlumuran darah dengan gamis dan sorban. Jokowi juga bukan bagian dari Islam yang membawa ayat-ayat Tuhan untuk menipu rakyat.

Dia mengaku bukan bagian dari Islam yang membawa asas partainya untuk korupsi dan hidup bermewah-mewah. Dia juga menyatakan bukan bagian dari Islam yang menciptakan perang bagi sesama Islam.

"Saya bukan bagian dari Islam yang menindas agama lain. Saya bukan bagian dari Islam yang arogan dan menghunus pedang di tangan dan di mulut. Saya bukan bagian dari Islam yang suka menjejerkan fustun-fustun-nya," ujarnya.

Saya kira anda para pembaca dapat memahami bahwa Bapak Jokowi adalah seorang pendukung keberagaman ( pluralisme ) yang mungkin dapat mewadahi aneka perbedaan yang ada di Indonesia ini, dan kita membutuhkan pemimpin yang seperti beliau.

Sumber : http://indonesiasatu.kompas.com/, Sabtu, 24 Mei 2014, 14:29 WIB.

Selasa, 27 Mei 2014

Apakah Benar Yesus Berkulit Putih?


Seperti apa Yesus sebenarnya? Apakah dia sosok berkulit putih, berambut gondrong, dan berjenggot seperti yang biasa digambarkan?

Di Amerika Serikat, pertanyaan ini mengemuka kembali setelah seorang penyiar televisi Foxnews, Megyn Kelly, yang mengklaim bahwa Yesus berkulit putih.

Kelly dan narasumbernya tengah mendiskusikan artikel di Slate.com yang menyatakan bahwa Sinterklas seharusnya digambarkan seperti penguin untuk mencegah nuansa rasialisme.

Saat itu Kelly mengatakan bahwa hanya karena ada yang merasa tak nyaman, bukan berarti wujud Sinterklas harus diganti. Toh, bukan hanya Sinterklas yang berkulit putih.

"Yesus juga seorang kulit putih. Itu kita miliki, dia seorang tokoh sejarah. Itu fakta yang bisa diverifikasi, seperti Santa, saya hanya ingin anak-anak tahu itu. Bagaimana Anda merevisi sesuatu yang diyakini dan mengubah wujud santa dari putih menjadi hitam?" katanya seperti dikutip IB Times, Kamis (12/12/2013).

Komentar Kelly memicu kritik dan pertanyaan tentang sosok Yesus. 

Hingga saat ini, meski diyakini bahwa sosok Yesus adalah nyata ada, tak ada hasil penelitian yang berhasil mengonfirmasi bahwa Yesus memang seorang berkulit putih dan sebaliknya. 

Selama ini, penganut Kristiani cenderung menggambarkan sosok Yesus sesuai dengan ras atau sukunya. Sosok Yesus yang berkulit putih sendiri merupakan sosok umum yang awalnya digambarkan oleh orang Eropa dan Amerika. Selain itu, ada sosok Yesus yang berwujud Asia, bahkan berkulit hitam.

Yesus adalah seorang pria Yahudi yang hidup di wilayah yang kini Israel. Dengan demikian, para sejarawan cenderung percaya bahwa sosok Yesus mirip seorang pria Timur Tengah saat ini.

A reconstruction of what forensic anthropologists think a 1st-century Palestinian Jew like Jesus of Nazareth would have looked like 
(illustration by BBC Photo Library).

Pada tahun 2001, sebuah penelitian yang dilakukan dengan menganalisis tulang tengkorak seorang pria Yahudi membuahkan model hipotesis wajah Yesus, yakni juru selamat itu memiliki kulit warna kuning langsat, bermata gelap, dan berambut hitam.

Edward J Blum, sejarawan ras dan agama dari San Diego State University, mengatakan, "Yesus jelas bukan seorang berkulit putih."

Kulit Yesus juga bukan hitam, melainkan agak kecoklatan.

Blum mengatakan bahwa ras Yesus memang tidak disadari oleh para penulis Injil. Ras dan penampilan Yesus tidak penting bagi mereka.

Penulis & Editor : Yunanto Wiji Utomo
Sumber : http://internasional.kompas.com/, Minggu, 22 Desember 2013, 18:32 WIB.

Paus Fransiskus vs PM Israel Benyamin Netanyahu : Bahasa Yang Digunakan Yesus


Paus Fransiskus dan PM Israel Benyamin Netanyahu, Senin (26/5/2014), sempat berdebat sengit tentang bahasa yang digunakan Yesus sekitar 2.000 tahun lalu.

"Yesus hidup di sini, di tanah ini. Dia berbicara dalam bahasa Ibrani," kata Netanyahu kepada Paus Fransiskus dalam sebuah pertemuan di Jerusalem.

"(Bahasa) Aramaik," balas Paus Fransiskus.

"Dia (Yesus) bicara bahasa Aramaik, tetapi dia memahami bahasa Ibrani," ujar Netanyahu tak mau kalah.

Lalu mana yang benar? Pakar bahasa Israel, Profesor Ghil'ad Zuckermann, mengatakan bahwa terdapat kebenaran dalam pendapat PM Netanyahu dan Paus Fransiskus.

"Bahasa ibu Yesus adalah Aramaik," kata Zuckermann soal bahasa rumpun Semit yang kini sudah punah itu.

"Namun, Yesus juga pasti memahami bahasa Ibrani karena banyak tulisan keagaamaan saat itu yang ditulis dalam bahasa Ibrani," ujar sang profesor.

Zuckermann menambahkan, pada masa kehidupan Yesus, bahasa Ibrani biasa digunakan masyarakat kelas bawah. "Mereka adalah orang-orang yang mendengarkan ajaran Yesus," Zuckermann menegaskan. 

Seperti banyak hal di Timur Tengah, pembahasan tentang Yesus pada masa modern ini kerap menimbulkan kerumitan dan tak jarang memunculkan implikasi politik.


Yesus dilahirkan sebagai orang Yahudi di Bethlehem di Yudea yang saat itu menjadi jajahan Romawi. Kini tempat kelahiran Yesus berada di Bethlehem, Tepi Barat wilayah Palestina yang diduduki Israel.

Yesus tumbuh besar di Nazareth lalu menyebarkan ajarannya di Galilea. Kedua kota itu berada di Israel utara dan meninggal di Jerusalem, sebuah kota yang diakui umat Yahudi, Kristen, dan Islam sebagai kota suci, yang kini diperebutkan Israel dan Palestina.

Fakta seputar Yesus ini mengakibatkan Yesus dianggap sebagai orang Palestina. Namun, klaim Palestina itu ditentang Israel.

Sumber : http://internasional.kompas.com/, Senin, 26 Mei 2014, 21:23 WIB

Sabtu, 24 Mei 2014

Mengapa liturgi Gereja Mengistimewakan 7 Dukacita Maria ?

Tujuh Dukacita Maria

Mengapa liturgi Gereja mengistimewakan dukacita Maria dan merayakan sebagai peringatan setiap 15 September? Mengapa sukacita Maria tidak dirayakan? Apa peran tujuh dukacita Maria?
Paulus Hadi Sigit, Malang

Pertama, peringatan Maria berdukacita pada 15 September berkaitan dengan Pesta Salib Suci yang dirayakan setiap 14 September. Salib adalah simbol sengsara, penderitaan, wafat, dan kebangkitan Yesus, sedangkan dukacita Maria seringkali dirinci dalam tujuh dukacita Maria. Kedua perayaan itu didekatkan hendak menunjukkan kedekatan Maria mengikuti Yesus dalam karya penebusan. Artinya, Maria ikut serta menderita bersama Yesus. Karena keikutsertaan Maria yang begitu dekat inilah Maria juga diberi gelar sebagai rekan-penebus (bdk. HIDUP, no 43, 21 Oktober 2012). Kedekatan ini juga tercermin dalam berbagai perayaan paralel antara Yesus dan Maria, antara lain dalam perayaan Hati Yesus yang Mahakudus dan Hati Maria yang tak bercela.

Kedua, sukacita Maria juga dirayakan, yaitu pada perayaan Maria Diangkat ke Surga (15 Agustus), Maria Dimahkotai sebagai Ratu Surga (22 Agustus), dan pada pesta Natal (25 Desember). Memang perayaan-perayaan ini tak menonjolkan sukacita Maria, tetapi secara implisit kita bisa mengandaikan sukacita Maria yang berlimpah pada peristiwa-peristiwa ini.

Ketiga, dukacita Maria mungkin terasa lebih ditonjolkan karena berkaitan dengan sengsara dan penderitaan Yesus. Penderitaan atau dukacita Maria, seperti dikatakan Paulus (Rom 8:17; Fil 3:10; Kol 1:24), juga ikut andil dalam memperlancar penerapan penebusan Kristus pada kita, yaitu sebagai silih atas dosa-dosa manusia. Dalam arti inilah pendalaman atas tujuh dukacita Maria membantu kita mengerti kehebatan Maria sebagai teladan iman dalam penderitaan.

Tujuh dukacita Maria itu ialah mendengar ramalan Simeon (Luk 2:21-35), pengungsian ke Mesir (Mat 2:13-15), kehilangan Yesus di Kenisah (Luk 2:41-52), mengikuti jalan salib Yesus (Luk 23:26-32), memandang Yesus tergantung di salib (Yoh 19:25- 27), memangku jenazah Yesus (Yoh 19:38-40), dan memakamkan Yesus (Yoh 19:41-42). Merenungkan tujuh dukacita Maria juga membantu kita menyadari, bahwa perjalanan iman Maria tidaklah tanpa masalah dan penderitaan. Alih-alih dibebaskan dari penderitaan, penderitaan Maria jauh lebih menyakitkan daripada apa yang kita alami.

Selain sebagai teladan iman, Maria juga menjadi penghibur kita yang sedang menderita. Paus Yohanes Paulus II menunjukkan peran ini; Bunda Maria yang Tersuci senantiasa menjadi penghibur yang penuh kasih bagi mereka yang mengalami berbagai penderitaan,baik fisik maupun moral, yang menyengsarakan serta menyiksa umat manusia. Ia memahami segala sengsara dan derita kita sebab ia sendiri juga menderita, dari Betlehem hingga Kalvari. ‘Dan jiwa mereka pula akan ditembusi sebilah pedang’. Bunda Maria adalah Bunda Rohani kita, dan seorang ibunda senantiasa memahami anak-anaknya serta menghibur dalam penderitaan mereka.

Bunda Maria mengemban suatu misi istimewa untuk mencintai kita, misi yang diterima dari Yesus yang tergantung di salib, untuk mencintai kita selalu dan senantiasa, dan untuk menyelamatkan kita! Lebih dari segalanya, Bunda Maria menghibur kita dengan menunjuk pada Dia yang Tersalib dan Firdaus!” (bdk juga LG 58).

Keempat, tujuh dukacita Maria membuat kita juga mengerti, bahwa Maria tak melarikan diri dari penderitaan. Maria menghadapi dan menghayati penderitaan sebagai sarana untuk semakin menyatukan diri dengan Yesus. Dukacitanya adalah jalan menuju kepersatuannya dengan Kristus. Dukacita Maria juga menunjukkan betapa besar pengorbanan dan kasih Maria yang merelakan Anaknya. Rasa keibuan dan rasa memiliki sebagai ibu dikalahkan oleh kasih ini. Tanpa kasih yang sebesar itu sulit dibayangkan dukacita yang luar biasa hebat itu bisa dilewatinya. Inilah perwujudan penyerahan diri Maria yang menyeluruh.

Penulis : Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
Sumber : http://www.hidupkatolik.com/, Jumat, 8 November 2013 16:21 WIB.

Mengapa gelar Maria sebagai Bunda Gereja tidak muncul dalam Lumen Gentium ?

Bunda Kristus dan Bunda Gereja

Mengapa gelar Maria sebagai Bunda Gereja tidak muncul dalam Lumen Gentium, padahal gelar itu sudah disebutkan dalam Litani Santa Perawan Maria? Apakah gelar ini boleh dipakai? Apa artinya?
Yulius Siswanto, Malang

Pertama, hubungan antara Maria dengan Gereja bisa diungkapkan dalam tiga kategori, yaitu Maria sebagai Bunda Gereja, Maria sebagai anggota istimewa Gereja dan Maria sebagai model Gereja. Hampir selalu dalam perjalanan sejarah Gereja sebelum Konsili Vatikan II, digunakan pendekatan kristologis kepada Maria: artinya refleksi teologis tentang Maria dilakukan dengan melihat hubungan Maria dengan Kristus, yaitu sebagai ibu yang melahirkan Yesus. Dengan pendekatan kristologis ini, refleksi teologis tentang Maria hampir selalu dilakukan dengan membandingkan Maria dengan Kristus. Karena Kristus adalah kepala Gereja, Maria ditampilkan sebagai Bunda Gereja.

Konsili Vatikan II menggunakan pendekatan yang berbeda terhadap Maria, yaitu pendekatan eklesiologis: artinya refleksi teologis tentang Maria dilakukan dengan melihat hubungan Maria dengan para anggota Gereja, yaitu Maria sebagai anggota gereja yang membutuhkan penebusan Kristus. Pendekatan eklesiologis ini menonjolkan Maria sebagai “anggota Gereja yang serba unggul dan sangat istimewa” (LG 53). Maria lebih dilihat sebagai “saudari” kita, yang bisa kita jadikan “pola-teladan” sebagai murid Yesus dalam hal iman dan cinta kasih. Inilah sebabnya mengapa gelar Maria sebagai Bunda Gereja secara sadar telah dihindari baik dari judul bab VIII Lumen Gentium maupun dari seluruh dokumen.

Kedua, sikap para Bapa Konsili Vatikan II di atas dipicu oleh keinginan menekankan penampilan Maria lebih sebagai sesama anggota Gereja, dan bukan karena gelar Bunda Gereja itu buruk atau salah. Jadi, gelar itu boleh dipakai. Sebenarnya, Lumen Gentium itu sendiri banyak merujuk Maria sebagai bunda kita, para murid Yesus. “Ia memang Bunda para anggota ... karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerja samanya supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman ...” (LG 53; bdk LG 62, 63; KGK 967). Bahkan, para Bapa Konsili juga menyebut Maria sebagai “Bunda Umat manusia” (LG 54).

Pada promulgasi dari Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium, 21 November 1964, Paus Paulus VI menyatakan: “Kami mendeklarasikan Maria Tersuci sebagai Bunda Gereja.” (Allucutio Post Duo Menses). Pernyataan ini diulangi lagi ketika ia menutup Konsili Ekumenis Vatikan II, 8 Desember 1965, katanya: “Konsili Ekumenis Vatikan II, yang berhimpun dalam Roh Kudus dan di bawah perlindungan Santa Perawan Maria, yang telah kita nyatakan sebagai Bunda Gereja ...” Dan masih sekali lagi ia menyatakan gelar ini pada tanggal 27 Mei 1966.

Paus Yohanes Paulus II sejak awal masa kepausannya, banyak sekali menggunakan gelar ini. Maria menjadi Bunda Gereja karena Maria sudah melahirkan Kristus, Kepala Gereja, dan Maria juga sudah ikut melahirkan Gereja pada peristiwa Pentakosta (bdk Kis 1:14). Bahkan, Katekismus Gereja Katolik (1993) pada Pasal 6 menggunakan judul “Maria, Bunda Kristus dan Bunda Gereja.”(KGK 963)

Ketiga, gelar Bunda Gereja sebenarnya hendak menunjukkan peran Maria yang ikut serta melahirkan murid-murid Yesus atau anak-anak Allah karena dalam tata rahmat, Maria adalah murid Yesus yang pertama. “Ia secara sungguh istimewa bekerjasama dengan karya Juru Selamat, dengan ketaatan, iman, pengharapan, serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membarui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu, dalam tata rahmat ia menjadi Bunda kita.” (LG 61; KGK 968; bdk LG 62, KGK 969). Pada kaki salib, Yesus menunjukkan Maria sebagai Bunda kita, para murid- Nya (Yoh 19:26-27).

Jadi, kata “Gereja” dalam gelar Bunda Gereja harus dimengerti secara jelas sebagai para gembala dan para beriman bersama-sama, dan bukan institusi Gereja. Gelar Bunda Gereja tidak mengaburkan ajaran bahwa Maria juga adalah anggota Gereja yang membutuhkan penebusan Kristus. Bunda Maria tidak berada di luar dan mengatasi Gereja, tetapi berada di dalam Gereja sebagai anggota Gereja yang sangat istimewa dan serba unggul.

Penulis : Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
Sumber : http://www.hidupkatolik.com/, Kamis, 14 November 2013 14:25 WIB.

Sabtu, 10 Mei 2014

Inilah Hasil Perolehan Suara Pemilu Legislatif 9 April 2014.


KPU telah menetapkan hasil pemilu legislatif 2014 secara resmi dengan raihan tertinggi milik PDIP. Ketua KPU Husni Kamil Manik, mengatakan tingkat partisipasi dalam pileg tahun ini mencapai 75,11 persen.

"Menjawab pertanyaan partisipasi pemilih pada pemilu legislatif ini mencapai 75,11 persen," kata ketua KPU Husni Kamil Manik usai rapat pleno di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakpus, Jumat (10/5/2014) dini hari.


Dengan perolehan angka tersebut maka tingkat golput mencapai 24,89 persen. Angka tersebut ternyata lebih tinggi dengan perolehan suara partai tertinggi yang hanya 18,95 persen. Husni menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendorong pemilih untuk datang ke TPS. Jika mengacu target KPU, maka 75,11 persen sedikit lebih tinggi dari target 75 persen.

"Apapun hasil pemilu ini sebagaimana sudah ditetapkan tentu semua berpaling pada parpol untuk menyikapinya. Kami berharap apapun yang dicapai, yang menang adalah rakyat Indonesia," ujar mantan komisioner KPU Sumbar itu.

Berikut hasil perolehan suara 12 partai politik dalam pemilu legislatif 2014:
  1. Partai Nasdem 8.402.812 (6,72 persen)
  2. Partai Kebangkitan Bangsa 11.298.957 (9,04 persen)
  3. Partai Keadilan Sejahtera 8.480.204 (6,79 persen)
  4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 23.681.471 (18,95 persen)
  5. Partai Golkar 18.432.312 (14,75 persen)
  6. Partai Gerindra 14.760.371 (11,81 persen)
  7. Partai Demokrat 12.728.913 (10,19 persen)
  8. Partai Amanat Nasional 9.481.621 (7,59 persen)
  9. Partai Persatuan Pembangunan 8.157.488 (6,53 persen)
  10. Partai Hanura 6.579.498 (5,26 persen)
  11. Partai Bulan Bintang 1.825.750 (1,46 persen)*
  12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1.143.094 (0,91 persen)*
                        * PBB dan PKPI tidak lolos ke DPR karena perolehan suara kurang dari 3,50 persen.

                        Jumlah seluruh suara sah: 124.972.491 suara. Rekapitulasi suara final ini dibacakan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik melalui Keputusan KPU 411/KPTS/KPU/2014 tentang Penetapan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) secara umum dalam pemilihan umum.


                        Coba anda bandingkan data tersebut dengan data hasil quick count beberapa lembaga survey di atas.


                        Pemilik hak pilih yang tak memberikan suara alias "golput" dalam Pemilu Legislatif 2014 mencapai 24,89 persen, berdasarkan klaim Komisi Pemilihan Umum bahwa partisipasi pemilih mencapai 75,11 persen. Bagi KPU, angka pemilih yang tak menggunakan hak pilih itu tak bisa disebut tinggi.

                        “Enggak (besar). Kalau dalam negara demokrasi, partisipasi kisaran 70 persen,” kata anggota KPU Sigit Pamungkas, usai rekapitulasi suara nasional di Gedung KPU, Sabtu (10/5/2014) dini hari. Menurut dia, partisipasi "normal" pemilu dalam negara demokrasi adalah pada kisaran 70 persen.

                        Justru, kata Sigit, bila partisipasi pemilih terlalu jauh melampaui kisaran "normal" tersebut, maka negara pemilih itu masuk kategori negara totaliter. "Negara-negara totaliter itu 90 persen, atau negara yang menempatkan partisipasi sebagai kewajiban."

                        “Kalau partisipasi sebagai hak, kemudian angka partisipasinya 75 persen itu suatu keberhasilan,” tegas Sigit. Meski demikian, Sigit mengakui ada banyak evaluasi yang tetap harus dilakukan atas penyelenggaraan pemilu legislatif.

                        Sejumlah hal yang perlu disoroti antara lain terkait independensi anggota KPU dalam melaksanakan tugas. Dia menyebutkan pula penyusunan kertas kerja yang lebih komprehensif untuk memaksimalkan proses distribusi logistik juga menjadi bagian dari evaluasi itu.

                        Meski demikian, kata Husni, pengesahan perolehan suara Pemilu Legislatif 2014 ini menyisakan banyak catatan untuk dikoreksi bersama. Dia menyebutkan catatan yang ada itu sebagai "pekerjaan rumah" untuk pemilu mendatang.

                        Sumber : 
                        1. http://nasional.kompas.com/, Jumat, 9 Mei 2014, 23:57 WIB.
                        2. http://news.detik.com/, Sabtu, 10/05/2014 01:54 WIB.

                        Sabtu, 03 Mei 2014

                        Memahami Yesus : "Putra Allah" Menjadi "Manusia".


                        Apakah penjelmaan Putra Allah menjadi manusia itu hanya pada penampilan luar saja seperti pada pewayangan? Apakah Putra Allah juga mengalami semua yang kita alami sebagai manusia?
                        Natalia Srijayawati, Lumajang

                        Pertama, penjelmaan Putra Allah bukan hanya pada penampilan luar saja, tapi sungguh menjadi sama dengan manusia. Secara lahiriah Yesus dilahirkan dari seorang wanita (Gal 4:4), memiliki “tubuh jasmani” (Kol 1:22). Menurut daging, Yesus dilahirkan dari benih Daud (Rom 1:3) dan termasuk bangsa Israel (Rom 9:5). Paulus menggambarkan kemanusiaan Yesus dengan berbagai ungkapan, “mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp 2:7), “yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa” (Rom 8:3), “telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia” (1 Tim 3:16). Surat kepada orang Ibrani merangkum dengan mengatakan, “Dia menjadi manusia sama seperti kita kecuali dalam hal dosa” (Ibr 2:14; 4:15).

                        Selain tubuh lahiriah, Yesus sungguh mengalami semua yang kita alami, misal kelemahan (2 Kor 13:4), penderitaan (Ibr 5:8) dengan puncak di Kalvari (bdk Fil 3:10; Kol 1:24). Yesus juga membutuhkan makan dan minum (Mat 4:2: 21:18; Mrk 11:12; Yoh 19:28). Ia merasa sangat letih dalam perjalanan-Nya (Yoh 4:6), dan tertidur di perahu (Mat 8:24). Tubuh dan jiwa-Nya bisa merasakan sakit, bahkan Dia bergumul dengan kematian (Mat 26:36-46). Tangan dan kaki-Nya dipaku (bdk Luk 24:39) dan lambung ditombak. Ia bangun pagi (Mrk 1:35) dan pergi tidur larut malam (Luk 6:12).

                        Kedua, memang ada perbedaan kita dan Yesus, yaitu Yesus bebas dari dosa (Ibr 4:15; 2 Kor 5:21; Gal 2:17; bdk.Rom 8:3). Yohanes menyatakan, “di dalam Dia tidak ada dosa” (1Yoh 3:5). Pergumulan hebat dan gejolak perasaan tak membawa Yesus jatuh dalam dosa.

                        Yesus pasti juga mempunyai rasa suka dan tidak suka. Yesus selalu mengasihi para murid (Yoh 13:1); Yesus menangisi Lazarus (Yoh 11:35) dan menangisi Yerusalem (Luk 19:42). Yohanes menyebut ia sebagai “murid yang dikasihi Tuhan” (Yoh 20:2). Bukankah Yesus bisa berdukacita pada kedegilan hati pendosa (Mrk 3:5), merasa takut dan gentar (Mrk 14:33). Yesus juga tanggap atas perasaan orang lain, baik kegembiraan, keprihatinan, harapan, dan kebencian. Tapi sekali lagi, rasa suka dan tak suka itu tidak membawa Dia berbuat dosa. Konsili Vatikan II menyatakan, “Yesus adalah manusia sempurna” (GS 38). St Agustinus mengatakan, “perasaan-perasaan insani bukan tidak cocok dengan Dia yang sungguh-sungguh dan secara nyata memiliki tubuh insani dan jiwa insani.”

                        Ketiga, Yesus pasti juga mempunyai jiwa insani. Hanya seorang manusia yang memiliki jiwa insani yang bisa menjadi sedih dan gundah gulana. Yesus berkata, “Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.” (Mat 26:38). “Sekarang jiwaku terharu” (Yoh 12:27). Ketaatan kepada Bapa dan kepada Maria dan Yusuf mengandaikan ada jiwa insani (Yoh 4:34; 5:30; 6:38; Luk 22:42).

                        Keempat, jelas sekali Yesus memiliki kehendak bebas, “Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya.” (Mat 27:34). Kehendak bebas itu menjadi nyata dalam pelayanan-Nya. Ketika menyembuhkan orang sakit kusta, Yesus berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir.” (Mat 8:3). Kehendak bebas Yesus diandaikan sehingga kepada-Nya dialamatkan pahala, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia...” (bdk Flp 2:8-9). Kebebasan Yesus nampak juga ketika di salib menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa (Luk 23:46).

                        Kelima, Putra Allah menjadi sama dengan kita agar Dia dapat solider secara mendalam, sehingga Dia bisa menjadi Adam kedua, yang mewakili seluruh umat manusia membayar hutang dosa (Rom 5:12-21; 1 Kor 15:45-49). Maka, Yesus adalah kekuatan kita, karena kita memiliki pengantara, seorang imam Agung, yang mengerti penderitaan dan perjuangan kita (Ibr 4:14-5:10)..

                        Penulis : Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
                        Sumber : http://www.hidupkatolik.com/, Senin,  Jumat, 17 Januari 2014 14:37 WIB.

                        Mencari Ajaran Trinitas Dalam Alkitab.

                        Trinitas

                        Teman saya seorang Saksi Yehova mengatakan bahwa kata ”Trinitas” tidak ada dalam Kitab Suci. Dia menunjukkan ayat-ayat Kitab Suci bahwa Yesus bukan Allah dan tidak setara dengan Allah Bapa. Mohon bimbingan Romo untuk menguatkan iman saya!
                        Rosalien Hartini, Semarang

                        • Pertama, benar, kata ”Trinitas” tidak ditemukan dalam Kitab Suci, tetapi isi ajaran imannya murni diangkat dari Kitab Suci. Penyimpulan logis dari Kitab Suci ini juga merupakan pelaksanaan tugas dari Allah, yaitu pendayagunaan anugerah akal-budi. Kata ”Trinitas” diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ”Tritunggal.” Isi ajaran iman jauh lebih penting dari-pada sekedar label atau istilah.
                        • Kedua, ke-Allah-an Kristus dapat ditemukan di banyak teks Perjanjian Baru. Konsili Nicea tahun 325 menegaskan kenyataan yang sudah ada, bahwa Yesus Kristus adalah sungguh Allah, sehakikat (Yun: homoousious; Latin: consubstantialis) dengan Allah Bapa. (KGK 242).
                        • Ketiga, beberapa ayat yang disalahtafsirkan oleh Saksi Yehova sebagai berlawanan dengan ke-Allah-an Kristus :

                        1. Yoh 17:3 Yesus berkata kepada Bapa: ”bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar.” Koreksi: ayat ini hendak menekankan kesejatian (”benar”) Allah Bapa sebagai Allah. Kesejatian yang sama dinikmati oleh Putera. Kata ”satu-satu-Nya” hendak menekankan keesaan Allah (Bapa, Putera dan Roh Kudus), bukan menyangkal pribadi Allah Putera. Ke-allah-an Putera diindikasikan oleh ay 5: ”kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.”
                        2. 1 Tim 6:15-16: ”saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri....” Koreksi: ayat ini bisa dikenakan baik pada Bapa maupun pada Putera. Gelar ”Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan” diterapkan juga untuk Kristus (Why 19:16).
                        3. Yoh 14:28: ”Bapa lebih besar daripada Aku.” Koreksi: Putera, dalam kodrat insani-Nya, lebih kecil daripada Bapa, tetapi dalam kodrat ilahi-Nya sama dengan Bapa. Contoh, Fil 2:6: ”walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan...”
                        4. 1 Kor 15:28: ”kalau segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia...” Koreksi: Jelas ayat ini merujuk Yesus dalam kodrat insaninya, seperti nampak pada tujuh ayat sebelumnya. Dalam kodrat ilahi-Nya, Yesus bisa melakukan apa saja yang dilakukan Bapa. Fil 3:20-21: ”menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.”
                        5. Yoh 14:31 ”tetapi... Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepadaKu...” Koreksi: Sekali lagi hal ini merujuk kepada Yesus dalam kodrat insani-Nya. Bdk. Fil 2:8: ”taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”
                        6. Rom 8:11 ”Jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati...” Sanggahan: Yesus juga membangkitkan diri sendiri dari mati. Misalnya: Yoh 10:18 ”Tidak seorang pun mengambilnya daripada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa untuk memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali.”
                        7. Mrk 13:32 ”Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.” Ungkapan ”Allah tahu” dalam Kitab Suci bisa diartikan Allah sebagai subyek yang memberitahu kepada orang lain, atau bisa juga berarti Allah tahu tetapi tidak bermaksud memberitahukan kepada orang lain. Bdk. Kej 22:12.
                        8. Sir 24:9 Kebijaksanaan berkata: ”sebelum masa purba sejak awal mula aku telah diciptakan-Nya....” Penjelasan: kata-kata ini merujuk pada kebijaksanaan yang ditanamkan Allah dalam ciptaan-ciptaannya (bdk Sir 1:9). Kata ”diciptakan” harus dimengerti secara luas, bukan dalam arti fisik-biologis tapi dalam arti ”berasal dari.”
                        9. 1 Kol 1:15-16 ”Ia adalah gambar Allah yang tak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan dan karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu....” Penjelasan: Allah Putera disebut ”yang sulung dari segala ciptaan” karena ingin menunjukkan peran Kristus terhadap ciptaan. Dari kodratnya Kristus tidak bisa disamakan dengan ciptaan, sebab segala sesuatu diciptakan ”dalam Dia.” Dari kodrat-Nya, Dia itu Allah, sebab ”segala kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia.” (ay 19). Yesus adalah Anak Tunggal Bapa. (Yoh 1:14).
                        Banyak lagi ayat yang meneguhkan ke-Allah-an Yesus Kristus.

                        Semoga imanmu diteguhkan.

                        Penulis : Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
                        Sumber : http://www.hidupkatolik.com/, Senin, 17 Maret 2014 16:59 WIB.

                        Anda perlu baca juga :

                        Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...