Sabtu, 29 Agustus 2015

Adakah Keselamatan di Luar Gereja ?


Saya pernah mendengar seorang imam mengatakan bahwa hanya anggota Gereja Katolik yang akan diselamatkan pada akhir zaman, karena Yesus dan sakramen Gereja adalah jalan keselamatan satu-satunya. 

Seorang imam lain yang aktif dalam dialog antaragama mengatakan, tidak perlu lagi mewartakan Yesus Kristus kepada pengikut agama lain, karena mereka sudah diselamatkan melalui agama masing-masing. Mana yang benar?
NN, 082230417xxx

Jawab :
  • Pertama, perlu mengetahui pandangan Gereja Katolik masa kini tentang keselamatan yang diungkapkan dalam Extra Ecclesiam Nulla Salus, di luar Gereja tidak ada keselamatan; disingkat EENS. Ungkapan ini berasal dari St Siprianus dari Karthago pada abad ketiga dan muncul dalam dokumen resmi Konsili Lateran IV (1215). Ungkapan ini mengajarkan, semua keselamatan datang dari Yesus Kristus sebagai Kepala, dan disalurkan melalui Gereja sebagai Tubuh Mistik-Nya. Dalam perkembangan sejarah, banyak Bapa Gereja maupun orang kudus yang memberi komentar dan penafsiran atas ungkapan ini. Konsili Vatikan II tidak menganulir ajaran ini, tapi memberikan penafsiran resmi dengan dua perubahan penting. Ajaran resmi ini kemudian dituangkan dalam Katekismus No. 846-848.
  • Kedua, perubahan mendasar pertama ialah kata “Gereja” tidak lagi dimengerti secara eksklusif sebagai Gereja Katolik Roma, tapi melingkupi Gereja-gereja dan komunitas kristiani lain yang diakui sebagai mengemban kenyataan eklesial (bdk. LG 8 dan UR 3). “Gereja” adalah Tubuh Mistik Kristus. Gereja-gereja dan komunitas kristiani lain juga bisa menjadi sarana keselamatan dan pembenaran bagi para anggotanya. Harus tetap ditegaskan bahwa sarana-sarana keselamatan yang penuh, tetap dalam Gereja Katolik (LG 14). Uraian ini menunjukkan, tidak benar jika dikatakan hanya anggota Gereja Katolik yang akan diselamatkan.
  • Ketiga, perubahan mendasar kedua berkaitan dengan mereka yang berada di luar Gereja, extra Ecclesiam. Konsili mengubah pengandaian dasar yaitu dari pengandaian bersalah, seperti penafsiran umumnya Abad Pertengahan, menjadi pengandaian tidak bersalah (bdk. LG 14 dan 16). Jika mereka tak bersalah, maka mereka akan diselamatkan. “Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.” (LG 16) (KGK 847). Keselamatan inipun tetap diberikan melalui Yesus Kristus dan Gereja-Nya. Dalam dokumen terakhir Konsili Vatikan II ditegaskan hal yang sama, “Sebab karena Kristus telah wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk dengan cara yang diketahui oleh Allah, digabungkan dengan misteri Paska itu.” (GS 22).
  • Keempat, keselamatan mereka semua ini tidak pernah terlepas dari Gereja Katolik yang di dalamnya berada Tubuh Mistik Kristus (LG 8). Mereka terkait dengan Gereja “dengan aneka cara” (LG 13 dan 16; bdk GS 22). Karena satulah asal dan tujuan hidup manusia, Allah memanggil semua orang untuk diselamatkan, “Jadi kepada kesatuan Katolik Umat Allah itulah, yang melambangkan dan memajukan perdamaian semesta, semua orang dipanggil. Mereka termasuk kesatuan itu atau terarahkan kepadanya dengan aneka cara, baik kaum beriman Katolik, umat lainnya yang beriman kepada Kristus, maupun semua orang tanpa kecuali, yang karena rahmat Allah dipanggil kepada keselamatan.” (LG 13). Jadi, Gereja diingatkan akan kewajiban misioner untuk mewartakan Kristus kepada mereka yang belum mengenal-Nya (LG 1.9.48; GS 45). Maka, Gereja Katolik sebagai lembaga tetap merupakan satu-satunya lembaga (sakramen) yang ditetapkan Allah dan diutus mewartakan keselamatan.


Penulis : Petrus Maria Handoko CM
Sumber : www.hidupkatolik.com, Kamis, 20 Agustus 2015 15:51 WIB.

Mengapa Gereja Katolik Menolak Ajaran Tentang Reinkarnasi?


Dikatakan bahwa Yesus adalah inkarnasi dari Allah Putra dan Yohanes Pembaptis adalah reinkarnasi dari Nabi Elia (Mat 11:13-14). Tetapi mengapa Gereja Katolik menolak ajaran tentang reinkarnasi?

NN, Jakarta

Jawab :

  • Pertama, harus dibedakan antara inkarnasi dan reinkarnasi. Ajaran tentang inkarnasi Allah Putra menjadi manusia adalah salah satu pokok iman Gereja Katolik. Inkarnasi ini hanya terjadi kepada Allah Putra. Tidak ada inkarnasi lain. Sedangkan reinkarnasi adalah ajaran Budhisme yang mengatakan bahwa setiap manusia akan dilahirkan kembali ke dalam dunia menurut tingkat kebaikan yang dia lakukan saat hidup sebelumnya. Jika hidup baik, maka dia akan dilahirkan kembali atau reinkarnasi menjadi “sesuatu” yang lebih tinggi derajatnya. Sebaliknya, jika hidup jahat, maka dia akan dilahirkan kembali menjadi sesuatu yang lebih rendah derajatnya. Proses reinkarnasi akan berlangsung terus mengikuti lingkaran samsara dan baru akan selesai ketika seseorang sudah mencapai derajat yang tertinggi, sehingga dibebas kan dari lingkaran samsara dan masuk ke dalam keabadian atau Nirvana. Ajaran reinkarnasi seperti ini bukanlah ajaran iman Gereja Katolik.

  • Kedua, kitab-kitab Perjanjian Lama menyajikan kepercayaan yang jelas bahwa hidup itu hanyalah satu kali dan tak terulang. Misal Ayub berkeluh kesah di tengah penderitaannya, “Biarkanlah aku, supaya aku dapat bergembira sejenak, sebelum aku pergi, dan tidak kembali lagi, ke negeri yang gelap dan kelam pekat,....” (Ayb 10:20-21). Demikian pula Kitab Kebijaksanaan mengatakan, “... manusia membunuh dalam kejahatannya, tapi ia tak mampu mengembalikan roh yang sudah keluar, dan tak dapat melepaskan jiwa yang sudah diterima dunia orang mati.” (Keb 16:14). Iman kita mengajarkan bahwa mereka yang sudah meninggal memasuki alam lain, yaitu keabadian. Alam ini tak tergantung lagi kepada ruang dan waktu. “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal.” (Dan 12:2). Tidak mungkin mereka yang sudah mati akan hidup kembali, karena sudah berada dalam keabadian (bdk 2 Mak 7:9.36).

  • Ketiga, ketika mengisahkan tentang orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31), Yesus meneguhkan ajaran tentang kebangkitan. Ketika orang kaya itu memohon kembali ke dunia, Yesus tak menunjuk kepada kemungkinan reinkarnasi untuk memurnikan dirinya, tetapi menunjukkan bahwa orang itu harus segera membayar kesalahan dengan penderitaan (ay 25). Demikian pula di atas kayu salib, terhadap permintaan penyamun yang bertobat (Luk 23:42), Yesus tidak menunjuk kepada reinkarnasi sebagai sarana pemurnian, tapi berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (ay 43). Kata “hari ini” menegaskan bahwa tak ada reinkarnasi. Ajaran yang paling gamblang dan mantap melawan reinkarnasi ialah surat kepada orang Ibrani, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, ....” (Ibr 9:27).

  • Keempat, identitas Yohanes Pembaptis (Mat 11 :13- 14) bisa dimengerti jika kita menyimak Luk 1:17, “... dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada....” Roh dan kuasa di sini tidak bisa diartikan sebagai jiwa Elia yang bereinkarnasi dalam diri Yohanes Pembaptis. Ayat itu menunjukkan bahwa semangat atau roh yang menggerakkan Yohanes sama dengan semangat Elia. Misi Yohanes sama dengan misi Elia. Tapi Yohanes Pembaptis bukanlah reinkarnasi Elia, atau bahwa jiwa Elia menjelma kembali dalam diri Yohanes Pembaptis. Hal ini juga jelas ketika Yohanes ditanya secara gamblang, apakah dia adalah Elia. Jawaban Yohanes jelas, “Bukan!” (Yoh 1:21). Dalam transfigurasi di Gunung Tabor, para murid juga melihat dan mengenali Elia, bukan Yohanes Pembaptis (Mat 17:1-8).


Penulis : Petrus Maria Handoko CM
Sumber : www.hidupkatolik.com, Kamis, 2 Juli 2015 16:50 WIB.

Anda perlu baca juga :

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...